Mohon tunggu...
Jhon Qudsi
Jhon Qudsi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Media Sosial

Eksistensi suatu peradaban di bentuk oleh tulisan yang melahirkan berbagai karya i buku

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Di Antara Sunyi dan Gelisah, Membaca Pagi Karya Puisi Itha Abimanyu

12 Agustus 2024   13:40 Diperbarui: 12 Agustus 2024   13:58 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar lukisan karya Birto 

Puisi "Pagi dengan Kegelisahannya" karya Itha Abimanyu adalah sebuah karya yang menggambarkan suasana pagi yang penuh dengan kerinduan, kegelisahan, dan emosi mendalam. Melalui pilihan kata, struktur kalimat, dan penggunaan metafora yang cermat, puisi ini menyajikan gambaran perasaan yang kompleks namun intens. Dalam analisis ini, kita akan membahas bagaimana elemen-elemen linguistik digunakan untuk menciptakan makna dan efek emosional dalam puisi tersebut.

Pilihan Kata dan Diksi

Pilihan kata dalam puisi ini sangat efektif dalam menggambarkan suasana yang penuh kegelisahan. Kata "nyeri," "gigil," "isak tangis," dan "kelukaan" digunakan untuk membangun suasana yang melankolis dan mendalam. "Nyeri" di sini bukan hanya nyeri fisik, melainkan sebuah metafora untuk menggambarkan perasaan sakit hati atau kerinduan yang begitu dalam. Kata "gigil" mempertegas perasaan kerinduan yang hampir beku, menggambarkan emosi yang tertahan atau tidak tersampaikan.

Diksi "kegelisahan terpanjang" dan "mata seseorang" dalam bait pertama memperlihatkan perasaan yang terfokus pada individu, menggambarkan kegelisahan yang mendalam dan terus-menerus. Penggunaan kata-kata ini mencerminkan betapa kuatnya emosi yang dirasakan oleh subjek dalam puisi ini.

Di bait kedua, kata-kata seperti "riang," "penolakan," dan "kecemasan" menunjukkan pergeseran emosi dari kegelisahan menuju suatu resolusi atau penerimaan. Namun, diksi yang digunakan untuk menggambarkan transisi ini tetap mempertahankan nada melankolis, terutama dengan adanya kata "kecemasan" dan "hangat" yang mencerminkan kehangatan yang menyelimuti atau menutupi kecemasan yang ada.

Struktur Sintaksis

Struktur sintaksis puisi ini cukup dinamis, dengan penggunaan kalimat yang berirama namun memiliki nuansa patah-patah yang menggambarkan ketegangan emosional. Kalimat-kalimat dalam puisi ini terjalin secara paralel, terutama dalam bait pertama, yang dimulai dengan frasa "Pagi yang sunyi adalah sebait nyeri" dan "Dengan kegelisahan terpanjang." Penggunaan struktur paralel ini menciptakan kesan alur yang tertahan, seakan-akan perasaan yang ada tidak dapat sepenuhnya terungkap.

Kalimat-kalimat dalam bait kedua lebih mendatar dan lebih tenang, mencerminkan pergeseran dari kegelisahan menuju penerimaan. Struktur sintaksis yang lebih stabil ini menunjukkan bahwa meskipun ada penolakan atas kecemasan, ada juga upaya untuk menerima dan merangkum "riuh demi segala hangat." Ini menandakan bahwa subjek puisi telah mencapai semacam resolusi emosional.

Penggunaan Metafora

Metafora dalam puisi ini sangat kuat dan berfungsi untuk memperdalam makna emosional dari teks. Misalnya, "Pagi yang sunyi adalah sebait nyeri" adalah metafora yang menghubungkan suasana pagi yang tenang dengan rasa sakit yang dirasakan oleh subjek. Sunyi dan nyeri, yang biasanya tidak dikaitkan satu sama lain, disatukan dalam puisi ini untuk menggambarkan perasaan sepi dan hampa yang penuh dengan kerinduan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun