Mohon tunggu...
Alief El_Ichwan
Alief El_Ichwan Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

mantan wartawanI Penulis LepasI Menulis artikel-cerpen-puisi-perjalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rasman Sang Pencari Lobster di Pantai Karapyak

17 Februari 2017   06:06 Diperbarui: 19 Februari 2017   14:40 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rasman salah seorang pencari lobster di pantai Karapyak, Pangandaran Jawa Barat (Dokumentasi Pribadi)

Senja hampir tiba di Pantai Karapyak. Pantai ini bukan di wilayah Jawa tengah, tapi di wilayah timur Jawa Barat, tepatnya di Desa Bagolo, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran. Pantai ini, masih cukup perawan dikunjungi wisatawan. Padahal, pemandangannya begitu elok meski tak memiliki bentangan pantai pasir seperti di Pantai Pangandaran.

Ketika senja, terlihat semburat langit warna jingga. Nun dari kejauhan, terlihat Rasman (53) lelaki paruh baya melangkah jauh dari bibir pantai yang berkarang tanpa alas kaki dan tanpa ragu. Air laut belum surut benar hingga dari kejauhan dia seperti berjalan di atas air. Sedangkan ombak Laut Selatan berdebur keras dibatas pantai yang berkarang. 

Ketika ombak itu membentur karang, terlihat cipratan air laut membuih membumbung ke atas. Suara deburan ombaknya pun menggetarkan nyali bagi orang yang tak bisa hidup di kawasan laut. Ternyata tak mudah berjalan di pantai berkarang. Harus tahu bagaian mana yang harus dipijak. Rumput yang tumbuh kadang menyamarkan bagian cekungan di hamparan karang. Salah melangkah, kaki akan terperosok pada cerukan karang.

Ketika didekati, Rasman tengah berjongkok. Rupanya dia memunguti sesuatu. Kadang mencongkelnya dengan alat mirip obeng. “Nuju milari kamikil kanggo eupan lobster (sedang mencari kamikil untuk umpan lobster),” ujarnya, sambil mata dan tangannya fokus pada apa yang dicarinya. Nampak ada beberapa binatang yang bergerigi mirip kulit rambutan yang masih putik.

Umpan yang dinamakan kamikil itu dia susun berjajar pada tali di tengah pintur, yaitu alat penangkap lobster. Bentuknya bundar sekitar 50 – 60 cm terbuat dari kawat. Sedangkan tengahnya diberi jaring. Sementara itu, kemikil sebagai umpan dilekatkan berjajar memanjang pada bagian tengahnya.

Menurutnya, setiap hari sekitar pukul lima sore dia menebar perangkap di batas karang. Jika diukur dari pantai jauhnya sekitar 300 meter. “Pintur ini nantinya diikatkan pada karang yang tobong (bolong),” lanjutnya masih dalam bahasa Sunda.

Rasman akan kembali ke tempat menebar perangkap lobster itu pada pukul 5 subuh. Ketika laut sedang surut seperti keadaan setiap senja. Dikatakannya, pada saat musim seperti bulan Januari ini, biasanya cukup banyak mendapatkan hasil tangkapan.

Ada 18 buah pintur atau perangkap lobster yang dia miliki. “Nya, kadang kenging kadang nyamos teu aya pisan, mun nuju sae mah kadang dugikeun ka aya tiluna lobster na pintur (ya, terkadang berhasil menangkap lobster, tapi terkadang kosong, jika sedang beruntung bisa mendapatkan sampai tiga ekor lobster),” katanya.

Hasil dari tangkapan ini, lumayan untuk menghidupi dua anak dan istrinya. Penghasilan lain warga asli Pantai Karapyak ini, juga nyambi sebagai petugas Linmas (Pelindung Masyarakat) yang dulu disebut Hansip.

“Pami nu alit mah, pangaos sakilona saratus rebu, pami nu ageung nu bobotna dua ons kauhur rada lumayan pangaosna dugi ka opat ratus rebu (harga lobster yang kecil dihargai seratus ribu rupiah per kilogram, sedangkan yang besar dengan bobot dua ons ke atas dihargai empat ratus ribu),” tuturnya.

Bagi Rasman, mendapatkan lobster yang kecil pun dia sudah bersyukur. Meski ada larangan dari Menteri Kelautan dan Pelayaran Susi Pudjiastuti yang melarang penangkapan lobster yang masih kecil.

Nya kumaha deui atuh, pami dilepaskeun deui abdi nyamos teu kenging nanaonkanggo hirup (Ya, harus bagaimana lagi, jika harus dilepaskan lagi saya tak akan mendapatkan penghasilan untuk hidup),” kilahnya.

Dia menyadari usianya sudah tak muda lagi. Menurutnya, ketika masih muda selain menangkap lobster juga baloni. Binatang laut ini memiliki cangkang keras dengan daging mirip siput besar.

“Harganya lebih mahal bisa sampai sembilan puluh ribu kalau yang besar sekitar tiga jari orang dewasa per ekornya,” katanya, sambil mengungkapkan mencari baloni harus kuat menyelam dan mendayung.

Dengan alat selam yang sederhana dan berbekal dayung yang terbuat dari sandal jepit diberi alas selebar bat (raket) tenis meja, pencari baloni menyelam mencari baloni yang menempel pada karang. Hempasan ombak pantai selatan yang cukup besar tak menyurutkan para pencari baloni. Tapi jaman itu, hanya menjadi kenangan. “Sanes sapertos Rohman dan Asep (bukan seperti yang dilakukan Rohman dan Asep),” katanya, sambil menunjuk dua pemuda yang sedang menangkap baloni.

Sebenarnya bagi yang tak punya nyali, tak akan berani mendekati ujung karang dengan benturan ombak yang keras. Suaranya cukup keras terdengar susul-menyusul dan buncahan air laut dan busa akan membikin basah kuyup.

Terkait keberadaan Pantai Karapyak, dia berharap pemerintah Kabupaten Pangandaran yang baru berdiri lebih memperhatikan dan mempromosikan keberadannya sehingga wisatawan semakin banyak yang datang.

Sakieu ge Alhamdulillah, dipaparinan panghirupan ku Gusti Allah ti basisir nu teu aya pasir sapertos di Pangandaran (hasil ini pun merasa bersyukur Alhamdulillah diberi kehidupan oleh Allah SAW dari pantai tanpa hamparan pasir seperti di Pangandaran),” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun