Mohon tunggu...
Supratman
Supratman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengungkap Misteri Kata "Wajib" di 412

3 Desember 2016   20:47 Diperbarui: 3 Desember 2016   22:54 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Niat partai pengusung Pemerintah akan melakukan Aksi Kebangsaan Indonesia pada hari Minggu (4/12) di arena Car Free Day (CFD) memunculkan pertanyaan. Kenapa agenda tersebut dilaksanakan pada lokasi yang diperuntukkan bagi orang berolahraga dan membawa nama partai?.

Bukankah Gubernur DKI Jakarta non aktif pernah mengatakan melarang kegiatan yang mempunyai unsur politik diadakan pada CFD. Kenapa sekarang secara terang-terangan partai politik menggunakan CFD menjadi tempat kegiatan, walaupun bertemakan kebangsaan, tapi diadakan oleh partai politik.

Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai membenarkan, partainya sudah mengedarkan surat agar para kader ambil bagian di kegiatan tersebut.

"Iya benar (ada Aksi Kebangsaan Indonesia). Itu kan dibikin oleh partai-partai pendukung pemerintah," ungkap Yorrys kepada Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (3/12/2016).

http://news.liputan6.com/read/2668509/golkar-kerahkan-120-ribu-kader-ikut-aksi-kebangsaan-minggu-besok

Banyak yang curiga jika aksi kebangsaan ini merupakan aksi tandingan aksi super damai 212, karena waktunya berdekatan dan melibatkan beberapa partai politik yang mendukung Ahok pada Pilkada DKI. Dalam aksi super damai, selain doa dan sholat Jumat, peserta aksi juga menyuarakan agar proses hukum di Indonesia ditegakkan.

img-20161203-075817-5842ccb93297735f09788636.jpg
img-20161203-075817-5842ccb93297735f09788636.jpg
http://up-islam.com/
http://up-islam.com/
Lalu ada muncul selebaran dikementerian-kementerian, yang seperti memaksa agar pegawainya hadir, karena dalam surat tersebut tertulis wajib hadir. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa  membantah mewajibkan para pegawai negeri sipil untuk menghadiri acara tersebut. "Atas dasar apa kami mewajibkan mereka untuk hadir," ujar dia balik bertanya.

Antara ucapan Menteri dengan surat yang beredar sangat bertolak belakang. Menteri bilang tidak mewajibkan, tapi dalam surat ada tulisan “Wajib Hadir”. Jika seandainya tidak hadir, apakah mereka tidak akan diberi sanksi?. Sanksi itu banyak, mulai dari teguran, pemecatan, atau paling halus tidak mendapat promosi jabatan. Dalam surat tersebut juga ada perbedaan, jika Khofifah mengatakan itu aksi kebangsaan tapi dalam surat tertulis aksi bhinneka tunggal ika.

Kementerian Perdagangan lebih bermain aman, mereka menyebutkan kegiatan olahraga bersama tapi mewajibkan PNS nya hadir dan minimal 10 orang untuk masing-masing unit eleson II. Olahraga kok diwajibkan pada hari libur dan tempatnya di area CFD.

Bersamaan dengan itu, muncul lagi selebaran tentang aksi yang juga diikuti oleh beberapa perusahaan, sebut saja Agung Sedayu Grub, Artha Graha, RS Siloam. Ada yang sangat mengena dipemberitahuan RS Siloam, Wajib Hadir Bagi Seluruh Karyawan.

www.yelp.com
www.yelp.com
Makna dari kata-kata yang muncul dari beberapa surat tersebut adalah memaksa untuk hadir. Jika kata wajib ada tentu akan membuat orang takut dan hadir, karena jika tidak maka akan mendapatkan sanksi.

Apa kepentingan dari perusahaan besar tersebut untuk harus begitu ngotot agar meramaikan acara ini?. Apa kepentingan mereka dengan acara yang diikuti oleh partai politik. Sampai harus memberikan kata wajib, dan memberikan kesan kalau mereka ingin aksi ini sangat ramai sekali.

Presiden Tidak Tahukah?

Lalu, apakah Presiden tidak mengetahui tentang hal ini?. Kalau ditanya pasti akan dijawab tidak tahu. Tapi jika melihat isi surat dari Kementerian Sosial, bahwa ini acara lintas kementerian maka tidak mungkin Presiden tidak tahu.

Terlalu berani kementerian mengeluarkan surat yang mengatasnamakan lintas kementerian tapi tidak izin ke Presiden. Terkecuali acara tersebut hanya pada kementerian masing-masing, mungkin masih bisa dimaklumi.

Lalu, jika Presiden mengetahui hal ini, kenapa membiarkan?. Bukankah ini akan memunculkan hal yang tidak bagus. Kenapa pelaksanaan begitu dekat dengan aksi 212 dan tidak diberi waktu jeda agar tidak terkesan aksi tandingan.

Jika Presiden tidak bersikap, akan muncul persepsi kalau Presiden membiarkan terjadinya persoalan baru. Pembiaran seperti itu akan mendegradasi kenegarawanan Presiden. Bukankah sangat gampang buat Presiden memerintahkan Menteri untuk mengundur waktu pelaksanaan, kenapa harus dibuat bertepatan dengan waktu aksi 212.

Disinilah Kenegarawanan Presiden diuji. Saat Jokowi hadir sholat Jumat di Monas, simpatik kepada Jokowi banyak muncul, akan hilang jika aksi yang ada kata wajib dari kementerian ini dibiarkan. Jokowi harus menjadi pihak yang meneduhkan, bukan membiarkan potensi yang makin besar muncul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun