Senin pagi
Semua siswa sudah dipulangkan karena keadaan gawat darurat di sekolah sejak tadi pagi setelah upacara bendera. Kepala sekolah telah memanggil beberapa kyai ulama untuk membersihkan sekolah dari arwah-arwah gentayangan yang merasuki tubuh siswa-siswi yang jiwanya kosong. Sebenarnya beberapa orang pintar sudah memberi persyaratan supaya arwah Kencana Ungu tidak mengganggu warga, namun entah mengapa kali ini Kencana Ungu benar-benar marah dan menganggu warga sekolah dengan membabi buta. Dalam satu hari ia bisa kembali beberapa kali dan membuat keributan karena beberapa siswi kesurupan.
"Ayolah, Kencana... kita tidak perlu menganggu mereka. Toh mereka semua sudah pulang." kali ini aku sengaja memeluk kencana lebih erat ketika kulihat gelagat ia akan kembali ke sekolah.
"Aku ada urusan dengan Jingga" matanya mendadak nanar.
"Hmm... baiklah, aku tidak akan menemuinya lagi. Jika ada yang mengganggumumu dengan sampah dan kotoran silahkan menemui bu guru Jingga sendiri, bagaimana?" Kencana tersenyum dan berjanji membuat kopi kesukaanku.
Kali ini aku berhasil meredam kecemburuan Kencana Ungu. Aku tidak tahu sampai kapan akan seperti ini. Kupendam keinginan untuk bertemu dengan bu guru Jingga sampai benar-benar aman dan kelihatannya bu guru Jingga rajin mengirimkan pesan-pesan melalui alunan doa-doa yang tidak begitu aku pahami.
"Itu adalah doa untuk membebaskanmu dari kesesatan. Bacalah setiap saat sampai Allah benar-benar mendengarkan doamu dan mengabulkan permintaanmu berkumpul dengan keluargamu yang sudah meninggal duluan." Senyum bu guru Jingga sangat damai dimataku setiap kami bertemu. Senyum itu bahkan lebih wangi dari secangkir kopi.
"Mungkinkah kita bertemu suatu saat nanti?" bu guru Jingga bahkan tidak pernah memandangku sebagai arwah penasaran. Ia justru membimbing bagaimana aku bisa meninggalkan dunia ini.
"Jika mas Joko mampu melewatinya, Insyaallah kita akan bertemu di surga. Berdoalah mas.. jangan pernah putus asa. Allah maha mengetahui dan menjadikan apapun yang ada di dunia ini, bahkan hal yang paling mustahil sekalipun bisa terjadi jika itu sudah dikehendaki" Ia tetap tersenyum meski saat itu kulihat bu guru Jingga sedikit merintih menahan sesuatu.
Setelah itu aku tidak pernah melihat bu guru Jingga memberi salam saat melewati pohon asam di halaman sekolah. Meski sesekali aku mendengar suara lembut seseorang membacakan doa yang sama seperti yang diajarkan bu guru Jingga kepadaku, namun aku tidak bisa menemukan si pembaca. Aku anggap suara dari surga yang membuatku ingin sekali bertemu wanita itu, meski untuk itu aku harus meninggalkan Kencana Ungu. Aku selalu mengingat pesannya dan selalu membaca doa itu secara diam-diam saat sendiri. Beberapa waktu kemudian aku mendengar ia telah meninggal dunia karena kanker otak yang di deritanya..... end.
*Mungkinkah mereka dipertemukan oleh kematian?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H