Mohon tunggu...
Alief El_Ichwan
Alief El_Ichwan Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

mantan wartawanI Penulis LepasI Menulis artikel-cerpen-puisi-perjalan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aa Gym dan Tiga Pertapanya Leo Tolstoy

6 Januari 2017   09:38 Diperbarui: 7 Januari 2017   03:11 5749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Twitter.com/belaquran

Tentu saja, kegiatan tablig akbar – bukan “tabligh” dengan tambahan huruf ‘h’ seperti dalam pamflet yang disebarkan lewat media sosial --  Abdulah Gymnastiar saparakanca akan ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu di wilayah DKI Jakarta, pada tanggal 9/1 nanti.  Mau tak mau, ada kaitannya dengan ucapan Habib Novel Bamukmin, ketika menjadi saksi di persidangan kasus penodaan agama Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Bahwa, masyarakat Pulau Pramuka tak tersinggung dengan perkataan Ahok, karena iman mereka lemah.

Waduh, hebat betul menilai kadar keimanan itu, harus cepat marah. Frasa ini, mengingatkan pada ucapan Gus Dur (Abdurahman Wahid, alm. Mantan presiden RI), bahwa “orang yang masih terganggu dengan hinaan dan pujian manusia, dia masih hamba yang amatiran”.

Jadi, pastilah anggapan ini idem ditto dengan anggapan Aa Gym, yang akan berdawah di sana. Dianggapnya, aqidah masyarakat Pulau Pramuka lemah. Itulah sebabnya Aa Gym harus mengadakan kegiatan keagamaan di sana. Luar biasa Aa Gym ini, begitu perhatian pada wilayah Jakarta. Sampai dia mau wara-wiri begitu instens bahkan nyaris kepo. Walaupun sudah diduga awal-awalnya, bahwa dia ikut berdemo dan acara yang menyangkut masalah dugaan penodaan agama oleh Ahok, dia sedang menaikkan pamornya, setelah jatuh akibat berpoligami. Dan, ini diakuinya bahwa Aa Gym, pengasuh Pesantren Daarut Tauhid di Bandung menganggap, kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi titik balik citra pesantren yang dipimpinnya. (sumber)

Jika jadi dilakukan, maka kegiatan yang akan dilakukan Aa Gym ini, mengingatkan pada sebuah cerpen karya pengarang Rusia, yaitu Leo Tolstoy. Karya sastra roman yang amat spektakuler, diantaranya “Perang serta Damai” (tahun 1863), “Anna Karenina” (tahun 1873), serta “Sonata Kreutzer” (tahun 1878).

Ah, pasti Aa Gym belum pernah membaca cerpen “Tiga Pertapa” , ya. Baca dong, biarpun Aa, kuliah di PAAP Unpad (Pendidikan Diploma III, Fakultas Ekonomi), sementara saya di Fakultas Sastra di almamater yang sama. Toh, sastra juga merupakan jalan ke-empat menuju ke kebenaran. Setelah agama, filsafat dan ilmu pengetahuan.

Bersosial.com
Bersosial.com
Bahkan Al-Qur’an, juga merupakan karya sastra dengan huruf “S” yang Mahabesar. Murwakantinya (kesesuaian bunyi) dalam larik-larik  kitab suci Al-Qur’an, sudah menjadi dasar syaratnya sebuah karya sastra. Bahkan keindahan bahasa dalam Al-Qur’an untuk melawan para penyair Arab yang jago bersyair. Hingga ada satu surah yang dinamakan “Para Penyair” (As-Syu’ara).

Ups, jangan apriori dulu. Meski Leo Tolstoy pengarang dari negeri embahnya komunis, yaitu Rusia, namun dia seorang sastrawan dengan karya-karyanya sufistik. Dia banyak bergaul dengan orang-orang muslim. Bahkan dengan para Imam dan darwis, sehingga tak heran karyanya ada yang mirip dengan kisah yang diceritakan Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al Hanzhali al Marwazi ulama terkenal di Makkah. Yaitu, kisah tentang Sa’id bin Muhafah yang gagal berhaji, namun dalam mimpi sang ulama, malaikat memberikan kabar dialah satu-satunya orang mendapat gelar haji mabrur. Sementara dalam cerpen Leo Tolstoy (Ziarah) bernuansa kristiani, yaitu ziarah ke Jerusalem. 

Bahkan dia, Tolstoy mengagumi nabi Muhammad saw. Dia mengagumi sosok Nabi Muhammad SAW. Dianggapnya sebagai juru damai, penegak nilai-nilai kemanusiaan, serta penjunjung tinggi nilai-nilai keilahian, sosok yang bijak patut menjadi suri tauladan terbaik bagi umat manusia, memerintahkan pencarian ilmu tanpa henti, penyucian jiwa, serta kekuatan ikhtiar dalam menunjang perjuangan batin melalui doa kepada Allah.

Sebenarnya, saya pernah memposting cerpen dan pengarang Leo Tolstoy di akun FB. Kalau Aa Gym belum membaca cerpen Tolstoy, ini sinopsis isi cerpen “Tiga Pertapa”:

Seorang uskup mendatangi 3 orang petapa menetap di pulau terpencil di tengah laut. Mereka bekerja hanya untuk melayani Tuhannya. Tanpa sedikitpun mereka berbicara satu sama lainnya. Meski begitu, seolah saling memahami. Sang uskup menilai, bahwa perbuatan mereka sedikit ada yang keliru, maka sang uskup mengajarkan caranya melayani Tuhan. Terutama bagaimana caranya berdoa. Dengan mengutip salah satu doa di Al Kitab, mereka diminta untuk mengikuti ucapan doa yang disampaikan sang uskup. 

Begitu sabarnya sang uskup mengajarkannya cara berdoa hingga mereka bisa dan terus mengulang-ngulang doa. Setelah dirasa berhasil, sang uskup pun pergi meninggalkan mereka dengan menggunakan kapal. Namun saat sang uskup jauh meninggalkan pulau itu, tiba-tiba dia dikagetkan ada orang lari di tengah laut, merasa aneh dan kaget melihat 3 petapa tengah berlari  di atas permukaan air laut mengejar kapal. Mereka mengejar hanya untuk meminta tolong agar sang uskup mengajarkan lagi doa, karena, setelah sang uskup pergi meninggalkan mereka di pulau, mereka mendadak lupa dengan apa yang dikatakan sang uskup.

Belum selesai keterkejutannya, Tiga Pertapa itu pun berkata pada Sang Uskup: “Kami lupa apa yang kau ajarkan wahai pelayan Tuhan… Ajarilah kami sekali lagi.” Sang Uskup makin terkejut. Ia bahkan membuat tanda salib di dadanya. Kemudian ia tersadar, “Doa kalian di dengar Tuhan. Bukan aku yang harus mengajarkan kalian. Berdoalah untuk kami, para pendosa ini!” Sang Uskup sadar sebagaimana ajaran keagamaannya, orang yang doanya benar maka ia bisa berjalan di atas air.

Justru melihat kenyataan ini, menjadi pelajaran bagi sang uskup karena sebuah peristiwa menakjubkan membuat sang uskup menjadi saksi perbuatan iman.

Sebenarnya apa yang diharapakan Aa Gym cs. bertablig akbar disana? Apakah ingin mereka menjadi masyarakat yang gampang tersinggung? Atau mengharapkan mereka ramai-ramai menjadi saksi a de charge, yang memberatkan nanti di sidang Ahok? Atau jangan-jangan, setelah Aa Gym selesai dawah masyarakat Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, jadi terpecah menjadi dua kubu. Seperti layaknya yang kita saksikan pada media sosial. Menjadi masyarakat yang saling menghujat.

Mungkin Aa Gym lupa, bahwa kerja dan ibadah masyarakat Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu, yang rata-rata nelayan berada dalam satu tarikan nafas. Satu sama lain sudah saling memahami ke-Ilahi-an masing-masing. Lihatlah: bekasnya sudah berjejak di telapak tangan mereka yang kapalan. Telapak tangan yang dirindukan oleh Rasulullah. 

Setelah bergulat berhari-hari mengalahkan tali-tali pancing atau kasarnya tali penarik jaring. Begitu pula pada kulit-kulit mereka yang legam dibakar matahari dan dicelup asinnya air laut. Itulah aqidah yang mereka asah. Mereka tak perlu diajari lagi. Meski mungkin, nantinya setelah Aa Gym pulang melakukan tablig akbar di sana, tak akan ada peristiwa yang seperti dalam cerpen “Tiga Pertapa” karya Leo Tolstoy. Misalnya masyarakat pulau Pramuka, di Kepulauan Seribu ramai-ramai mengejar Aa Gym yang kembali dengan kapal, karena lupa apa yang didawahkannya. Pastilah kalau peristiwa ini terjadi, malah Aa Gym akan semaput melihat masyarakat pulau Pramuka di Kepulau Seribu, yang dianggap imannya kurang berjalan di atas air mengejarnya…

Jum’at barokah, 6/1/2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun