Mohon tunggu...
Alia Noor Anoviar Via
Alia Noor Anoviar Via Mohon Tunggu... -

Saya merupakan staff penerbitan di BOE FE-UI, sebelumnya saya aktif dalam Ekstrakuler Jurnalistik di SMA sebagai ketua umum. Saya ingin selalu bisa menulis, menyumbangkan pikiran dalam barisan kata, memberikan sesuatu yang bermanfaat selama saya bisa melakukannya. Suatu saat nanti, saya ingin menjadi jurnalis handal yang dikenal orang selalu menulis tentang kebenaran :)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Igauan: Curahan Hati Sang Presiden

17 September 2010   09:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:10 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku hanya bisa menyaksikan lika-liku kepemimpinan presiden di negeriku. Bagaimana awalnya beliau dipuja hingga kini dicaci seolah tak ada harganya. Ketegasan yang ditunjukkannya dalam berbagai kesempatan, termasuk pengusutan kasus-kasus korupsi sampai menyangkut nama besannya, namun dia terlihat tidak gentar menindak dan meminta aparat bekerja dengan jurdil. Hingga akhirnya pada titik dimana rakyat melihat kinerja sang presiden semakin menurun dan menyurutnya ketegasan yang dulu pernah diteladankan.

Ini menjadi salah satu bukti bagaimana kejayaan tidak akan pernah abadi, selalu berganti, dan tentunya diinginkan oleh berbagai kalangan sehingga mereka selalu mencari celah untuk merebutnya. Roda itu selalu berputar, kadang berada di atas dan kadang berada di bawah. Mungkin seperti itulah gambaran perjalanan yang ditempuhnya sebagai presiden di negeri yang sebenarnya sangat kaya ini.

“Dulu kami memilihnya atas dasar kepercayaan. Namun kini, kepercayaan itu telah pudar. Kami pun berkoar-koar menuntutnya untuk lengser jabatan. Dan taukah kalian apa yang dilakukannya? Dia bernyanyi menyuarakan gelisah diri. Berusaha mengetuk kembali pintu hati kami yang telah dibelenggu dengan kekecewaan.”

Penulisan kata-kata ‘Jujur, Adil, dan Tegas’ di atas atap gedung kura-kura anggota legislatif, akhir Juli 2010, oleh seorang aktor kawakan merupakan salah satu bukti bagaimana rakyat di negaraku mengalami kekecewaan pada pemimpinnya. “Saya kecewa karena dia (presiden) tidak bisa diandalkan lagi. Ia lebih banyak diam melihat persoalan di negara ini,” begitu ucap sang pelaku. Lebih ironi lagi, pelaku mengaku merasa bersalah karena menjadi juru kampanye sang presiden pada Pemilu 2004 lalu. Entah mengapa sikap seperti itu ditunjukkannya, murni karena merasa kecewa dengan polah kepemimpinan pemimpin yang sempat didukungnya atau karena dia tidak mendapatkan apa yang diharapkan setelah menjadi jurkam.

Seperti yang kita ketahui, baru-baru ini terjadi persitegangan antara negeriku dengan negeri tetangga, hingga kembali memunculkan kesangsian rakyat terhadap ketegasan pemimpinnya. Pernyataan tersebut datang dari salah satu anggota legislatif yang berbunyi, “Saya baru dapat informasi mengenai presiden yang mengirimkan surat ke pemerintah negeri seberang, terkait pernyataan mereka yang berang dengan negeri kami. Saya tidak tahu apa isi surat itu, semoga itu nota protes. Kalau memang presiden mengirimkan surat nota protes maka seluruh rakyat akan berterima kasih, namun kalau tidak artinya semakin mempertegas kalau sikap pemerintah sangat lembek dalam menyikapi permasalahan ini.”

Sebegitu tidak percayakah rakyat kini dengan pemimpinnya? Atau kepercayaan itu semakin lama semakin tergerus akibat ketidakpastian yang disuguhkan presiden kepada rakyatnya? Kini bahkan rakyat mulai menyebut presidennya ‘lembek’ secara terang-terangan di berbagai media massa. Komentar salah seorang rakyat yang nelangsa melihat kondisi negerinya, di salah satu situs internet, Presiden terbukti orangnya lembek. Mereka aja terus ngeledek. Laut Ambalat mereka mau pasang gedhek. Peta RI dibiarkan dirobek-robek.”

