Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok menolak atau mencabut banding adalah sebuah ejekan. Keputusan ini, bukan sikap pengecut, karena takut hukumannya dinaikkan di tingkat banding. Dua tahun dalam ruang tahanan, bagi orang yang merasa bersalah terasa bertahun-tahun lamanya. Sebaliknya bagi Ahok inilah candradimuka. Boleh jadi, seperti legenda burung Phoenix.
Sebab Ahok bukanlah para koruptor; yang hanya punya nyali menggarong uang rakyat. Namun masih sangggup tersenyum dan capaka-cipiki dengan para kerabat dan handai taulan. Bahkan tertawa manakala dipindahkan ke LP Sukamiskin. Tempat yang dulu dikenal sebagai penjara kaum ekstrimis yang menentang penjajah dan rezim pemerintahan.
 Dia juga bukan penjahat dengan perkara pembunuhan apalagi narkoba. Juga dia bukan penista agama. Meski majelis hakim  memutuskan dia bersalah, bahwa dia bersalah melanggar pasal penodaan agama. Sebuah pasal karet yang hadir ketika komunis merajalela.
Ejekan Ahok dengan menolak banding, bukan cuma ditujukan pada hakim yang memutuskan bersalah. Yang kemudian mereka malah dipromosikan naik jabatan. Mungkin sebagian orang akan menganggap mereka pahlawan. Namun, waktu akan menandainya sebagai biang penghianatan bagi hukum dan bangsa. Sehingga kemanapun dia pergi dan berada pada wajahnya akan selalu dikenali.
Ahok menolak banding adalah ejekan bagi kaum muslimin yang ikut demo berjilid-jilid. Demo dengan memakai tagar Bela Agama, Bela Islam, Bela Allah, Bela Al-Qur’an. Begitu juga ejekan bagi para tokoh yang menamakan dirinya ulama, terlebih bagi Rizieq Shihab yang menghindari jeratan hukum pergi dengan berdalih umrah. Namun tak pulang-pulang seperti Bang Toyib.
Berbagai ejekan sampai saat ini terus berlanjut pada HRS lewat jejaring sosial. Terlebih ejekan itu, hadir atas ulahnya sendiri di massa lalu. Orang mengejek dia minta bantuan pada HAM; yang pernah dia ejek sebagai Hak Azasi Monyet. Dengan kata lain, dia sebenarnya sedang merendahkan diri menjadi monyet.
HRS juga meminta bantuan ke pada PBB; yang pernah juga diejeknya sebagai Perserikatan Baangsat-Bangsat. Bahkan menurut pihaknya, dia sedang dijemput perwakilan PBB di Jenewa. Padahal markas PBB berada di New York. Mungkin yang dia maksud PBB KW2. Padahal sebaliknya sikap PBB terhadap Ahok, tanpa diminta pengajuan saat ini PBB mendesak pada pemerintah Indonesia untuk membebaskan Ahok.
Ejekan juga ditujukan bagi pasangan gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies-Sandi. Yang merasa hebat dapat mengalahkan petahana. Namun dengan melalui teror ayat dan mayat lewat anjuran Eep Saefullah Fattah sebagai konsultan politiknya. Dan, di sisi lain, istrinya sekarang kelimpungan, karena restoran dan café miliknya menjadi sepi pengunjung. Lagi-lagi tuduhan ini, sebagai akibat boikot jahat dari Ahoker.
Bahkan ejekan ini, nantinya akan semakin deras mendera pasangan terpilih, manakala mereka tak bisa bekerja. Bibit keraguan ini, sudah menjelma sejak awal ketika Anies menginjakkan kaki di Balaikota Jakarta sebagai gubernur terpilih.
Mungkin sikap yang diambil Ahok menolak banding akan mengecewakan sejumlah pihak. Mengecewakan tim pengacaranya; yang sudah menyiapkan memori banding. Begitu juga mengecewakan ribuan bahkan jutaan para pendukungnya. Yang telah mengirimkan dukungannya lewat ribuan bunga, lewat balon berwarna merah putih, lewat bibit pohon.
Begitu juga lewat aksi menyalakan 1000 lilin. Bukan hanya di Jakarta, namun juga dikota-kota besar hampir di seluruh Indonesia. Bahkan di sejumlah mancanegara aksi ini menjalar seperti nyala lilin kecil yang berpendaran. Kemudian sambung menyambung menjadi satu. Lalu bermetaformosa menjadi gerakan Kebhinekaan.