Mohon tunggu...
Alicia Yolanda Bawuna S.I.Kom
Alicia Yolanda Bawuna S.I.Kom Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jurnalis

IG @aliciayola17

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gerakan Hidup Sehat di Kota Yogyakarta bersama Pasar Kamisan

2 September 2024   14:35 Diperbarui: 2 September 2024   14:40 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gaya hidup sehat mulai diterapkan dalam kehidupan masyarakat modern, salah satunya adalah masyarakat di kota Yogyakarta. Komunitas Pasar Sehat yang kini menjadi Pasar Kamisan sudah beberapa tahun ini mengkampanyekan gaya hidup sehat melalui produk yang mereka jual. Produk yang mereka jual mulai dari kosmetik hingga makanan sehari-hari.

Pasar Kamisan adalah pasar yang menjual barang-barang organik dan hanya dapat dikunjungi setiap hari kamis. Pasar Kamisan buka mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Pasar Kamisan tidak hanya dikunjungi oleh para vegetarian melainkan generasi Z pun turut meraimakannya.

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sejarah Pasar Kamisan di kota Yogyakarta
Ignas Dwi Wardhana, laki-laki berusia 46 tahun ini menceritakan awal mula Pasar Kamisan ini adalah Artisan yang bergerak di bidang organik, tetapi produk turunannya seperti telur dan madu masih dijual juga disini. Pasar Kamisan menjual bahan baku seperti sayuran sampai aneka snack. 

"Sampai hari ini ada empat belas tenant yang berjualan disini, selain berjualan mereka ini juga memberi edukasi ke pengunjung.  Kamisan ini salah satu pelopor untuk mengadakan komunitas pasar di Jogja. Lalu, diikuti oleh yang lain tetapi kami tetap mempertahankan ciri khas yaitu menjual produk non daging gitu gitu. Misalnya aja nih kaya Kebun Roti jualan disini nah bahan bakunya organik beda sama roti lainnya," sambungnya.

Sebelum Pasar Kamisan ada di Animalika Society Space, para pedagang organik ini berjualan di daerah Tajem, Maguwoharjo, Yogyakarta. Lalu, kemudian pindah ke Animalika Society Space. 

"Pasar Kamisan ini diinisiasi oleh Bu Janti, beliau pernah pesan jagakke konco-konco yo gitu. Dan sekarang Pasar Kamisan disini sudah bertahan selama lima tahun." ucap Owner Animalika Society Space. 

Uniknya lagi, Pasar Kamisan tidak memiliki pimpinan melainkan semuanya sama rata dan komunitas ini memiliki prinsip "urip lan nguripi" antar sesama pedagang. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa persaingan dagang disini sangatlah sehat. 

Selain itu, komunitas ini selalu mengadakan screening dan evaluasi setiap minggu ke dua. 

"Jadi, kalau ada yang mau gabung jualan di Kamisan ini pasti dah discreening dulu sama teman-teman. Mereka akan memastikan dahulu, bahan dari produk yang dijual itu harus benar-benar original dan organik." ucap Ignas saat ditemui di Animalika Society Space, Jl. Kaliurang No Km. 9 Yogyakarta.

Ketika ada produk lain yang agak sama, hal itu tentunya tidak menjadi persaingan bagi para pedagang di Pasar Kamisan. Justru hal itu yang akan menjadi evaluasi bagi para komunitas pedagang organik di Pasar Kamisan. 

"Di sini ada yang unik lagi, kita tidak menyediakan plastik. Jadi, pengunjung diharap membawa goodie bag sendiri. Paling ya kita cuman menyediakan paperbag." ucap Ignas. Hal itu tentu berkaitan erat dengan tujuan utama adanya Pasar Kamisan, hidup sehat dan mengembangkan produk organik. 

"Saya pernah nih mendengar langsung waktu ada penderita kanker belanja ke Pasar Kamisan, terus dia ngomong katanya dengar dari orang kalau disini jual bahan-bahan organik. Terus orang itu mau beli gula aren buat ganti gula pasir." ucap Ignas. Ignas merasa senang karena mulai banyak orang yang mengenal Pasar Kamisan dan memulai hidup sehat.

Ignas berharap agar Pasar Kamisan ini tetap bertahan, ia menceritakan bahwa ia menyetujui caffenya untuk digunakan event Pasar Kamisan setiap hari kamis. Ignas menyebutkan ada beberapa tenant yang saat ini sudah berjualan sendiri dan tidak bergabung lagi di Pasar Kamisan karena sudah memiliki banyak pelanggan, seperti "Omah Keju Mazaraat". 

"Tapi, walaupun gitu Mas Jimmy juga masih kerjasama sama kita. Jadi, kita masih menjualkan produk kejunya. Nah, yang menjualkan kejunya disini tuh Mas Ahmad karena kebetulan Mas Ahmad jualan roti dan juga membeli keju selalu dari Mazaraat ini." sambungnya.

Sumber : Dokumentasi Pribadi
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Sumber : Dokumentasi Pribadi
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Bahan Organik Sebagai Alternatif dan Kesehatan
Ahmad Solihin, laki-laki berusia 46 tahun ini adalah otak dibalik Kebun Roti. "Saya sudah sembilan tahun bergabung disini. Dulu namanya itu KOLEJA (Kolektif Lestari Jogja), tapi dulu saya masih petani bukan penjual roti," ucapnya saat ditemui dalam kegiatan Pasar Kamisan. 

Ternyata, Ahmad memiliki alasan historis dalam menciptakan roti dengan inovasi baru. "Dulu itu saya masih bertani dan istri saya punya sakit maag, tiba-tiba cari informasi ada roti yang dibuat pakai ragi alami dan aman untuk penderita maag. Yaudahlah dari situ saya dan istri buat, itu ragi yang buat sawah namanya MOL (Mikroorganisme Lokal)," sambungnya.

Berkat eksperimen dari pasangan suami istri ini, akhirnya produk roti dengan ragi alami mulai dikenal oleh masyarakat Yogyakarta. Ahmad mulai menawarkan jualannya langsung ke teman-teman terdekatnya hingga tempat-tempat fitness karena ia merasa tempat fitness tempat berkumpulnya orang-orang sehat dan cocok dengan roti yang ia buat. 

Melalui panjangnya perjalanan yang Ahmad lalui, akhirnya ia memberanikan diri untuk menjual produknya di Pasar Kamisan yang dulu ia kenal sebagai pasar sehat.

Ahmad yang awalnya fokus pada pertanian kini telah menghabiskan waktunya untuk membuat roti dengan istrinya. Bertani menjadi pekerjaan sampingan Ahmad, karena pesanan roti di kedai miliknya kerap membludak. 

"Saya sih enggak punya pegawai, jadi yang bikin roti ya saya sama Anne," sambungnya. Yang awalnya hanya berjualan roti di pasar-pasar, kini Ahmad sudah memiliki kedai sendiri yang ia namakan Kebun Roti. Kini, Kebun Roti menjadi Artisan Bakery nomor satu di kota Yogyakarta.

Ahmad yang sangat selektif terhadap bahan baku roti-rotinya menceritakan bahwa semua bahan yang ia pakai adalah produk teman-temannya. Bukan tanpa alasan, Ahmad ingin semua roti yang ia buat benar-benar menggunakan bahan yang original tanpa bahan pengawet. "Di sini tuh ya saling, misalnya saya beli produknya si A terus si A beli produknya si B. Jadi malah kaya muter aja gitu," ucap Ahmad.

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Kenapa Pasar Kamisan, Enggak di Tempat Lain Aja ?
"Di sini tuh bukan kaya persaingan malah kaya keluarga sendiri, ya soalnya kita kan kebanyakan sudah berjuang sama -sama ya buat mengkampanyekan gerakan ini. Jualan disini tujuan utamanya juga bukan cuman cari uang tapi menambah relasi," ucap Ani saat ditemui dalam kegiatan Pasar Kamisan.

Ani Susilowati, perempuan 46 tahun ini adalah salah satu pedagang senior di Pasar Kamisan. "Awalnya itu saya cuman ditawari kalua ada vendor yang syaratnya menjual produk lokal, enggak boleh pakai bahan pengawet dan bahan dari pabrik. Ya, akhirnya saya ikut dan jualan dawet disana," sambungnya. Ani menceritakan bahwa Ibu Janti sang pelopor Pasar Kamisan yang menghubungi dirinya kala itu.

Ani menceritakan bahwa dirinya sudah bergabung dengan komunitas Pasar Kamisan selama kurang lebih sembilan tahun. Namun, selain berjualan disana dirinya juga menawarkan dagangannya melalui Instagram dan hanya menerima pesanan saja. 

"Saya merasa komunitas ini enggak cuma mengejar materi, tapi juga lebih mengedukasi para pembeli. Jadi, enggak hanya datang beli tapi juga bebas kalua mau tanya-tanya. Beda ya sama pasar-pasar biasanya. Yang datang kesini kan biasanya juga kaya komunitas-komunitas vegetarian," sambungnya.

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pasar Kamisan di Mata Pengunjung
"Keren ya event ini soalnya jarang tuh ada orang yang peduli lingkungan dan kesehatan sampai punya ide kaya gini. Saya tertarik kesini juga karena penasaran, saya kan bukan asli Jogja ya," ucap Anna (25), pengunjung Pasar Kamisan saat sedang berkeliling.

"Pasar Kamisan menarik cukup menurut saya yang pertama murah, terus cita rasa beda dengan roti lainnya. Dawetnya juga tidak terlalu manis seperti dawet pada umumnya. Makanan-makanan disini juga aromanya kok kaya khas ya, mungkin karena bahannya organik," ucap Pau (27), pengunjung Pasar Kamisan saat sedang duduk di salah satu sudut Animalika Society Space.

Pau berpesan untuk generasi muda Indonesia agar mulai menggunakan barang berbahan organik dan makanan yang non daging. "Saya berharap agar anak-anak muda seusia saya mulai investasi kesehatan dari sekarang. Sehat itu mahal, tapi makanan-makanan yang sehat itu enggak mahal kok," sambungnya.

Anna juga mengutarakan hal yang sama, baginya anak muda harus aware terhadap kesehatan dan global warming. "Ya sekarang terbukti kan panasnya bumi kaya gimana itu kan ada kaitannya sama plastik-plastik yang kita pakai. Jadi, ya mulai sekarang cobalah untuk mulai hidup sehat," ucapnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun