Masih belum selesai, warga yang memasak menggunakan tumang tidak boleh memasukkan kayu dengan menggunakan kaki atau sekedar menendang kayu tersebut karena akan mengundang celaka bagi yang melakukan.Â
Percaya atau tidak hal tersebut sudah menjadi pamali bagi warga suku tengger. Mungkin hal ini sebagai penegasan bahwa tata krama sangatlah dijunjung tinggi.
Agak melenceng dari pembahasan hal-hal mistis tadi, rupanya tumang memiliki nilai filosofis yang tinggi bagi kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.
Tumang adalah simbol kerukunan karena dengan tumang suatu keluarga bisa berkumpul untuk menghangatkan tubuh bersama. Duduk mengitari tumang dan berbincang dengan ditemani 'wedang' teh, kopi, atau jahe sangat membuat suasana menjadi hangat. Hal ini yang jarang dimiliki oleh warga suku yang lain.Â
Bahkan tidak jarang tuan rumah mengajak tamu untuk turut menghangatkan tubuh dan menyantap makanan yang telah dihidangkan. Kerukunan antar sesama menjadi simbol penting dalam kehidupan manusia, khususnya kehidupan masyarakat tradisional yang notabene jauh dari hiruk pikuk kota.
Mungkin di perkotaan kita tidak akan menemui budaya yang seperti itu, begitu hangat dan rukun meskipun banyak nilai nilai mistis yang terkandung di dalam tumang.
Maka tidak mengherankan jika gunung bromo terus menjadi destinasi wisata top dunia, dimana keindahan alam khas pegunungan menjadi sangat manis ketika menyatu dengan budaya leluhur suku tengger yang sangat erat dengan nilai nilai kerukunan antar manusianya.
Eitss kalian udah pada kesini belom sih? Kalau belum, harus segera untuk membuat agenda berlibur ke Bromo yaaa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H