Mohon tunggu...
Ali Arief
Ali Arief Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Saya berasal dari Kota Medan...berkarya dan berkreativitas dibutuhkan kemauan dan keyakinan untuk tetap konsisten di jalur kejujuran dan kebenaran...tetap belajar memperbaiki diri...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Petarung Gelombang

20 September 2020   16:38 Diperbarui: 20 September 2020   18:44 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana di pagi ini terlihat sangat cerah sehingga membuat hatiku semakin gembira. Aku berjalan perlahan menyusuri tepi pantai sambil menikmati deburan ombak yang bekejar-kejaran. 

Di sekitar tepian pantai terlihat beberapa orang nelayan bertarung di atas perahu dengan gelombang air yang tinggi untuk menebarkan jala mengais rezeki di tengah lautan. Sejenak aku menghentikan langkah kakiku, menatap ke atas langit yang biru dengan warna air laut yang kontras.

"Maaf Pak, mau beli kue ini. Sejak tadi belum ada seorang pun membeli dagangan saya." Seorang anak nelayan mengejutkan lamunanku lalu menghampiri dan menawarkan kue yang dijualnya kepadaku. 

"Oh tidak apa-apa dik, berapa harga kue yang kamu jual ini?" Aku menanyakan kembali harga kue yang dijual anak nelayan tersebut. 

"Satu bungkus hanya 5 ribu rupiah saja, Pak." Jawab anak itu. Aku membeli tiga bungkus kue yang dijajakan anak tersebut. Di dalam benakku tersimpan beberapa pertanyaan berkaitan dengan keadaan keluarga nelayan yang berjuang di tengah lautan, dan berjuang di daratan.

Aku menatap nun di kejauhan rombongan nelayan yang ingin menambatkan perahu ke tepi pantai. Ada yang mengembangkan dan menarik jala secara berkelompok. "Satu...dua...tiga..." aba-aba yang diucapkan panglima atau pemimpin rombongan nelayan kepada kelompoknya untuk menarik jala yang ditebarkan. 

Dengan sekuat tenaga dan semangat para nelayan menarik jala hingga ke pinggir pantai. Satu per satu para nelayan mengumpulkan ikan yang tertangkap di dalam jala. Ada senyuman terlihat di wajah para nelayan, setelah mendapatkan ikan. 

"Alhamdulillah, hari ini ikan yang kita dapatkan lumayan banyak, semoga besok jaring dan jala kita kembali memperoleh ikan-ikan yang menambah rezeki keluarga kita di rumah." Ucap seorang nelayan kepada nelayan lainnya.

Aku mendekati kumpulan nelayan lainnya yang secara berkelompok menarik jala ke tepian pantai. Tampak dari wajah mereka terlihat lesu dan tidak semangat ketika hasil yang diperoleh kurang menggembirakan. 

"Kita harus tetap bersabar, walaupun hasil tangkapan hari ini sedikit. Mungkin hari -hari berikutnya, ikan-ikan itu akan menghampiri jaring dan jala kita." Mencoba menenangkan beberapa orang nelayan yang terlihat sedikit kecewa. Satu per satu nelayan tersebut pergi kembali ke rumah mereka masing-masing.

Pagi ini, aku melihat dua kelompok nelayan yang berbeda hasil tangkapan. Aku beranggapan apapun yang diterima para nelayan dari hasil tangkapan di lautan, mereka tetap mensyukurinya. Sebagai orang yang selalu hidup di atas gelombang lautan dan penuh dengan bahaya, para nelayan tersebut masih tetap bersyukur meskipun yang mereka peroleh dari lautan tidak menggembirakan hati. 

Selain itu, semangat kebersamaan yang ditunjukkan oleh para nelayan menggugah perasaanku tentang pentingnya kegotong-royongan. Para nelayan tersebut saling bahu membahu menarik jaring dan jala ke tepian pantai dengan satu tujuan untuk mendapatkan ikan.

Aku pun segera menepi menuju warung yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari bibir pantai. Aku memesan air kelapa muda dan sepiring rujak yang tersedia di warung tersebut. 

"Mbak, saya pesan satu buah kelapa muda dan rujak ya." Seorang pelayan warung pun dengan cekatan segera membuat makanan dan minuman yang kupesan. 

"Ini Kak, kelapa muda dan rujaknya." Pelayan warung itu pun meletakkan makanan dan minuman pesananku. Sambil mendengar suara deburan ombak dan merasakan hembusan angin, aku pun segera menikmati kelapa muda dan rujak yang terletak di depanku.

Tak terasa waktu terus berlalu, teriknya matahari seakan menambah suasana di pinggiran pantai semakin terlihat sepi. Air laut pun sedikit demi sedikit mulai surut dan terlihat di tepian pantai pasir putih terendam, tergulung ombak air laut. 

Aku menatap ke arah barat beberapa perahu nelayan mulai kembali ke lautan mencari keberuntungan, seakan ingin memperbaiki hasil tangkapan pagi tadi. Beberapa orang nelayan satu per satu menaiki perahu yang terhempas gelombang, tanpa ada rasa takut sedikit pun mereka menembus gelombang. Dengan penuh semangat serta keyakinan, para nelayan terus mempercepat laju perahu mengikuti arah angin menuju tengah lautan.

"Sungguh berani mereka menghadapi ganasnya air laut, tak sedikit pun rasa takut membias di wajah mereka. Demi keluarga, mereka bertarung di atas ganasnya gelombang lautan." Aku seakan terkejut mendengar suara yang tiba-tiba terdengar dari belakangku. 

"Ah, ternyata engkau Mirwan. Kok kamu tahu jika aku berada di warung ini." Aku pun menoleh ke arah suara tersebut, tidak kusangka jika Mirwan temanku semasa SMA datang dan mengejutkan diriku. 

"Ya, sejak dari tadi aku melihat dirimu dari pinggir warung sebelah. Kau begitu asyik mengamati para nelayan yang sedang menarik jaring dan jala tanpa beranjak sedikit pun, Arfan." Tegur Mirwan kepadaku.

"Di akhir pekan, aku sering mengisi waktu di pagi hari dengan menyusuri pantai dan melihat para nelayan menarik jaring dan jala hingga menuju tepian pantai. Aku sangat tertarik dengan perjuangan mereka menembus ketinggian gelombang air laut. Mereka seakan tiada rasa takut menghadapi maut. Demi keluarga, mereka pertaruhkan nyawa di balik tinggi gelombang." Ungkapku kepada Mirwan. 

"Memang, kita harus banyak belajar dari perjuangan para nelayan itu. Tidak semua usaha dan perjuangan yang mereka lakukan membuahkan hasil yang maksimal. Bahkan kemiskinan masih terus menghantui kehidupan mereka. Aku sangat salut melihat kegigihan para nelayan itu, seberat apapun yang mereka rasakan di tengah lautan, mereka tetap hadapi. Bahkan terhempas gelombang pun tetap bertahan hingga nyawa juga dipertaruhkan." Mirwan memberikan tanggapannya terhadap ucapanku.

Aku dan Mirwan pun berbincang-bincang dengan penuh keakraban. Mengingat sudah hampir 7 tahun kami tidak bertemu. Kenangan yang takkan terlupakan seakan mewarnai hari-hariku, sesaat bertemu dengan Mirwan di sebuah warung di dekat tepi pantai. 

Senyum, tawa dan canda terus terpancar di wajah kami berdua, di tengah suara deburan ombak yang  seakan menyiratkan kabar para nelayan yang mencari peruntungan di tingginya gelombang lautan. Semangat dan perjuangan para nelayan akan menjadi kekuatan bagi keluarga mereka, sehingga senantiasa mensyukuri pemberian Tuhan akan sumber alam yang sangat besar di dalam lautan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun