Mohon tunggu...
Alicia Princess Noviza
Alicia Princess Noviza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pecinta Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kearifan Lokal "Nalint Taunt" Suku Dayak Bentiant dari Sudut Pandang Pertanian Berkelanjutan

13 September 2024   12:59 Diperbarui: 14 September 2024   09:59 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Kampung Dilang Puti dulu tinggal di dalam Lou Atos atau rumah Panjang. Rumah tersebut didiami oleh beberapa keluarga yang hidup dari hasil pertanian. Mereka menanam padi di ladang yang berpindah-pindah. Selain berladang, beternak ayam atau babi, berburu di hutan, menangkap ikan di Sungai, menangkap burung, mengambil madu hutan di pohon benggeris serta mengambil buah-buahan di hutan. Nalint Taunt merupakan salah satu upacara adat yang ada di suku Dayak Bentiant yang ada di daerah Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. Upacara adat ini dilaksanakan untuk tujuan tertentu. Upacara ini pun tidak dilaksanakan setiap tahun namun disesuaikan keadaan berdasarkan kesepakatan daerah atau kampung.

Apabila hasil panen padi, sayuran, buah-buahan di hutan, madu, hasil buruan tidak melimpah pada tahun tersebut, maka perlu dilaksanakan Nalint Taunt berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat masyarakat yang dikepalai oleh Kepala Adat. Berdasarkan hasil mufakat, maka dengan sukarela Masyarakat menyumbang hasil ladang, ternak atau apapun yang dimiliki untuk menyukseskan upacara ini. Upacara ini akan diselengarakan selama 16 hari. Mulai dari hari pertama sampai hari ke-15 dilaksanakan ritual menyediakan sesajen untuk memberi makan para roh leluhur dan dibacakan mantera serta permohonan berkah dengan harapan hasil ladang, hasil hutan, air, madu melimpah di tahun yang akan datang.

Adapun sesajen yang disiapkan selama ritual itu adalah darah ayam, hati ayam dan jantung ayam, kue tumpi, bane (ketan), nasi putih, wajik, dan air. Sesajen ini disediakan selama 15 hari ke depan. Biasanya Hari pertama, keempat kedelapan, keduabelas masyarakat akan masak dan makan Bersama. Pada hari puncak acara yaitu hari ke-16, akan dikorbankan hewan yang lebih besar, bisa berupa babi, sapi, atau kerbau sesuai dengan kemampuan masyarakat setempat. Selama 16 hari ini Masyarakat bergotong royong dalam menyukseskan ritual ini sampai selesai.

Pemimpin ritual ini disebut Pemeliant atau dukun. Dia bertugas memimpin upacara adat, memanggil roh, memohon berkah dan menyampaikan mantera-mantera. Pemeliant dibantu oleh beberapa orang yang akan menyiapkan segala kelengkapan upacara beliant. Biasanya ada 3 Pemeliant. Mereka secara bergantian menyampaikan mantera dan petuah-petuah. Pada hari puncak, Pemeliant akan memanggil para roh untuk melakukan penyembelihan hewan kurban. Hewan yang dikurbankan ayam, babi, dan sapi atau kerbau. Untuk kurban biasanya tetap disesuaikan dengan kemampuan masyarakat setempat. 

Masing-masing Pemeliant akan menangani dan baca mantera pada masing-masing hewan kurban. Ritual kurban ini dilaksanakan sekitar jam 4 sore.  Darah, hati dan jantung tetap disisihkan sebagai persembahan kepada roh. Darah hewan tadi akan dioleskan ke pohon buah-buahan yang ada di sekitar kampung sebagai ungkapan bahwa tahun depan buah-buahan akan melimpah. Makanan sesajen dipercikan sebagai wujud memberi makan para roh. Hewan kurban tadi disisihkan untuk diberikan kepada tokoh-tokoh Masyarakat dan kepala adat. Selain itu dagingnya akan dimasak untuk dimakan bersama masyarakat pada waktu malam hari. Pada malam hari terakhir dilakukan ritual mengembalian roh-roh ke tempat asalnya dan sebagai tanda upacara adat selesai. Selama hari puncak, warga berpantang, yaitu tidak bepergian, tetap mengikuti upacara sampai selesai. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. (Sumber: Kepala Adat Kampung Dilang Puti)

Dari sudut pandang pertanian berkelanjutan berdasarkan upacara di atas, hubungan antara pertanian berkelanjutan dan praktik adat Nalint Taunt di Kampung Dilang Puti menggambarkan bagaimana komunitas tradisional berupaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan keberlanjutan sumber daya alam melalui ritual adat. Upacara Nalint Taunt, yang merupakan bagian dari budaya suku Dayak Bentiant di Kalimantan Timur, memfokuskan pada hubungan spiritual dan kesejahteraan komunitas dengan harapan hasil pertanian dan hasil hutan yang melimpah di masa depan. 

Hewan kurban seperti ayam, babi, dan kerbau disesuaikan dengan kemampuan masyarakat setempat dan ditangani secara hati-hati agar tidak ada yang terbuang. Darah dan organ tubuh hewan tersebut digunakan sebagai persembahan kepada makhluk halus, dan bagian tubuh hewan tersebut dibagikan secara bijak kepada masyarakat. . Dalam upacara tersebut, warga tetap berada di kampung sesuai dengan pantangan yang mencerminkan kewaspadaan dan tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan sosial dan spiritual. Dengan rutin melakukan ritual berdasarkan kesepakatan masyarakat dan kondisi tahun ini, masyarakat menunjukkan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan.

Secara keseluruhan, adat istiadat masyarakat Dayak Bentiant dengan upacara Nalint Taunt di  Kampung Dilang Puti menunjukkan bagaimana tradisi dan kepercayaan lokal berfungsi sebagai mekanisme untuk mendukung dan mendorong pertanian berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun