Aku pikir, jika ternyata klausul itu benar-benar ada dalam kontrak, bahwa pemain bisa seenaknya saja meninggalkan klub kapan mereka mau, itu blunder besar bagi Arema. Para pemain seharusnya menghormati kontrak hingga akhir musim. Itulah yang dilakukan pemain profesional pada klub profesional.
Sejauh ini belum jelas alasan kenapa kedelapan pemain itu mundur dari Arema. Yang jelas, pengunduran itu mengindikasikan adanya masalah di klub Arema. Aku menduga, tujuh pemain Indonesia yang menyatakan mundur itu hanya menggertak. Hanya sekedar mau memperlihatkan 'kekuatan' supaya klub memenuhi keinginan mereka.
Jika mereka benar-benar mundur, sebenarnya sangat beresiko. Mereka pasti tak bisa pindah ke sesama klub IPL. Pasti PSSI tak akan menginjinkan terjadinya transfer. Pindah ke klub ISL? Bisa saja. Namun untuk sebagian pemain, itu berarti bunuh diri dari karir di tim nasional.
Yang pasti, mundurnya delapan pemain Arema merupakan preseden buruk bagi IPL. Jika tidak ditangani dengan bijaksana, akan memunculkan kesan bahwa di IPL (terutama di Arema), pemain bisa seenaknya berhenti kapan mereka mau. Ini tentu jauh dari profesionalisme yang digadang-gadang selama ini.
Perkembangan terakhir yang aku baca, Arema bermaksud meminta perubahan jadwal melawan Bontang FC, 11 Februari karena keadaan darurat di klub. Jelas, mundurnya pemain sangat berpengaruh bagi klub. Dan jika akhirnya jadwal pertandingan ditunda, maka itu akan memengaruhi kompetisi secara keseluruhan.
Apakah pemain Arema IPL yang mundur itu profesional? Tentu tidak.
Apakah sikap klub Arema yang membiarkan pemainnya berlaku tidak profesional merupakan perbuatan profesional? Aku tidak tahu.
Bagaimana pendapat Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H