Mohon tunggu...
Ali Aulia
Ali Aulia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Asisten Penghulu

Saya hanya orang biasa, yg ingin berbagi ilmu di kompasiana...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Melodi Senja di Pinggir Pantai

30 Juni 2024   14:32 Diperbarui: 30 Juni 2024   14:35 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: bola.com

Langit sore dihiasi gradasi warna jingga dan ungu yang memukau. Angin sepoi-sepoi bertiup, membawa aroma laut yang khas. Di atas hamparan pasir putih, seorang gadis bernama Laras duduk termenung, pandangannya terpaku pada ombak yang berdebur memecah pantai.

Laras baru saja menyelesaikan kuliahnya dan kini dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit tentang masa depannya. Dia ingin mengejar mimpinya menjadi seorang penulis, namun keraguan menghantuinya. "Mungkinkah aku berhasil?" bisiknya dalam hati.

Sejak kecil, Laras memang gemar menulis. Dia suka menciptakan cerita-cerita fiksi yang penuh imajinasi. Kata-katanya bagaikan melodi yang mengalir, membawa pembacanya ke dunia lain. Namun, dia sadar bahwa menjadi penulis bukanlah jalan yang mudah.

Laras teringat perkataan orang tuanya yang ingin dia mendapatkan pekerjaan yang stabil dan menghasilkan banyak uang. "Mungkin mereka benar," pikirnya. "Mungkin aku harus melupakan mimpiku dan memilih jalan yang lebih realistis."

Namun, di sisi lain, Laras tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa menulis. Setiap kali dia menuangkan ide-idenya ke dalam kata-kata, dia merasakan kebahagiaan dan kepuasan yang tak ternilai. "Mungkinkah aku menemukan cara untuk menyeimbangkan mimpiku dengan kenyataan?" tanyanya pada diri sendiri.

Saat Laras masih tenggelam dalam lamunannya, tiba-tiba dia melihat seorang kakek tua duduk di dekatnya. Kakek itu memiliki wajah yang teduh dan mata yang penuh kebijaksanaan. Dia tersenyum ramah kepada Laras dan berkata, "Sedang memikirkan sesuatu yang berat, Nak?"

Laras ragu-ragu untuk menceritakan masalahnya, namun dia merasa ada aura positif yang terpancar dari kakek itu. Akhirnya, dia memberanikan diri untuk menceritakan keraguannya tentang masa depannya.

Kakek itu mendengarkan dengan seksama cerita Laras. Setelah selesai, dia berkata, "Setiap orang memiliki mimpinya sendiri, Nak. Yang terpenting adalah kamu berani untuk mengejarnya. Jangan biarkan keraguan orang lain menghentikan langkahmu."

Kata-kata kakek itu bagaikan penyemangat bagi Laras. Dia merasa seperti mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang selama ini menghantuinya. "Mungkin aku bisa," pikirnya. "Mungkin aku bisa mewujudkan mimpiku."

Laras tersenyum dan berterima kasih kepada kakek itu. Dia merasa lebih yakin tentang masa depannya. Dia tahu bahwa jalannya tidak akan mudah, namun dia siap untuk menghadapinya dengan penuh semangat.

Sejak saat itu, Laras semakin giat menulis. Dia mengikuti berbagai lomba menulis dan workshop untuk meningkatkan kemampuannya. Dia juga mulai mengirimkan karyanya ke penerbit-penerbit.

Perjalanan Laras untuk menjadi penulis tidak selalu mulus. Dia pernah mengalami penolakan, kritik pedas, dan keraguan dari orang-orang di sekitarnya. Namun, dia tidak pernah menyerah. Dia terus belajar dan berusaha, dan akhirnya dia berhasil menerbitkan novel pertamanya.

Novel Laras mendapat sambutan yang positif dari para pembaca. Dia mulai dikenal sebagai penulis muda yang berbakat. Dia diundang untuk mengikuti berbagai acara literasi dan bertemu dengan para penulis ternama.

Laras telah membuktikan bahwa mimpi bisa menjadi kenyataan. Meskipun dia pernah meragukan kemampuannya, dia tidak pernah berhenti berusaha. Dia terus berkarya dan menginspirasi orang lain untuk mengejar mimpi mereka.

Diiringi melodi senja di pinggir pantai, Laras terus menulis, menuangkan ide-idenya ke dalam kata-kata. Dia tahu bahwa masih banyak cerita yang ingin dia bagikan kepada dunia. Dia tahu bahwa jalannya akan terus berliku, namun dia yakin bahwa dia akan selalu menemukan jalannya.

"Mungkin," bisiknya dalam hati, "semua akan baik-baik saja."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun