Mohon tunggu...
Ali Anshori
Ali Anshori Mohon Tunggu... Freelancer - Ali anshori

Bekerja apa saja yang penting halal. Hobi olahraga dan menulis tentunya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

(Blog Competition) Tingginya Nilai Pendidikan Kejujuran

20 Mei 2016   17:47 Diperbarui: 20 Mei 2016   17:52 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memang diakui atau tidak, tingkat kenakalan anak-anak sekarang sepertinya lebih dahsyat jika dibandingkan dengan anak-anak zaman dulu. Pendapat ustaz Mochtar Husni meskipun anak-anak dulu nakal, namun mereka masih mempunyai rasa hormat terhadap gurunya. Dan inilah yang membuat ilmu bisa sampai kepada siswa. Berbeda dengan anak zaman sekarang, sudahlah nakal mereka tidak punya rasa hormat dengan gurunya. Demikian pendapat ustaz Mochtar Husni satu diantara teman diskusi saya.

Jika melihat kondisi siswa yang demikian kompleksnya, seorang guru memang harus dituntut untuk peka, guru harus berusaha mencari cara agar ilmu yang hendak disampaikannya bisa turun ke anak didiknya. Guru harus rajin membaca, guru harus memahami karakteristik masing-masing siswanya. Jika tidak, maka mustahil niat pemerintah untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia bisa berhasil.

Mungkin kita masih ingat dengan berbagai persoalan yang dihadapi dunia pendidikan selama ini. Terutama dengan adanya standar kelulusan yang cukup tinggi yang ditetapkan pemerintah di zaman pemerintahan SBY. Pada tahun pertama banyak sekali siswa berprestasi yang tak lulus ujian. Hingga akhirnya bukan hanya siswa yang stress namun juga gurunya.

Karena para guru tidak siap, akhirnya mereka mencari jalan pintas dengan cara melakukan kecurangan. Terlebih jika sekolah tersebut dianggap sebagai sekolah favorit di kalangan masyarakat. Guru akan mati-matian mencari cara agar anak didiknya bisa lulus seratus persen, meskipun harus dengan cara yang curang.

Sampai akhirnya ada kasus contek masal yang diungkap oleh orang tua kepada public. Bahkan ada cerita menyedihkan yang pernah saya dengar sendiri dari seorang guru. “Saat ujian telah selesai, jawaban siswa diperbaiki oleh guru pada malam hari, mereka yang mengerjakan ini hanya beberapa orang saja, dan mereka mendapatkan honor di luar tugas mengawas”

“Kenapa bisa begitu” Tanya saya.

“Sebab kalau tidak dibenarkan jawaban mereka, tidak ada satu siswapun yang lulus ujian”

Jujur saya kaget mendengarnya, separah itukah pendidikan kita.

Ternyata apa yang dikatakan guru tersebut juga diamini oleh guru lainnya. Dia mengakui terjadi kecurangan yang sangat massif saat kelulusan ditentukan oleh standar nilai yang tinggi, sampai-sampai ada kasus kepala sekolah yang menjual kunci jawaban kepada siswanya.

Untungnya mentri pendidikan yang baru Anies Baswedan peka dengan persoalan ini, sehingga syarat kelulusan tidak ditentukan dari tinggi dan rendahnya nilai semata, dan pihak sekolah pun mempunyai kewenangan meskipun tidak sampai seratus persen. Menurut Anies mengedepankan kejujuran lebih baik daripada mengejar nilai tinggi namun ditempuh dengan cara yang curang.

Maka dari itu, selain perbaikan insfrastruktur pendidikan, SDM pendidik juga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, supaya ilmu yang hendak disampaikan kepada siswa benar-benar sampai. Bukan saja dibidang akademiknya, namun juga perbaikan akhlak para siswanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun