Mohon tunggu...
Alia Noor Anoviar Via
Alia Noor Anoviar Via Mohon Tunggu... -

Saya merupakan staff penerbitan di BOE FE-UI, sebelumnya saya aktif dalam Ekstrakuler Jurnalistik di SMA sebagai ketua umum. Saya ingin selalu bisa menulis, menyumbangkan pikiran dalam barisan kata, memberikan sesuatu yang bermanfaat selama saya bisa melakukannya. Suatu saat nanti, saya ingin menjadi jurnalis handal yang dikenal orang selalu menulis tentang kebenaran :)

Selanjutnya

Tutup

Money

Esai Ekonomi Syariah

12 Maret 2011   11:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:51 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jaminan dari pasangannya, kelompok, dan etika islam.

Program pengembangan sosial

Sekuler, etika, dan sosial.

Keagamaan, etika, dan sosial.

Penulis pada tahun 2008 mengadakan riset mengenai “Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Mengurangi Angka Kemiskinan di Indonesia”. Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilaksanakan pada 100 nasabah LKM BRI Unit Jenggawah, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember secara acak menunjukkan bahwa peranan BRI sebagai LKM cukup efektif dalam upaya mengurangi angka kemiskinan di wilayah Jenggawah yang merupakan daerah sampel. Hal ini terbukti dengan meningkatnya pendapatan nasabah, adanya pendapatan yang dapat disisihkan untuk ditabung, dan terciptanya lapangan kerja baru.[9] Namun hasil penelitian tersebut juga mengindikasikan adanya kekurangan dari LKM Konvensional (LKMK), yaitu masih adanya kredit macet karena peminjam dana tidak memiliki kesadaran dalam pengembalian dana dimana dana yang seharusnya ditujukan untuk kegiatan produktif dialihkan menjadi kegiatan konsumsi artinya pengawasan dari pemberi pinjaman kurang ketat. Selain itu, masih banyak dari masyarakat di lokasi penelitian yang meminjam dana dari renternair, umumnya masyarakat kategori sangat miskin. Sistem bunga yang diberlakukan atas peminjaman wirausaha mikro kepada LKMK ternyata cukup memberatkan karena terdapat probabilitas usaha mikro yang didirikan tidak mampu bertahan dan mengalami kebangkrutan sehingga mereka tidak hanya terbatas dalam kemampuan pengembalian dana pinjaman, tetapi juga tidak mampu mengembalikan bunga atas pinjaman.

Persoalan-persoalan yang telah dijelaskan mengindikasikan bahwa para wirausaha mikro terutama dari kalangan masyarakat sangat miskin memiliki keterbatasan dalam mendapatkan akses modal dari LKM Konvensional. Dilema ini menjadi potensi untuk mengoptimalisasi peran LKMS sebagai alternatif sumber pendanaan untuk menggerakkan sektor riil di Indonesia. Tabel 1 menjelaskan beberapa perbedaan LKMK dan LKMS dengan jelas. Beberapa hal sebagaimana yang telah diungkap berdasarkan penelitian penulis (2008) akan diperbandingkan jika sarana pembiayaan yang digunakan para wirausaha mikro tersebut adalah LKMS.

1.Kredit macet dapat diawasi dengan pendampingan kepada wirausaha mikro sehingga tidak mengalami kegagalan dan perlu dibentuk kesadaran secara spiritual untuk mengembalikan pinjaman yang diterima dari LKMS. Pendampingan juga memperkecil probabilitas penyalahgunaan dana pinjaman, meskipun tidak dapat dielakkan.

2.Masyarakat yang masih meminjam pada renternair padahal pada lokasi tersebut terdapat LKMK, alasannya adalah tidak memiliki agunan atau tidak memenuhi persyaratan peminjaman padahal usaha mereka produktif, terutama masyarakat kategori sangat miskin. Sasaran pembiayaan dari LKMS adalah masyarakat sangat miskin dan miskin sehingga jika peran LKMS dalam diperluas dan dioptimalisasi maka akan mampu memberdayakan usaha mikro secara luas.

3.Saat para wirausaha mikro mengalami kebangkrutan maka tetap berkewajiban mengembalikan pinjaman beserta bunga pada LKMK. Jadi dapat diistilahkan sudah jatuh tertimpa tangga. Sementara pada LKMS, dilakukan pembimbingan terhadap usaha mikro tersebut selama berjalan, sebagaimana yang dilakukan pada BMT Halal Bank pimpinan Hendro Wibowo, dengan sistem bagi hasil sehingga saat mengalami kebangkrutan hanya mengembalikan dana pokok.

Peran sentral LKMS dalam pemberdayaan usaha mikro dapat dikatakan semakin penting. Hendro Wibowo (2011) mengungkapkan bahwa usaha mikro saat ini mencapai 99,9 % dari total UMKM secara keseluruhan sehingga memiliki potensi untuk berkembang pesat. Meskipun sumbangan dari usaha mikro jauh lebih kecil dibandingkan usaha kecil, menengah, dan besar, keberadaan usaha mikro dapat menjadi penggerak masyarakat sangat miskin dan miskin. Usaha mikro akan membuka lapangan kerja bagi pengangguran sehingga mengurangi masalah sosial yang ada saat ini. BMT Halal Bank yang didirikan Hendro dan kawan-kawan mengalami peningkatan pesat dimana awalnya bermodal aset jutaan rupiah menjadi 50 Miliar di tahun 2011 dimana telah membantu berbagai usaha mikro dengan konsep syariah. Efek dari peminjaman dana bagai usaha mikro tidak hanya mampu mengembangkan usaha mikro yang dibimbing, namun juga mampu mengembangkan BMT Halal Bank.

Keberadaan LKMS sebagai alternatif pendanaan penggerak sektor riil di Indonesia yang jelas memiliki kontribusi positif ternyata tidak terlepas dari berbagai hambatan terutama terkait resiko yang dihadapi. Hendro Wibowo (2011) menjelaskan bahwa LKMS tidak memiliki payung hukum dalam artian Undang-Undang LKMS dan keterbatasan modal dalam penyaluran dana bagi usaha mikro. Muchamad Setiawan (2010) menjelaskan resiko yang dihadapi LKMS sama dengan resiko yang dihadapi perbankan, meskipun LKMS merupakan lembaga keuangan bukan bank.Resiko terbesar yang dihadapi LKMS adalah resiko kredit karena peminjam juga berasal dari masyarakat sangat miskin yang memiliki berbagai keterbatasan pengelolaan usaha.

Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengoptimalisasi peran LKMS dalam pengembangan usaha mikro guna mengurangi angka kemiskinan di Indonesia, yaitu :

1.Pertama, mengenai potensi resiko maka LKMS harus membuat manajemen resiko LKMS sehingga dapat meminimalisasi kemungkinan resiko yang terjadi, terutama resiko kredit.

2.Kedua, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang digalakkan oleh pemerintah mengalami selisih dana sebesar Rp 3,8 triliun, dana yang awalnya hendak disalurkan adalah Rp 18 triliun dan hanya disalurkan Rp 14,2 triliun (2010). Pemerintah hendaknya menggandeng LKMS untuk menyalurkan KUR sehingga bisa tepat sasaran terutama menggerakkan masyarakat sangat miskin dan masyarakat miskin di Indonesia agar produktif. Masyarakat tersebut tentu juga memiliki potensi sehingga perlu dilakukan bedah potensi masyarakat miskin dan sangat miskin untuk meningkatkan kesejahteraan. Pelatihan, pemberian modal, dan sosialisasi harus dilaksanakan secara berkelanjutan. Bila memungkinkan, di setiap desa ditugaskan seorang konsultan untuk memberi pengarahan pada mereka dalam melaksanakan kegiatan usaha mikro yang dimiliki. Dengan dukungan permodalan dari pemerintah, LKMS tidak akan kesulitan mencari dana untuk disalurkan sebagai modal usaha.

3.Ketiga, terkait dengan tidak adanya payung hukum bagi LKMS maka perlu dibentuk Undang-Undang LKMS. Hal ini dimaksud untuk menjamin keberadaan LKMS dapat terjamin secara legal dan dipercaya oleh investor untuk menyimpan dana sehingga bisa disalurkan untuk menggerakkan sektor riil melalui peran aktif masyarakat miskin dan sangat miskin dengan membangun usaha dan mendapat kepercayaan dari masyarakat secara umum.

Melalui solusi yang ditawarkan atas permasalahan yang terjadi terkait LKMS di Indonesia, penulis mengharapkan LKMS dapat mengoptimalkan perannya dalam pemberdayaan usaha mikro sehingga mampu mencapai tujuan utama, yaitu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

III.Kesimpulan dan Saran

Kemiskinan merupakan isu sentral yang kronis dan harus cepat diatasi dengan strategi yang tepat untuk memutuskan mata rantai kemiskinan di Indonesia. Terutama fokus pada pemberdayaan usaha mikro dengan efektif. Pelibatan LKMS sebagai sumber mitra pemerintah dalam penyalur modal terhadap masyarakat sangat miskin dan masyarakat miskin dapat menunjang keberhasilan dalam memutuskan mata rantai kemiskinan di Indonesia. Alternatif solusi dalam esai ekonomi syariah yang diajukan oleh penulis, mencoba menjawab berbagai persooalan yang menempa keberadaan LKMS. Peran aktif pemerintah dan masyarakat dalam mendukung optimalisasi peran LKMS dalam memberdayakan usaha mikro sangat dibutuhkan untuk terealisasinya Indonesia bebas dari kemiskinan.

[1]Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?p=369886955

[2] Rafiqoh Rokhim, SE, SIP, DEA, Ph.D dalam Kelas Pasar dan Lembaga Keuangan (PLK), Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2011.

[3] Sumber : http://matanews.com/2010/02/28/dana-pnpm-bojonegoro-565-miliar/

[4] Sumber : http://www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=155&Itemid=66&lang=in

[5] Diskusi dengan topik “Ekonomi Islam Solusi Membangun Peradaban” di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 9 Maret 2011.

[6] Sumber : Widyawan, Luluk. 20 Oktober, 2006. MemberdayakanMasyarakat denganKredit Mikro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun