Membiarkan masayarakat hidup dalam perilaku tidak sehat atau membiarkan pemasukan di negeri ini semakin menurun?
Suatu hal yang sangat dilematis bagi banyak pihak. Tidak dapat di pungkiri bahwa perkembangan industri rokok di Indonesia memiliki dampak besar bagi jumlah pemasukan negara. Akan tetapi di sisi lainnya, hal ini berdampak buruk di karenakan akan membentuk masyarakat yang hidup dalam perilaku tidak sehat. Pemanfaatan ini jelas-jelas terlihat hanya menguntungkan satu sisi saja, sebab di sisi lainnya dalam jumlah yang besar justru akan menjadi korban. Apakah tujuan dari pemanfaatan ini benar-benar baik? Bukankah rokok menjadi penyebab utama naiknya angka kematian di Indonesia?
Menurut data World Health Organization (WHO), tiga juta orang mengalami kematian dini setiap tahunnya terkait konsumsi tembakau yang menyebabkan penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke. Hal ini merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk 890.000 kematian para perokok pasif. Pemerintah bahkan berencana mengeluarkan larangan penjualan rokok ketengan di tahun 2023 dalam rangka merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 soal Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk tembakau bagi kesehatan.
Perlu di akui bahwa benar adanya jika pajak rokok dan bea cukai merupakan salah satu pemasukan terbesar bagi bangsa ini. Akan tetapi, sudahkah kita melihat kembali bahwa hal ini juga menimbulkan kerugian besar bagi kesehatan masyarakat Indonesia? Rokok termasuk dalam salah satu golongan NAPZA, yang mengandung berbagai zat adiktif, seperti nikotin dan ribuan zat kimia lain yang berbahaya, yang akan membuat candu dan sangat merusak tubuh. Lebih lagi, para perokok bukan hanya berasal dari kalangan masyarakat menengah keatas, melainkan banyak yang berasal dari masyarakat miskin. Menkes menyatakan bahwa sebanyak 7,8 juta perokok dari masyarakat miskin lebih memilih untuk membeli rokok di bandingkan bahan makanan sehat dan bergizi.Â
Hal ini tentu menjadi pengeluaran yang tidak berguna dan merugikan bagi mereka. Kehidupan perokok dengan penghasilan rendah tentu akan membuat taraf hidupnya semakin menurun. Dampaknya ialah angka kemiskinan dan kematian di Indonesia akan terus menerus naik. Demikian juga barang yang di kenakan bea cukai; seperti minuman keras, alkohol, rokok, dan banyak barang lain yang harus di kendalikan pemakaiannya dan yang akan menimbulkan dampak yang merugikan. Sebab dampaknya bukan hanya merusak organ, melainkan mempengaruhi aspek psikologis seseorang dengan menimbulkan kecanduan, kegelisahan, rasa cemas berlebihan, hingga depresi.
Oleh karena itu, jika pemerintah melegalkan kebijakan pemanfaatan bea cukai untuk biaya kesehatan, hal itu sama halnya dengan memberi dukungan dalam penggunaan rokok dan barang-barang terlarang lainnya, termasuk mendukung berkembangnya usaha-usaha pabrik rokok di Indonesia yang sangat berpengaruh pada perilaku hidup. Hal ini tentunya akan menyangkut kesehatan generasi yang akan datang.
Memang benar, salah satu cara yang digunakan pemerintah untuk mendukung penurunan prevalensi merokok adalah dengan menaikkan pajak rokok. Kementerian Keuangan juga sudah memutuskan untuk mengeluarkan aturan mengenai kenaikan taraf cukai hasil tembakai ini mulai 1 Januari 2023 yang tertuang dalam PMK Nomor 192/PMK.010/2022. Kebijakan ini sudah dilakukan setiap tahunnya, sehingga selalu ada peningkatan pajak rokok. Namun, berdasarkan hasil penelitian dari Wandita, kenaikan cukai rokok tidak terlalu berpengaruh terhadap menurunnya konsumsi rokok.
Sebagai konklusi, sudah selayaknya pemerintah mencari pemasukan bea/pajak dari hal-hal lain, yaitu produk-produk yang justru menunjang kesehatan masyarakat, atau melalui barang lain. Pemerintah juga bisa memberikan penyuluhan-penyuluhan terhadap masyarakat, terutama masyarakat miskin mengenai bahaya merokok. Pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang bahaya merokok ini diharapkan dapat menurunkan jumlah konsumsi rokok. Suatu penelitian juga menyarankan agar pemerintah membebankan cukai rokok kepada konsumen melalui pajak tidak langsung atau excise tax, perlahan mengurangi produksi rokok, dan menggantinya dengan inovasi baru yang lebih sehat dan bermanfaat.
Terimakasih sudah membaca!
Referensi:
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPE/article/view/16659/7953
https://jurnal.bppk.kemenkeu.go.id/jurnalbppk/article/view/78/27
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H