Probolinggo - Seekor anak buaya muara yang ditemukan di Sungai Rondoningo, Jumat dini hari (28/12), berhasil ditangkap oleh tiga warga Asembagus, yakni Rivaldi, Samsul Arif, dan Kiki. Penangkapan buaya tersebut sempat menghebohkan masyarakat sekitar, sebelum akhirnya diserahkan ke Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Wilayah Kerja Jawa Timur, Satker Banyuwangi.
Kejadian ini bermula saat Samsul Arif sedang memeriksa jebakan kepiting di Sungai Rondoningo. Samsul menceritakan detik-detik penemuan buaya tersebut. "Awalnya, saya lihat airnya diam saja. Pas saya angkat jebakan pakai senter, tiba-tiba kelihatan ada buaya. Saya kira awalnya biawak, tapi pas saya dekati, ternyata buaya," ujar Samsul.
Samsul mengaku langsung berlari mencari bantuan teman-temannya. "Saya telepon teman, orang Sumbawa, buat bantu. Tapi, dia juga bingung dan takut. Akhirnya, kami terpaksa bertiga menangkapnya pelan-pelan sampai jam 03.00 pagi," ungkapnya.
Setelah berhasil menangkap buaya tersebut, Samsul dan warga lainnya memilih menyerahkannya kepada pihak berwenang. "Kami khawatir ada buaya lain di sungai ini, apalagi saya bekerja di sekitar air. Jadi, saya merasa was-was kalau tidak segera ditangani," tambahnya.
Buaya muara itu kini berada di bawah pengawasan pihak BPSPL untuk penanganan lebih lanjut. Langkah rehabilitasi dan edukasi masyarakat mengenai satwa dilindungi telah menjadi fokus utama pihak terkait.
Dewi Retno Ningrum, Koordinator BPSPL Denpasar Wilker Jatim Satker Banyuwangi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari warga setempat dan instansi terkait. "Alhamdulillah, laporan dari warga sudah masuk, dan kami mengapresiasi respons cepat mereka," ujar Dewi pada Senin (30/12).
Proses Evakuasi dan Rencana Selanjutnya
Dewi menjelaskan, buaya tersebut akan direhabilitasi di sebuah fun park di Malang. "Tahun depan, kami akan fokus pada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya tentang habitat satwa dilindungi, seperti buaya muara," tambahnya.
Rencana edukasi meliputi pemasangan papan imbauan dan poster di sekitar area rawan. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan survei habitat buaya untuk menentukan langkah penanganan yang lebih terarah.
"Kami akan memberikan pemahaman tentang pentingnya melindungi satwa-satwa dilindungi, seperti buaya dan hiu pari. Ini sesuai aturan yang telah ditetapkan," jelas Dewi.
Dewi juga menegaskan pentingnya SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam menghadapi kasus seperti ini. "Warga harus tahu apa yang harus dilakukan saat bertemu buaya atau satwa dilindungi lainnya. Kami akan siapkan juknis (petunjuk teknis) dan SOP untuk memastikan penanganan yang tepat," ujarnya.
Menurut Dewi, masyarakat Asembagus telah menunjukkan kesadaran tinggi dengan melaporkan keberadaan buaya. Ke depan, pihaknya berharap edukasi ini dapat meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan masyarakat terhadap keberadaan satwa liar di wilayah mereka.
Sementara itu, langkah-langkah seperti rehabilitasi buaya di Malang dan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup terus berjalan. "Kami baru menerima limpahan tugas ini dari kementerian, jadi prosesnya masih berjalan. Mudah-mudahan semuanya bisa terlaksana dengan baik," tutup Dewi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H