Mohon tunggu...
Ali Iskandar
Ali Iskandar Mohon Tunggu... Lainnya - Pelayan Maszawaibsos

Peminat Sosial Humaniora, tinggal di Lumajang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mabrur, Haji, dan Muharram

7 Juli 2024   07:12 Diperbarui: 7 Juli 2024   07:13 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Tahun ini bangsa ini melalui Kementerian Agama  kehadiran kembali 221.00 plus 20.000 jamaah haji. Bila dibanding dengan kuota negara lain, Indonesia termasuk negara yang mendapat kuota jamaah calon haji yang cukup banyak. Ini merupakan pertanda baik bila didukur dari efektifitas kontribusi mereka dalam perbaikan akhlak bangsa. 

Betapa tidak seorang haji adalah orang yang telah mendidik diri dengan kesadaran penuh dikawah candradimuka via perjalanan suci dititik lokasi yang menjadi syarat dan rukun haji.  Tempat tempat itu menjadi pusat pendidikan spiritual. Diharapkan selepas dari perjalanan suci itu mereka menggapai hidayah yang siap mereka tularkan kepada lingkungannya setibanya dikampung halaman.


Mabrur, kata yang erat sekali kaitannya dengan haji. Kata ini amat akrab ditelinga pada bulan haji serta mereka yang pulang dari tanah suci. Masyarakat bahkan bangsa berharap kepada mereka siap memberikan pencerahan spiritual dalam kesehariannya sehingga dapat mendidik lingkungannya menjadi lingkungan yang mambrur pula. 

Sebenarnya apa yang dimaksud mabrur ?. Menurut Asfihani, pakar leksikografi alquran, kata "mabrur" berasal dari bahasa arab yang artinya mendapatkan kebaikan atau menjadi baik. Kata ini berasal dari kata "barra", berbuat baik atau patuh. Dari kata ini diperoleh kata "birrun, al birru" yang berarti kebaikan (Al Asfahani, 1980:34). 

Jika dikaitkan dengan haji, sering diartikan dengan ibadah haji yang diterima Allah SWT. Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang mendapatkan kebaikan atau haji yang pelakunya menjadi baik kapanpun dan dimanapun.

Metamorfosis prilaku mabrur bukan diraih sebagaimana tukang sulap. Tetapi setelah mereka melalui serangkaian pendidikan dan latihan spiritual ditengah terik subtansi rukun haji. Diantaranya mengelilingi rumah Allah. Atau yang dikenal dengan thawaf. 

Bersyukur zaman kini para tamu beralaskan lantai marmer yang memanjakan kaki. Tetapi yang perlu dikaji adalah subtansi thawaf itu sendiri yang memberikan pendidikan spiritual bahwa makhluk Allah disini bukan hanya manusia saja tetapi ada makhluk Alah lain yang tunduk padu pada kehendak Allah. 

Dimana mereka juga telah terlatih untuk patuh mengikuti kehendak Nya. Bumi serta deretan planet ait yang secara fisik jauh lebih besar dari bumi juag tunduk patuh pada garis edaran kodrat Nya. Manusia yang teramat kecil bahkan setitik debu dalam jagad ini demikian sombong menolak ketentuan Nya.

Kedua, jalan jalan kecil mondar mandir diantar dua bukit. Menunjukkan bahwa hidup bukan hnya diam tetapi gerak, usaha dengan sekuat tenaga. Jihad adalah kalimah yang pas untuk menggambarkan subtansi hidup ini. Memberikan kontribusi positif bagi kehidupan generasi berikutnya. Janganlah menjadi beban bagi genarasi sesudahnyanya dengan prilaku buruk yang kita tanam hari ini. Sungguh tidak bernilai dimata anak cucu kelak dan menjadi bahan cemoohan yang tak kunjung reda.

Ketiga, melontar batu kecil. Menyingkirkan segala belenggu penghambat kemajuan dan ketaqwaan. Menyadarai bahwa hambatan bukan hanya dari luar tetapi juga berasal dari diri. Ingat ketika nabi dan pasukannya meraih kememnangan dng dari peperangan dhsyat. Beliau pernah bersabda bahwa kita lepas dari jihad kecil menuju jihad besar. 

Apa itu ya rasul ? sela seorang sahabat. Jihad melawan hawa nafsu. Jawab rasul. Rasa malas, pikiran buruk avisioner adalah penghambat terbesar bagi cita cita pribadi bangsa, negara dan agama. Lempar itu semua dengan kerikil surga yang ditaburi dengan do'a dan harapan bersandar pada Allah SWT.

Keempat, pakaian tidak berjahit. Bermakna bahwa semua sama dimata Allah SWT. Tidak ada status social yang melekat pada seseorang itu. Pakaian boleh jadi adalah topeng sementara yang tampak gagah, baik, mempunyai jabatan yang hanya melekat padanya. Dimata Allah pada hakikatnya adalah sama. 

Bahkan pakaian tanpa jahit menunjukkan bahwa ada perbedaan tipis antara penutup badan (baju) dengan tubuh manusia. Andaikan manusia tanpa baju maka segala keburukannya akan tampak. Al quran sendiri mengistilahkan tubuh yang tak berbaju dengan kata su' yang berarti buruk. Kesemuanya itu yang paling mulya dihadapan Nya adalah ketaqwaannya.

Kelima, wuquf, kumpul-kumpul, muhasabah, evaluasi diri sepanjang hari untuk refleksi kembali apa yang telah duilakukan selama hidup ini untuk kemudian apa yang akan diwujudkannya dikemudian hari. Yanmg paling penting adalah untuk menyelami apa hakikat diri. Dari mana dan akan kemana diri hendak melangkah. Perenungan ini merujuk pada sukma nurani untuk lepas dari sukma dzulmani. Wujudnya adalah kelak sesudah sampai dikampung halaman.

Euphoria pasca haji bukan hanya berbekal peci putih bersih dan oleh oleh haji yang dibawa dari tanah suci.  Itu hanya sebagai sedekah sekaligus do'a dan harapan dari para penyambut juga sebagai pengingat bahwa kami adalah membutuhkan petunjuk bagaimana dapat mencapai hidayah seperti anda.

Hijrah secara subtansi ialah meningkatnya bukti kualitas diri dari prilaku buruk kepada yang baik, dari yang baik menuju lebih baik. Dari yang lebih baik menuju kepada kesempurnaan walaupun pada hakikatnya manusia adalah tiada sempurna. Haji adalah hijrah spiritual kalbu manusia menuju qolbun salim setelah melewati pendidikan suci ibadah haji. Dikampung itulah mereka siap membuktikan peningkatan kualitas pribadi itu.

Terlebih sebulan berselang setelah merampungkan rangkain ibadah itu muharam menyongsong. Menyambut kehadiran mereka untuk membuktikan semangat perubahan itu. Muharam adalah momentum tepat untuk membuktikan spirit haji itu dikampung halaman. 

Di muharram sesuai dengan namanya yang berarti mulya atau media yang diharamkan untuk perbuatan jauh dari spirit reliji, tentu menjadi ladang basah implementasi makna haji. Khususnya adalah kesadaran ibadah social. 

Pada ranah  ibadah ini  tidak sulit menemukan keberadaan mereka. Begitu mudah menemukan mereka dimanapun tempat itu berada. Itu adalah lahan basah unntuk membuktikan kemabruran para haji. Masih dalam muharam khususnya juga merupakan hari raya bagi mereka yang yatim. Keberadaan mereka juga menjadi ladang kebaikan untuk meningklatkan kualitas diri spirit beragama para haji. 

Ada banyak kreativitas dalam spirit aktualisasi ibadah social itu. Pada ranah simbolik peringatan tersebut ditandai dengan santunan yatim secara serentak pada malam sepuluh muharam. Maupun kreativitas lain yang hasilnya adalah keberhasilan mereka dalam menggapai cita citanya.

Bila jamaah pada tahun ini tujuh puluh persen dari jumlah total tersebut berkesadaran penuh mengalokasi 2,5 persen dari pendapatannya untuk membutuhkan, tentu merupakan kenyataan bahagia bagi mereka. Setidaknya kontribusi alumnus masjidil haram mewujud pada ranah entasan kemiskinan.

Ibadah itu ditutup dengan aktualisasi diri berdimensi sosial yang mewujud dalam ibadah kurban. Tentu ini memberikan kesadaran penuh  bagi jamaah bahwa ia siap mendermakan yang terbaik dari materi yang dimilikinya sebagaimana Allah SWT berpesan bahwa kamu tidak akan mendapat kebaikan sebelum memberikan yang terbaik dari apa yang kamu cintai (QS. 4:39).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun