Kau petik lagi senar gitar yang kau pangku mesra. Gitar yang kau kawini setahun belakangan dengan sepenuh  jiwa. Aku iri, pada gitar yang tiap hari bisa merasa sentuhan kulitmu, meresapi detak jantung mu, menyaksikan segala emosi yang tertuang, aku iri pada gitar mu…
Malam,
Lagi-lagi kau bercinta dengan gitar dan nada di pojok kamar. Ah.. apa jadinya kalau aku menjelma gitar? Tak ada batas antara kita. Tak peduli ini siang atau malam, kapan saja boleh kau dekap aku. Saat bosan atau senang, saat sendiri atau dengan kawan, saat santai atau mencari inspirasi, aku akan selalu siap sedia, kalau aku jadi gitar mu…
Gitar dan malam,
Kau nyanyikan lagu kesedihan. Kalau aku gitar, mana bisa ku hapus air mata mu. Tapi kalau aku gitar, maka paham betul aku dengan kepedihan mu dari cara menyentuh ku.
Kau adalah malam yang membalut gitar dalam hangat peluk mesra. Aku iri pada gitar mu. Aku juga ingin kau peluk dengan segenap rasa, bukan nafsu saja…
Tapi kalau aku gitar, mana bisa aku sampaikan bahwa
“ Aku mencintai mu, menembus malam tanpa batas dalam segala nada, Tuan “
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H