Demi memenuhi kebutuhan ekonominya sebagian kecil masyarakat di Kota Tangerang memilih untuk mengemis, bagi mereka mengemis merupakan jalan satu-satunya untuk memenuhi kebutuhannya.
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya SDM (sumber daya  manusia) lahan pekerjaam semakin berkurang dan semakin sulit didapat dan dampaknya adalah angka pengangguran semakin meningkat di setiap tahunnya.Â
Bagi sebagian orang yang memiliki ide kreatif tentu akan memanfaatkan kesempatan itu untuk berwirausaha atau membuat usaha kecil-kecilan yang tentunya dapat memenuhi kebutuhan ekonomi,pendidikan dll.
Tapi bagi sebagian orang, "Mengemis" adalah suatu solusi dan bahkan dijadikan sebagai profesi utamanya , biasanya hal ini terjadi di kota-kota besar di Indonesia dan tak menutup kemungkinan mengemis juga bisa terjadi di kota-kota kecil bahkan saat ini mulai mewabah ke kawasan pedesaaan.Â
Alasan mereka mengemis pun beragam , mulai dari susahnya mencari pekerjaan,tak mempunyai keluarga dll
Lia (60 tahun) merupakan salah satu dari pengemis di Tangerang yang setiap hari melakukan aksinya itu di jembatan penyebrangan di kawasan Tang City .
"Iya saya sudah lama mengemis disini, saya juga engga sendiri ada temennya yang lain ikut bareng" ucap Lia. "Alasan saya mengemis karena saya udah engga punya keluarga makanya saya harus mengemis buat makan sehari-hari sama buat bayar kontrakan juga" tambahnya. Dia juga tidak menjelaskan lebih lanjut kemana keluarganya yang sebenarnya.
Lia juga menyebutkan dari hasil mengemis tersebut berpenghasilan sekitar Rp 30.000,- sampai dengan Rp 50.000 sehari bahkan bisa melebihi itu. Dari penghasilannya itu ia bisa membayar kontrakan, makan dan memenuhi kebutuhan lainnya, di usianya yang terbilang renta memang sudah tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan yang berat dan mengingat fisiknya yang sudah melemah.
Dibalik kisah nya, banyak para masyarakat yang merasa terganggu oleh kehadiran pengemis- pengemis jalanan itu salah satu pejalan kaki yang sering kali melewati jembatan penyebrangan Tang City itu merasa risih dan tenganggu.
"Iya , mengganggu kenyamanan khususnya pejalan kaki seperti saya karena jadi kelihannya kumuh dan terkesan jorok juga" ujar Futri , "Untuk saran sih mungkin untuk petugas keamanan supaya bisa mengamankan pengemis supaya bisa diberi penyuluhan dan dapat kelayakan supaya tidak mengemis lagi " tambahnya lagi.
Memang benar yang di ucapkan oleh kebanyakan masyarakat bukan hanya terganggu tapi menyebabkan tempat-tempat menjadi kumuh, terutama di jembatan penyebrangan, banyak sampah plastik dan tempat makanan dan terkadang banyak tumpukan makanan yang sudah basi dan di biarkan membusuk ditempat .Â
Di tempat yang sama juga ada pengemis yang membawa anak anak untuk dijadikan pemikat untuk mendapatkan belas kasihan dari masyarakat terutama yang melewatinya setiap hari, terkadang didaerah itu juga ada pengemis pria yang kira kira berusia dari 40-50 tahunan dengan menggelarkan kain dan menggelatakannya anaknya hingga tertidur pulas.
Mereka biasanya mulai mengemis dari pagi hingga pukul 6 sore selepas adzan magrib, namun terkadang kurang dari waktu itu karena sering juga  ada pengawasan dari satpol PP setempat yang mengecek kawasan tertentu, mereka para pengemis biasanya kocar -- kacir jika waktu penggerebekan satpol PP, namun para pengemis itu tetap saja mengemis di tempat itu walau sering terjadi pengawasan.
Ada kalanya pendapat masyarakat harus didengar, seharunya para pengemis itu diberikan penyuluhan dan pengarahan supaya tidak meminta minta lagi dan tidak mengganggu para pejalan kaki
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H