Apabila ada kesulitan untuk memberikan nafas buatan, maka periksa apakah masih ada sumbatan di mulut pasien. Maka perbaiki posisi tengadah kepala dan angkat dagu. Bantuan nafas ini, dapat dilakukan 2 kali nafas buatan dengan cukup kuat.
Meski praktek pelatihan melalui manekin (boneka setengah badan) yang dijadikan alat peraga, namun apabila dilakukan dengan benar, maka monitor denyut jantung dan nafas yang masuk akan telihat responnya.
Saat pelatihan kegawatdaruratan, setiap peserta harus melakukan praktek. Tidak hanya sekedar melihat instruktur. Kenyataannya, ternyata tidak semudah yang dilihat. Seperti bagaimana posisi tubuh dan lengan serta telapak tangan saat kompresi, cara memberikan bantuan nafas, bagaimana posisi leher dan kepala saat memberikan bantuan nafas, cara mengamankan trauma leher, cara mengangkat korban. Semuanya memiliki teknik dan aturan tersendiri.
“Dengan mengikuti pelatihan ini, diharapkan kita berani melakukan pertolongan pertama,” kata Eri Surahman, dr.,SpAn- KNA., penggagas kegiatan kegawatdaruratan ini, yang juga goheser. Bagaimana pun kita harus berusaha untuk melakukan upaya memperpanjang hidup yang membutuhkan pertolongan, meski kematian adalah sebuah takdir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H