Gadis Bermata Biru
(1)
Disuatu senja, seseorang gadis bermata biru bertanya padaku; “Jika aku mati, apakah kau akan meninggalkanku sendiri?”
“Tidak!” ucapku lantang dan kupeluk tanganya dalam genggaman; “Kita akan dikubur dalam satu liang.” Tegasku dengan mata tak kalah biru.
Ia pun pulang, dengan seribu bayang melayang. Matanya yang biru berubah keemasan.
Sejak saat itu itu, setiap malam, dalam tidur, katanya, ia selalu menyebut-nyebut namaku. Bahkan sampai tadi siang; saat ia dimakamkan. Sendirian.
(2)
Aku selalu mengingat janjimu disuatu senja. Ketika sambil mengusap air mataku kau berkata; “Kita akan dikubur dalam satu liang.”
Dan selepas senja itu, kau tahu, pantai dan senja pun kubawa pulang di kepala. Dan, aku mulai merindukan kemeriahan saat sepasang keranda diusung beriringan.
Setiap hari, kurindu-rindu janji itu dengan menyebut namamu. Hingga akhirnya tibalah hari perjanjian itu, dengan upacara yang cepat berlalu; meninggalkan tangis itu, basa-basi itu. Ah, biarlah.
Aku sudah cukup gembira meski kau tak mau pergi denganku. Dan, sebenarnya, ketika kuucapkan namamu, aku hanya ingin kau tahu: bahwa keranda ini begitu nyaman.
Alief Mahmudi. Tinggal di Sanggar Kutub
Direktur Produksi Penerbit IDEKATA Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H