Mohon tunggu...
Jhon Qudsi
Jhon Qudsi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Media Sosial

Eksistensi suatu peradaban di bentuk oleh tulisan yang melahirkan berbagai karya i buku

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bahagia dan Derita

18 Mei 2024   19:01 Diperbarui: 18 Mei 2024   19:09 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan adalah pilihan, bukan dipilih. Hidup adalah anugerah dari Tuhan, tetapi hidup kadang penuh pertanyaan ketika dihadapkan pada kebimbangan antara kebahagiaan dan penderitaan.


Hidup bukan hanya soal kita dengan Tuhan, tapi juga tentang bagaimana kita menemukan kebaikan dalam menjalani hubungan persaudaraan.

Kehidupan tidak bisa lepas dari kebahagiaan dan penderitaan. Kadang kala, bahagia dan penderitaan ini menjadi pertanyaan besar. Apakah ketika kita bahagia itu anugerah dari Tuhan atau sebuah kutukan yang mungkin banyak orang tidak sadar? Begitu pula dengan penderitaan; mereka mengakui bahwa itu adalah hukuman dari Tuhan.

Padahal, skenario Tuhan itu lebih baik daripada skenario kita sebagai makhluk yang diciptakan. Bisa jadi, ketika kebahagiaan datang, itu menjadi ujian iman. Dan bisa jadi, ketika penderitaan datang, itu sebenarnya kebahagiaan yang ditutupi tabir kepalsuan.

Sebenarnya, masalah ini membuat semua orang skeptis terhadap keadilan Tuhan, karena kebahagiaan dan penderitaan kadang salah sasaran. Ketika orang menanggung beban penderitaan, bukan malah kebahagiaan yang datang, namun penderitaan yang bertubi-tubi selalu menghajar. Begitu pula dengan orang yang bahagia; mereka jarang merasakan penderitaan, adanya kenyamanan dan ketenteraman yang selalu menjadi ganjaran.

Namun, kita semua juga harus sadar bahwa Tuhan tidak pernah menguji ciptaan-Nya melebihi kemampuannya. Ada satu kutipan yang disampaikan oleh filsuf Prancis, Ren Descartes, yang terkenal dengan skeptisisme dan teorinya (cogito ergo sum), "Aku berpikir maka aku ada." 

Maksud dari kutipan itu adalah, sebelum kita membenarkan hal-hal yang terjadi kepada kita, baik itu kebahagiaan maupun penderitaan, kita harus berpikir terlebih dahulu. Bisa jadi, antara bahagia dan penderitaan itu hanya sebuah permainan dari Tuhan untuk memperkuat iman dan takwa kita kepada Penguasa seluruh alam (Tuhan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun