Wong ko ngene kok dibanding-bandingke
Saing-saingke, yo mesti kalah
Ku berharap engkau mengerti, di hati ini
Hanya ada kamu
Satu bait lagu dengan lirik campuran antara bahasa Jawa dan Indonesia ini belakangan menjadi viral  memenuhi ruang dengar bangsa Indonesia. Lagu yang mampu mengguncang dan menghipnotis Presiden dan para Menteri ketika dinanyikan seorang penyanyi cilik 'Farel' seusai perhelatan upacara Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77 di Istana negara pada 17 Agustus 2022.Â
Tanpa komando secara spontan beberapa hadirin dengan agak malu-malu dan canggung nampak ikut larut menikmati alunan lagu dangdut tersebut seraya berjoget bersama. Sebuah peristiwa yang cukup unik yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya pada even tahunan upacara pada tahun-tahun sebelumnya. Selama ini persepsi sebagian besar bangsa Indonesia bahwa upacara peringatan HUT Kemerdekan identik dengan kegiatan yang sakral dan khidmat jauh dari kesan hingar bingar hiburan selain lagu-lagu persembahan dari Tim Paduan Suara yang menyanyikan lagu-lagu perjuangan, mamun dalam kesempatan peringatan tahun ini situasinya sungguh berbeda.
Wajar kiranya jika setelah hajatan tahunan tersebut beragam tanggapan atas peristiwa unik ini muncul di kalangan masyarakat. Terlepas dari beragam tanggapan yang muncul di masyarakat atas lagu dan penampilan penyanyi cilik tersebut, mari kita lihat sejenak fenomena seperti yang terjadi di istana ini dari sudut pandang berbeda. Dari sekian banyak hadirin yang hadir dalam kesempatan tersebut mungkin ada sebagian masyarakat yang membatin dalam hatinya bahwa sebenarnya ada satu hal yang rasanya kurang pas dan tidak wajar sebagaimana mestinya.
Kami tidak bermaksud memperpanjang polemik pendapat yang Pro dan Kontra terhadap sikap para pejabat yang ikut berjoget dalam momentum sakral peringatan hari ulang tahun kemerdekaan. Semua pihak tentunya punya dalih dan argumentasi masing-masing sebagai pembenaran atas aksi tersebut. Namun satu hal yang rasanya kurang pas dan tidak wajar yang kami maksud adalah ketidaksesuaian antara pesan yang terkandung dalam lagu dengan usia penyani yang membawakannya.
Mungkin kebanyakan orang tidak begitu ambil peduli dengan pesan dalam sebuah lagu asalkan iramanya dan musiknya asik dan enak didengar. Apalagi ketika lirik lagunya menggunakan bahasa daerah yang tidak semua pendengar memahami artinya, tentu wajar bila mereka tidak ambil pusing dengan pesan di dalam lagu tersebut. Ditambah lagi bila lagu tersebut berirama dangdut, maka asalkan irama dan musiknya enak untuk goyang maka terkadang orang tidak peduli dan bahkan abai dengan pesan yang terkandung di dalamnya. Mungkin hal seperti ini sudah dinilai wajar, jamak lumrah dan menjadi realita yang terjadi di lingkungan di tengah masyarakat kita. Sesungguhnya apa yang terjadi di istana tersebut menguatkan persepsi ini dan menjadi sebuah representasi betapa masyarakat bahkan sebagian pemimpin bangsa tidak mampu menangkap kejanggalan yang tersaji di depan mata.
Bila sejenak kita telisik pesan yang dikandung dalam lagu berjudul 'Ojo Dibandingke' diatas maka lagu ini sebenarnya berisi ungkapan hati seseorang yang sedang jatuh cinta dan ia tidak ingin dibanding-bandingkan dengan orang lain yang mungkin lebih mapan darinya. Dia berharap ketulusan cintanya yang tidak dibuat-buat dan wajar bisa dimengerti/diterima oleh sang kekasih dan mereka dapat bersatu hingga akhir waktu. Dari pesan yang terkandung dalam lagu ini maka adakah wajar kiranya bila lagu ini dibawakan oleh seorang anak di bangku Sekolah Dasar ? Tentunya tidak demikian, karena dari pesan di dalam lagu tersebut maka lagu ini bisa dikategorikan lagu untuk orang dewasa. Inilah sesungguhnya yang kami maksud ada satu hal yang tidak pas dan tidak semestinya yang mungkin tidak mampu ditangkap oleh sebagian besar masyarakat kita.
Selanjutnya bagaimana mungkin hal yang tidak wajar seperti ini seolah-olah menjadi sesuatu yang lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Tidak lain dan tidak bukan hal seperti ini menjadi sesuatu yang dianggap lumrah karena seringnya masyarakat disuguhi lagu-lagu dewasa semacam ini tanpa diimbangi hadirnya lagu-lagu anak-anak di berbagai media informasi dan komunikasi saat ini. Berbahagialah para orang dewasa yang lahir pada medio 70 dan 80 an yang pada saat itu marak bertabur para penyanyi cilik yang membawakan lagu-lagu anak sesuai dengan usianya. Mungkin masih lekat dalam ingatan beberapa nama penyanyi cilik saat itu semacam; Trio wek wek, Chikita Meidi, Eno Lerian dan lain-lain yang membawakan lagu-lagu karya Papa T Bob. Coba kita bandingkan dengan hari ini, kira-kira siapa penyani cilik dan Pencipta lagu anak yang eksis saat ini ?
Tanpa bermaksud menggurui dan reseh dengan kenyataan yang terjadi saat ini, melalui tulisan ini kami bermaksud menyuarakan kegelisahan sebagian masyarakat yang peduli dengan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Melalui lagu sesungguhnya bisa ditanamkan nilai-nilai luhur yang menjadi karakter agung bangsa Indonesia. Jangan sampai anak-anak kita terbiasa mencerna menu-menu dan pesan yang tersaji dalam lagu-lagu yang tidak sesuai dengan perkembangan usia mereka.Â
Selanjutnya, pesan khusus bagi para pemerhati generasi bangsa dan para pemangku kepentingan dalam hal ini para pemimpin yang membidangi urusan anak. Marilah bersatu padu untuk bersama-sama peduli dengan menciptakan tayangan, tontonan yang bisa memberikan tuntunan dan ramah anak. Marilah bersama sama kita jaga anak-anak bangsa dari serangan budaya melalui berbagai media yang muaranya akan men-degradasi moral bangsa. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menyuburkan kembali tayangan hiburan dan lagu-lagu anak yang mengandung pesan moral positif sesuai dengan karakter dan budaya bangsa Indonesia.
*Alief Sutantohadi
Ketua Yayasan Wiyata Harapan
Ketua Senat Politeknik Negeri Madiun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H