Dalam tulisannya, Afi sedang mendedah yang terjadi saat ini; yang digaungkan sekelompok yang memposisikan sebagai mayoritas bersikap sentimen terhadap minoritas. Namun bukan semata menuliskan tentang sentimen Islam pada agama yang lain.
Tulisan kegelisahan Afi ini bisa disimak dari: Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan orang-orang yang memiliki warisan berbeda-beda karena saya tahu bahwa mereka juga tidak bisa memilih apa yang akan mereka terima sebagai warisan dari orangtua dan negara.
Sebenarnya, inilah inti dari tulisan Afi “Warisan”. Sehingga tak perlu ditanggapi dengan mengutip berbagai ayat. Sebagai remaja di Banyuwangi, dia belum pernah berselisih dengan kawan-kawannya masalah keberagaman. Remaja dari Kota Banyuwangi itu, dia inginkan ketentraman, kedamaian di lingkungannya.
Bukan hanya di lingkungan sekitar rumah, sekolah dan kotanya, namun secara luas seluruh Indonesia bahkan juga dunia. Namun kenyataannya, dia tak bisa menghindari dari pusaran gonjang-ganjing yang disajikan di jejaring sosial. Terutama hiruk-pikuk yang terjadi di Ibukota Indonesia, Jakarta saat Pilkada.
Meskipun Afi menegaskan, bahwa tulisannya bukanlah soal Pilkada di Jakarta. Bukanlah masalah Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok; yang dituding menista agama. Namun dalam tulisannya, ingin mengkrisi situasi sekarang ini yang mengusik keberagaman.
Namun soal ini, Gilang membalasnya dengan banal. Betapa tidak? Dia menanggapi bahwa bersitegang masalah SARA disamakan dengan bersitegang masalah kesukaan anak remaja pada artis Korea. Tentu saja, ini sangat berbeda sekali muatannya.
Selain itu, tulisan Afi tak mengutip-ngutip ayat Al-Qur’an secara eksplisit. Namun kalimat: Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa. Ini merupakan inti dari surah Al-Maidah ayat 48.
Dalam tulisannya, Afi hanya mengutip pendapat Jalaluddin Rumi: "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
Sedangkan Gilang dalam balasannya, menunjukkan sejumlah ayat dalam Al-Qur’an. Seperti Al-Baqarah ayat 2, Yunus ayat 37-38, Al-baqarah ayat 256. Tak cukup hanya ayat-ayat, juga Gilang memberikan ulasannya dengan perumpamaan seperti: balita yang gak bisa bedain mana kacang mana kecoak, wong iklan detergen aja bilang produk mereka yang terbaik, ? Gak ada beda nya dek sama petugas warnet yang disuruh pemilik warnet untuk melabeli tingkat pendidikan dari seragam yang dipakai, gak lebih. Tapi apa dengan itu si petugas langsung merasa jadi pemilik warnet? Nggak kan.
Melihat tulisan keduanya, Afi lebih fasih dalam menulis. Selain runtut dalam bertata bahasa Indonesia, juga memahami seluk- beluk kaidah dalam penulisan. Namun berbeda dengan Gilang, dia tak begitu terampil dalam menulis.
Lihat saja pada penempatan akhiran “nya” penulisannya selalu dipisahkan. Padahal "-nya" sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan; yang digabungkan dengan kata dasar tapi tidak mengubah arti kata dasar.