Kekecewaan tidak hanya datang dari satu bagian rakyat, mayoritas dari mereka kini mulai berteriak. Menuntut janji-janji manis yang sempat terucap dan belum terjamah. Memohon realisasi dari berbagai rencana yang tersusun rapi di hadapan rakyat dahulu kala. Rakyat pun semakin kecewa, saat presiden mulai sering menorehkan kata-kata yang mereka anggap tidak penting. Berbagai kalangan menyebutnya sebagai ‘Diary Sang Presiden’ dimana malah terkesan sesuai dengan pribahasa ‘mencoreng arang di muka sendiri’.

Masih ingatkah kalian dengan pengeboman Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton pada tahun 2009 di Mega Kuningan? Presiden berkesiap membuka suara di depan umum, lalu menunjukkan secara demonstratif bukti foto-foto yang mengindikasikan teror tersebut sebenarnya mengarah pada aksi pembunuhan pada dirinya. Muncullah kalimat-kalimat dari sang presiden yang memunculkan kegelisahan mengenai keberadaan drakula politik, lalu juga pemain-pemain pemilu 2009 yang tidak puas akan kemenangannya hingga dikukuhkan sebagai presiden. Namun, elemen-elemen radikal seperti yang diduga presidenku itu memang sampai saat ini tidak terbukti keberadaannya hingga saat ini.

Curahan hati sang presiden acap kali terdengar. Salah satu pernyataannya, "Ada yang membawa kerbau, Presiden badannya besar, malas dan bodoh seperti kerbau, dibawa itu, apa ya itu unjuk rasa sebagai ekspresi kebebasan, lantas foto diinjak-injak, dibakar-bakar di mana-mana di daerah, silakan dibahas dengan pikiran yang jernih, menyelamatkan demokrasi kita, menyelamatkan budaya kita, menyelamatkan peradaban bangsa." Salah satu aktifis menilai apa yang dinyatakan Presiden tidak cukup penting untuk diutarakan, "Mengenai membawa kerbau, itu cuma kreativitas massa. Pemerintah seharusnya menjawab kekecewaan publik terhadap kinerja pemerintah, bukan membahas cara aksi."

Pada kesempatan lain presiden lagi dan lagi mencurahkan isi hatinya dihadapan puluhan ribu warga korban Gunung Sinabung, September 2010, mengenai kritik pedas yang ditujukan kepadanya saat bermain gitar untuk menghibur pengungsi Gunung Merapi pada 2006 silam oleh sejumlah kalangan. Saat itu dia menginap guna membuktikan bahwa presiden memiliki perasaan sepenanggungan dengan rakyatnya. Kembali dia mengutarakan uneg-unegnya, “Para pengungsi membutuhkan motivasi dan semangat. Namun yang terjadi, banyak orang malah melihat dari sudut pandang yang lain. Tapi kalau kita yakin, go ahead. Nggak penting mendengarkan itu, yang penting rakyat diselamatkan dan dilayani sebaik-baiknya.”

Presiden kembali membela diri dalam salah satu kesempatan "Kritik itu proporsional dan tepat laksana obat terutama kritik padangan komentar yang obyektif. Selebihnya saya serahkan ke Allah. Semoga bangsa kita diberikan kesadaran bahwa menjalankan pemerintahan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan."

Kembali aku berpikir, bukankah benar apa yang dikatakan presiden? Kita sebagai rakyat tidak pernah berada diposisinya sebagai pemimpin negara sehingga hanya bisa berkomentar sepedas-pedasnya. Tapi di satu sisi aku berpikir lagi, bukankah ini semua konsekuensi atas kemenangan yang diperjuangkannya hingga menggelontorkan miliaran rupiah… Presiden pun bersuara, “Pemilu 2009 baru saja selesai, Pemilu 2014 masih jauh mengapa politik kita teraduk-aduk begini?”

Begitulah cerita singkat tentang presiden di negaraku. Sebagai rakyat mungkin aku hanya bisa berharap, ketegasan yang dulu dipertunjukkan oleh presiden kembali menjelma pada wujud yang nyata dan semoga rakyat tidak asal bicara, mendemonstrasikan kekecewaan dengan cara yang salah. Bagaimanapun aku mengaguminya (presiden) yang selalu santun dalam berkata dan terlihat bijak dalam bertindak, serta terkesan serius memikirkan kondisi rakyatnya hingga keriput-keriput itu subur membanjiri paras tampannya. “Bukankah rakyat juga berpikir begitu? Buktinya presiden terpilih dua kali berturut-turut dengan cara terhormat, dipilih oleh rakyat.” Dan ada hal yang perlu diingat, presiden telah mengorbankan hampir tujuh tahun hidupnya untuk bangsa ini, berusaha mensejahterahkan rakyatnya… Bukan suatu pekerjaan yang mudah dan mungkin tidak akan pernah sanggup kita lakukan sebaik yang pernah dia lakukan bila kita berada di posisinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun