Mohon tunggu...
Alief El_Ichwan
Alief El_Ichwan Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

mantan wartawanI Penulis LepasI Menulis artikel-cerpen-puisi-perjalan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

"Gowes" Melintasi Perkebunan Gambung hingga Santosa

20 Januari 2017   17:53 Diperbarui: 20 Januari 2017   21:22 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gowes ke Gambung? Tawaran menggoda dari Kang Asep dan Kang Fassa dilakukan Sabtu (19/11). Perkebunan teh dan kina Gambung, Pasir Jambu-Ciwidey terletak di Kabupaten Bandung. Jaraknya memang hanya 40 km, namun dengan elevasi 1700 dpl. Jadi, gowes harus naik sekitar 1000 dpl. Apalagi rute yang akan diambil dari trip ini: Ciwastra - Banjaran - Soreang- Perk. Gambung - Hutan Gunung Tilu - Pangalengan - Pintu - Perk.Malabar - Cibolang - Talun Santosa - Perk.Kertasari - Situ Cisanti - Pacet - Ciparay - Sapan – Ciwastra.

Trip ini tak bisa dianggap canda. Apalagi, saya sudah jarang turing jauh. Gowes menjelajahi jalur itu, entah berapa tahun yang lalu. Terbayang nantinya: harus menapaki jalan makadam di perkebunan Gambung.

Benar saja! Gowes saya yang lambat panas, harus tertinggal ketika baru masuk ke Banjaran. Saya tiga kali harus berhenti sesaat. Meredakan napas dan kaki terasa keras pada bagian paha. Sehingga ketika istirahat pertama, depan SPBU arah masuk ke Gambung, Kang Asep dan Kang Fasa sudah hampir tandas minum teh manis. Mau tak mau melanjutkan kembali tanpa jeda yang cukup.

Kembali jalan menanjak harus dilalui. Beruntung sempat berswafoto dulu dua kali sebelum masuk ke tujuan. Hingga saya tak tercecer. Dan, kami bertemu rombongan reunian Jelajah Nusantara dari Kompas. Di antaranya banyak yang saya kenal, yang pesertanya cukup banyak.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Ternyata, bayangan harus melalui jalan makadam sirna. Jalan perkebunan Gambung sudah mulus dilapis beton. Sehingga meski jalan terus menanjak, gowes seperti berselancar di hamparan pepohonan teh. Gowes jadi lebih bersemangat, terlebih setelah isoma (istirahat sholat, dan makan).

Pemandangan memberikan suasana hijau dan segar. Pada bagian hamparan pohon teh di cekungan bukit, lain lagi ceritanya. Nuansa yang eksotik dari lajur jalan setapak bagi pemetik teh, membentuk alur garis-garis simentris. Terlihat seperti lukisan mosaik yang berubah saat melaju sambil bersepeda. Beberapa wisatawan domestik berswafoto. Ada pula yang menggunakannya sebagai latar untuk prewedding. Tak ketinggalan rombongan pesepeda reuni jelajah, yang pesertanya tersebar dari berbagai Nusantara, tak melewatkan momen ini.

Namun jalan mulus berakhir di batas hutan Gunung Tilu. Kawasan ini masih cukup asri. Pepohonan besar dengan sulur akar menjuntai. Nampak ada rombongan kupu-kupu biru. Terdengar suara gemuruh air sungai. Dan terdengar suara pepikikan elang. Meski jalan berbatu harus dijelajahi tanpa harus menggerutu. Beberapa kali terhindar dari slip, tapi akhirnya saya terpeleset ketika melintasi jalan dengan susunan batu yang cukup besar. Musim hujan membuat jalan makadam menjadi licin. Bahkan ada beberapa di antaranya digenangi air.

dokumrntasi ptibadi
dokumrntasi ptibadi
Perjuangan belum selesai ketika jalanan mulai menurun. Hampir seluruh bagian tangan terasa pegal, lantaran harus menekan tuas rem. Begitu bagian kaki terasa pegal meski tak menggowes. Namun keadaan ini, akibat posisi harus berdiri. Sehingga badan tak melonjak-lonjak seperti sedang menaiki kuda rodeo. Apalagi sepeda yang kami gunakan untuk turing jalan raya. Tanpa suspensi. Padahal jalanan makanan yang dilalui sekitar hanya sekitar 5 km.

Ketika sampai di Alun-alun Kecamatan Pangalengan, ada keinginan untuk meluncur pulang. Saya seperti kali pertama lagi turing jauh. Badan pegal dan kaki kaku. Namun saya mencoba mengikuti rute yang telah disepakati setelah salat Asar.

Butuh perjuangan ekstra harus sampai ke pintu gerbang perkebunan teh Boscha. Jalan rolling turun-naik. Selanjutnya sampai ke perkebunan Talun Santosa, sebelum azan magrib. Udara dingin terasa menyergap. Jika saja dilalui pada saat terang, suasana di Perkebunan Talun Sentosa sama indahnya dengan perkebunan Gambung. Terlebih jalan sudah mulus. Dan jalan terus menurun dari mulai sebelum Situ (Danau) Cisanti sampai Ciparay. Namun kami sempat berswafoto di depan pabrik pengolahan the Talun Santosa. Lampu jalan dan pabrik yang menyala, memberikan aksentuasi pada foto yang diambil Kang Fassa.

Bersyukur meski paling akhir, saya tiba di rumah pukul 11 kurang seperempat. Itu pun dengan gangguan velk depan sobek. Sehingga hanya satu rem yang berfungsi. Namun bagaimanapun, perjalanan harus selalu bersandar pada Ilahi. 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun