Akhirnya sudah diduga: dengan peliputan sidang Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang (konon) semua wartawan cetak, elektronik dan online dilarang meliput, akhirnya para jurnalis menanyakan pada saksi yang telah memberikan keterangannya di luar sidang, tentu saja keterangan yang diberikannya tak secara utuh hanya berdasarkan kepentingannya dari sisi pihak saksi pelapor saja yang muncul di pemberitaan. Begitu pula, sebagai terdakwa, Ahok pun ingin mengungkapkan apa saja yang dikatakan saksi. Sehingga lewat Ahok ini, memunculkan viral “Fitsha Hats” di jejaring sosial, yang berasal dari lembar BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saksi Habib Novel Bamukmin.
Jika mengacu mengacu pada perundangan tentang syarat menjadi saksi, saksi pelapor semauanya tak memenuhi syarat, karena mereka hanya melihat apa yang dilaporkan pada pihak yang berwajib melalui You Tube. Lebih parahnya lagi, apabila melihatnya lewat akun Facebook Buni Yani yang telah diedit dan diberi keterangan (caption). Padahal seperti yang disebutkan di bawah ini:
Menurut Pasal 1 butir 26 KUHAP:
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.
Selanjutnya, Pasal 1 butir 27 KUHAP mengatur sebagai berikut:
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan pengetahuannya itu”.
Paling menarik dalam sidang Ahok, pengajuan saksi ahli. Yaitu saksi ahli dalam bidang tafsir Al-Qur’an, maupun saksi ahli dalam bidang linguistic (bahasa). Baik jaksa dan terdakwa, tentunya akan menghadapkan saksi kredibel. Di sinilah, pertarungan akan menarik di persidangan. Seperti halnya yang pernah kita saksikan dalam sidang kasus dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Yang didakwa meracuni Wayang Mirna Salihin dengan sianida.
Menariknya sidang Ahok, apabila sudah sampai menghadirkan para saksi ahli. Setidaknya, masyarakat akan diberikan wawasan yang lebih banyak masalah tafsir Al-Qur’an dan linguistik dari para pakarnya. Hingga terang benderang permasalahannya. Namun apabila sidang ini diliput langsung dikhawatirkan akan mempengaruhi para pihak saksi masing-masing, mungkin lebih baik direkam oleh pihak pengadilan. Selanjutnya, rekaman ini dapat disebar ke publik apabila putusannya telah inkracht (berkekuatan hukum).
***
Sabtu, 7/1, 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H