Membangun keluarga memang tidak semudah membangun rumah. Yang mana ketika materi bangunan sudah siap, bahan lengkap, arsitek sebelumnya sudah menyusun rencana anggaran biaya demikian pun dengan tukang bangunan siap diperintah, Â maka dalam jangka waktu sekian hari atau dalam hitungan bulan maka selesailah bangunan rumah yang diidamkan.
Bagaimana dengan membangun rumah tangga. Tidak seperti gambaran membangun rumah fisik di atas. Hal ini yang jarang disadari bersama oleh calon pengantin.Â
Dinamika Pondasi Rumah Tangga.
Membangun rumah tangga adalah bagian dari episode tersulit dalam kehidupan seseorang. Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk unik yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Suasana batin dari suami dan istri senantiasa dinamis mengikuti situasi di mana ia dilingkupi oleh keadaan sekitarnya. Namun keadaan tersebut juga belum tentu membentuk seseorang sesuai dengan keadaan tersebut. Letak keunikannya adalah di sini. Sedangkan ketika ia bergabung atau menggabungkan diri dengan seseorang yang lain, khususnya dari keadaan yang berbeda tentu hasilnya pun juga belum tentu sama. Karenanya sering ditemukan, bapak yang saleh anak sebaliknya. Atau sebaliknya.
Dua insan yang berbeda bergabung menjadi satu rumah memiliki dinamika tersendiri. Yang boleh jadi tidak bisa sesuai dengan gambaran dirinya, orang tua, terlebih orang lain. Gabungan dua keunikan tersebut menjadi satu dan dapat bersatu bila mana masing-masing pandai menyesuaikan diri dengan pasangan tersebut.
Diibaratkan dengan bangunan rumah maka yang terlebih dahulu dibangun adalah pondasi. Memang tidak asal dalam membangun pondasi. Sekalipun bahan sudah disiapkan, yang menjadi kendala adalah bagaimana ia meracik bahan tersebut sampai dikatakan sebagai pondasi yang memiliki kekuatan dan berpengaruh terhadap pilar serta bangunan di atasnya.Â
Sekalipun material yang disiapkan itu bagus tetapi teknik serta periode bangunan yang kurang dikuasai, maka hasilnya pun juga tidak maksimal. Pula dengan membangun pondasi rumah tangga. Dua orang yang hendak digabungkan menjadi satu. Dengan material yang terdiri dari karakter, pendidikan, latar belakang keluarga, kebiasaan yang sudah dibangun dengan baik, serta mempertimbangkan bibit bebet bobot. Akan tetapi pada saat mereka bersatu, belum tentu menemukan sinkronisasi atas dinamika perjalanan hidup mereka berdua. Boleh jadi hal ini bisa berakhir di pengadilan agama serta memperoleh akta cerai.
Maka di sinilah letak adanya bimbingan perkawinan tersebut. Mendiskusikan dua keunikan yang dimiliki masing-masing calon suami dan  calon istri merupakan salah satu cara bagaimana ia menyusun pondasi keluarga sebelum mereka melaksanakan kesepakatan hidup bersama dalam  akad nikah untuk berkeluarga.
Idealnya Bahan "pondasi"Disiapkan Keluarga Calon Suami dan Calon Istri.
Bahan pondasi keluarga sebenarnya sudah disematkan oleh Yang Maha Kuasa. Hanya saja keadaan lingkungan, keluarga, pendidikan yang melatari masing-masing pihak kurang mendukung untuk mengekspresikan sematan bahan pondasi tersebut pada ranah permukaan.
Namun ada pula pasangan yang sudah terbiasa dalam mengamalkan pondasi keluarga menuju sakinah. Hal ini didukung oleh lingkungan keluarga yang memacu akan timbulnya pondasi itu pada ranah permukaan. Sehingga pada saat mereka berada di dalam situasi rumah tangga, dua-duanya juga sudah melakukan yang demikian itu. Maka hasilnya mereka tinggal meneruskan apa yang sudah dibiasakan oleh keluarga besar masing-masing. Hal ini merupakan gambaran ideal menuju keluarga dalam keadaan tenang tentram bahagia sejahtera.
"Pondasi" Keluarga.
"Mendidik anak adalah mendidik calon orang tua." Ini kalimat kunci yang perlu untuk disadari bersama. Kesadaran ini akan membentuk motivasi untuk lebih berhati hati dalam komunikasi dalam rumah tangga.
Nah, apa saja pondasi yang perlu diketahui dan di internalisasi oleh orang tua pada saat mereka memiliki anak dengan tujuan kelak dapat membiasakan diri dalam lingkungan baru terutama sesaat setelah melaksanakan akad nikah. Atau yang perlu siap dan tumbuhkan saat ini. Saat mempersiapkan diri berumah tangga  ?.
Menurut buku fondasi keluarga sakinah, Â pondasi keluarga tersebut pertama adalah muadalah atau keadilan. Keadilan menjadi dasar yang harus di ketahui dan dibiasakan oleh setiap orang. Hal ini berpengaruh pada tindakan yang tampak dari luar. Kekuatan pengaruh keadilan tersebut dapat dirasakan pada saat mereka berinteraksi dengan orang-orang sekitar. Bagaimana ia pandai menempatkan diri serta menyesuaikan diri. Mengamalkan keadilan tersebut pada situasi maupun kondisi yang memungkinkan untuk itu.Â
Keadilan bukan hanya melulu berhenti pada soal Ilmu tetapi memiliki dampak pada level rasa. Keadilan akan memberikan kemaslahatan pada saat anggota keluarga maupun warga memperoleh rasa yang seimbang ketika mereka berinteraksi dengan subjek keadilan tersebut.
Kedua, muwazanah atau keseimbangan. Suami istri yang pandai menjaga keseimbangan, akan memberikan kenyamanan satu sama lain. Juga memiliki dampak terhadap lingkungan sekitar. Keseimbangan suami istri dibentuk bukan hanya di lingkungan pada saat mereka bergabung yang diawali dengan ikatan akad nikah. Tetapi jauh lebih dari itu dibentuk oleh masing-masing keluarga. Basisnya pada pikiran, tindakan dan hati menyeimbangkan. Ketiganya akan berbuah manis beberapa tahun kemudian. Khususnya ketika objek pengajaran keseimbangan tersebut memasuki hidup berumah tangga dengan orang lain.
Ketiga, mubadalah atau kesalingan. Konsep mubadalah memang lebih muda dari dua konsep pondasi keluarga sakinah di atas. Konsepsi mubadalah dibentuk oleh suatu keadaan hasil dari bias gender. Yang mana perempuan pekerja meningkat pesat akhir-akhir ini. Berbeda dengan konsep istri zaman dahulu yang patriarkhi. Istri dipandang sebagai konco wingking. Apa yang dilakukan oleh istri harus di penuhi oleh suami. Bagaimanapun keadaannya.Â
Sebaliknya konsep mubadalah adalah timbul dari dua pihak yakni semua istri sama-sama aktif di level publik ke rumah tanggaan. Mereka sama-sama aktif di ruang publik. Sama-sama bekerja. Masing-masing memiliki kontribusi yang seimbang untuk keluarganya. Hal ini tidak mungkin dapat dicegah. Terutama dengan memaksakan konsep lama. Yakni istri di rumah suami bekerja di ruang publik. Pada saat mereka tiba di lingkungan keluarga, itulah episode dinamika rumah tangga tersebut dimulai. Bila konsep mubadalah tersebut telah diketahui dan juga dikenalkan oleh orang tua mereka semenjak dini, maka sakinah rumah tangga lebih dulu dinikmati. Demikian pula latihan mubadalah di lingkungan masing-masing maka akan berbuah manis. Yakni berupa kesejahteraan batiniah yang berpengaruh kepada peningkatan kesejahteraan lahiriyah pada diri keluarga tersebut. Sebaliknya juga demikian.
Simpulnya bila muadalah menekankan aspek tindakan adil yang membuahkan rasa bagi suami istri. Muwazanah menekankan menyesuaikan yang membuahkan kenyamanan. Lalu mubadalah berkesadaran untuk bertukar posisi pekerjaan dalam domestik rumah tangga. Mubadalah membuahkan kondisi fisik rumah tetap nyaman untuk ditinggali bersama.
Ketiga  konsep tersebut merupakan harapan bersama untuk mewujudkan keluarga samara. Guna adalah untuk mencegah keluarga khususnya keluarga baru segera menemukan chemistry antara dia dan suaminya atau dengan istrinya.  Semoga ikhtiar bimbingan keluarga dengan memperkenalkan sesi bangunan pondasi keluarga sakinah ini berjalan dengan lancar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H