BUMI SEDANG HANGAT, APA PANDANGAN Madzhab MODERAT DAN PROGRESIF
Pada bulan Agustus tahun 2021, ada sebuah Panel, para ilmuan iklim, di Perserikatan Bangsa Bangsa, yang secara tegas menyatakan, "Manusia telah menghangatkan Langit, Air dan Daratan Bumi".
Argumentasi di atas, tidak dibantah oleh kalangan moderat dan progresif, sehingga melahirkan Ijma di kalangan mereka, tentang betapa pentingnya fakta, bahwa, Bumi Sedang Hangat.
Saat ini, sedang ada pembahasan undang undang Infrastruktur, di Amerika, yang melahirkan dua aliran Madzhab, yakni Progresif dan Moderat.
Madzhab Progresif, berpendapat bahwa pembangunan infrastruktur, menghadirkan peningkatan kesejahteraan sosial dan membuat tagihan belanja infrastruktur yang ambisius, sementara madzhab moderat lebih memprotes taksasi harga yang ditimbulkan.
Namun pada dasarnya, perdebatan kedua madzhab di atas tidak dapat menafikan fakta bahwa polusi sebagai distingsi kausalitas bahkan factor supervene yang telah menyebabkan memanasnya planet ini. Bahkan terjadinya distingsi kausalitas ke bawah dengan subjek manusia yang memprakondisikan alam, sehingga menyebabkan ekosistem diambang kepunahan.
Karena, stratifikasi kenyataan: bahwa memang benar bumi sedang mengalami ancaman pemanasan, namun saat ini, bumi sedang hangat.
 Sejurus dengan itu, muncul pemikiran alternative yang menginginkan madzhab tengah, sebagai Jalan tengah, untuk mereduksi perdebatan dua madhab di atas. Akan tetapi justru tidak pernah ada jurus yang bisa menjadi juris jalan tengah, yang bisa menjadi jalur alternative bahwa ada dunia yang layak huni atau tidak layak huni.
Nah, selama ini narasi bahan bakar fosil, meliterasi pandangan dua madzhab ini sekaligus mengadu domba keduanya, untuk mengerucut membahasnya, sebagai substansi masalah karena tidak adanya energy bersih.
Pertarungan dua madzhab di atas, menimbulkan politik perubahan iklim yang seru. Sehingga nantinya, memunculkan dua variant Madzhab baru, di kalangan politisi iklim, yakni; Madzhab Sentris dan madzhab Moderat. Yang penulis tidak akan lebih jauh membabak beluri keduanya dalam tulisan ini.
Karena makruhnya, diadakan jalan tengah, ketika menyangkut iklim, maka di tengah perdebatan para madzhab, menyangkut masalah iklim, semestinya ada tindakan agresif, di dekade ini, oleh seluruh Negara industri dunia untuk mengoptimalkan energy bersih dan mengeleminir energy fosil.
Harusnya, dipepeti kesimpulan bahwa madzhab moderat dan progresif ketika menyangkut isu iklim, mereka mementaskan iklim, menjadi dua hal, yakni, antara; pemanasan yang menghancurkan dan pemanasan yang membawa bencana. Â
Ketika mengharapkan kondisi atau solusi kebijakan iklim yang bertumpu pada rasionalitas, maka sudah barang tentu, harus distratifikasi tingkat ambisi yang diperlukan untuk memecah masalah (solusi).
Sehingga pada tingkatan ambisi tertentu, di waktu yang tidak menentu ke depan, akan ada langkah nyata untuk menghabisi para pengusaha batubara dan energy fosil, karena menjadi terdakwa, lamanya waktu pendistribusian energy bersih, di dunia.
Wal hasil, perangkat retoris, yang menjadi alat retorika iklim, madzhab moderat adalah Undang-undang, yang sengaja menjadi factor Delusif terhadap Undang undang iklim.
Ada yang paling mungkin terjadi, ketika ada Undang undang yang menjadi factor Delusif, bagi undang undang iklim, yakni, para politisi, yang kadung mempunyai harapan di bisnis batubara dan energy fosil, dan para pemimpin Negara yang sengaja memperlambat transisi menuju energy bersih.
Sehingga kesamaan pendapat kedua madzhab di atas, jika dibeberkan, terjadi pada, realitas dan urgensi bahwa memang Bumi sedang hangat, namun keduanya kembali bergumul dalam perdebatan ketika menilik strategi terbaik untuk menghentikan proses pemanasan global.
Jakarta, 19 Oktober 2021
Penulis
Asghar Ali Tuhulele
Divisi Hukum dan Korwil Forum Komunikasi Generasi Muda Nahdlatul Ulama (FKGMNU)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H