Sepekan sudah pencarian jenazah anakku, Salim belum ditemukan. Tim SAR berusaha maksimal untuk segera menemukan jenazahnya. Salim, anak yang sangat kusayang pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya. Perih terasa jiwa ini, mengingat pesan yang muncul dari ucapannya, bahwa ia ingin pergi dan tak akan kembali lagi.
Aku berdiri hingga larut malam di tepian pantai. Aku harus tetap tegar walaupun sebenarnya hatiku hancur berkeping-keping. "Salim, anakku yang tersayang di mana engkau kini berada", jerit hati ini tak mampu untuk berkata. Lelah tubuhku tak lagi kurasakan. Aku berharap keajaiban akan muncul, aku merasa anakku masih hidup.
Walaupun secara logika, Salim anak kesayanganku tidak mungkin hidup kembali, namun perasaan seorang ibu yang telah kehilangan anak terus menghantui pikiranku. Air mataku tertumpah saat itu, Tim SAR telah menemukan jasad Salim yang terbujur kaku. "Ya Allah, begitu bersyukurnya hamba dapat dipertemukan kembali dengan anakku untuk terakhir kalinya".
Berawal dari pagi itu, seperti biasa anakku Salim akan berangkat ke sekolah. Tidak seperti hari-hari biasanya, ia meminta izin pamit berangkat ke sekolah dengan mencium tanganku dan kedua kakaknya. Mungkinkah itu pertanda, anakku Salim akan meninggalkan keluarganya. Senyum yang tersirat di wajah Salim, merupakan senyum terakhir yang tersimpan diingatanku.
Salim, anak bungsuku merupakan anak yang patuh dan tidak pernah berbuat masalah di dalam keluarga. Ia selalu membantu keluarga setelah pulang sekolah. Ia tetap mendahulukan pekerjaan di rumah dibandingkan bermain dengan teman-teman sebayanya. Ia juga senantiasa mengaji selesai menunaikan shalat fardhu magrib. Kesehariannya tidak terlepas dari rumah, sawah, dan sekolah.
Sejak ayahnya meninggal dunia, kesedihan diraut wajah Salim sangat terlihat begitu jelas. Ia terkadang sering terlihat murung dan menyendiri. Ia begitu sangat kehilangan akan sosok seorang ayah. Ayahnya begitu menyayanginya sehingga setiap berangkat ke sekolah selalu diantar sampai di depan pintu pagar.Â
Di sekolah, Salim dikenal sebagai anak pendiam. Ia tidak pernah melakukan kesalahan ataupun tindakan yang dapat menjadi penyebab pemanggilan orangtua ke sekolah. Sebagai orangtua tunggal, aku harus menjadi pelindung sekaligus tulang punggung untuk ketiga anakku. Walaupun sangat berat harus kupikul beban hidup ini, aku masih senantiasa bersyukur akan karunia yang diberikan Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sebelum kejadian tragis itu, Salim terlihat bercanda bersama tiga orang sahabatnya. Mereka sepakat untuk bermain ke pantai sepulang sekolah. Namun, teman-temannya merasakan ada hal yang sedikit aneh dari Salim. Ia ingin secepatnya sampai ke kawasan pantai.Â
Setibanya di pantai, Salim pun segera menceburkan dirinya ke pinggir laut. Terlihat wajahnya begitu bahagia. Ia mencoba untuk mengikuti arah gelombang air laut. Sekitar sepuluh menit Salim bermain dengan tingginya gelombang laut lalu sejenak beristirahat di pinggir pantai. Ia sedikit mengeluhkan suhu tubuhnya yang panas dan ingin kembali menuju tingginya gelombang air laut.
Di saat sedang berenang, teman-temannya mengingatkan agar Salim tidak kembali ke tengah laut. Ia pun melompat dan terbawa tingginya ombak air laut yang saat itu sedang pasang. Salim melambai-lambaikan tangannya saat ombak air laut menggulung tubuhnya hilang dari penglihatan teman-temannya. Tampak kecemasan dan rasa takut terlihat dari wajah teman-temannya ketika Salim hilang bersama tingginya gelombang laut.
Sedih bercampur dengan perasaan takut, teman-teman Salim meminta pertolongan kepada TIM SAR dan penjaga pantai untuk mencari Salim yang tenggelam dan hilang ditelan gelombang. Kabar tenggelamnya Salim sampai ke telingaku. Aku sangat terkejut saat mendengar berita tersebut. Aku terkulai lemas dan tak sanggup untuk berdiri. Aku seperti tidak percaya, apakah berita yang kuterima benar adanya.