Assalamualaikum,
Pada pekan lalu, tepatnya Sabtu 1 Februari 2020, saya mengunjungi sebuah talkshow mengenai kesehatan ibu hamil dan support system yang dibutuhkan. Kenapa saya tertarik? Pasalnya tema ini terkait dengan kehidupan seorang wanita yang akan menjadi seorang ibu. Rasa-rasanya jika saya menulis soal itu akan banyak sekali manfaat bagi pembaca blog saya.
Apalagi saya juga sempat memiliki masalah waktu hamil terakhir, yakni sampai bedrest 8 bulan, pendarahan di usia kehamilan 4 bulan, dan bayi saya punya masalah hingga harus dioperasi di usia 3 hari. Itupun si bayi harus dikeluarkan cepat dari perut lantaran bermasalah (duh kalau inget ini suka sedih sendiri).
Lokasinya di Titan Center, Bintaro. Saya baru tahu ada gedung pertemuan kece dan tempatnya enak banget. Di luar gedung talkshow banyak stand bazaar dagangan yang terkait dengan kehidupan anak dan ibunya, juga banyak yang jualan makanan pastinya. Yang hadir selain blogger Ketapels (Kompasiana Tangsel Plus), juga terlihat ibu-ibu berseragam yang ternyata kader puskesman, juga beberapa pasutri muda dengan anak bayinya.
Talkshow ini dihadiri oleh narasumber dr. Dewi Ratih, SpOG dan bintang tamu Yasmine Wilbold, artis dan pemain sinetron. Acara yang di organizer oleh Anargya ini memang pas dengan tema yang perlu diketahui para ibu muda. Â
 dr Dewi Ratih, SpOG : Support System di Masa Kehamilan Sangat Penting
Baru kali ini saya melihat seorang narasumber yang memaparkan materinya dalam konsep yang berbeda. dr Dewi menceritakan sebuah kasus dari pasiennya, seorang warga negara Pakistan. Lantaran susahnya komunikasi, orang Pakistan ini juga nggak bisa berbahasa Inggris, dr Dewi jadi tidak mengetahui masalah dari kehamilannya. "Jika ditanya waktu datang, jawabannya baik, baik saja," kata dokter yang praktek di RS Eka Hospital BSD Tangerang.
Si ibu Pakistan inipun jika datang periksa kehamilan hanya ditemani pamannya, sedangkan si suami berada di Pakistan. Ketika menjelang hari H, ternyata ketubannya sudah berwarna hijau dan dalam hitungan hari si bayi meninggal. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya komunikasi sehingga dokter tidak mengetahui kondisi si ibu selama masa kehamilan tersebut.
Menurut dr Dewi, support system sangat dibutuhkan bagi wanita hamil. Kenapa?
1. Ibu hamil mengalami berbagai gejala fisik dan emosional terkait perubahan yang terjadi pada masa kehamilan, dari awal hingga jelang melahirkan.
2. Ibu hamil membutuhkan dukungan dari berbagai pihak karena masa kehamilan harus dilalui dengan rasa happy dan nyaman.
Bentuk support system untuk ibu hamil:
1. Komunikasi dengan suami.
Siapa di sini yang suaminya cuek beibeh kalau istrinya sedang hamil? Lols. Teman saya ada yang cerita, lantaran tubuhnya berubah gendut dan selalu berkeringat, si suami hanya melirik saja tanpa mempedulikan istrinya yang kelelahan dan emosi naik turun karena hormon efek hamil. Hmmm...suami kayak gini enakan diapain moms? Lols.
2. Kegiatan komunitas
Untuk zaman sekarang enak banget, semua serbag digital, lewat medsos kita bisa komunikasi dan konsultasi dengan sesama teman. Support kayak gini bisa bikin happy lho, meski perut sedang mual-mual atau kepala pusing
3. Support sistem medis
Ini biasanya kita temui ketika cek kehamilan setiap bulan ke dokter. Biasanya kita curhat ke dokter apa yang dirasakan, lalu dokter yang pengertian  kadang menenangkan agar kita merasa nyaman dengan kehamilan.
Ketika sesi tanya jawab saya sempat bertanya ke dr Dewi Ratih mengenai mood atau kondisi ibu hamil apakah mempengaruhi ke karakter bayinya kelak. Ternyata kata dr Dewi Ratih pengaruh banget. Lalu dia menceritakan bagaimana kondisi ketika hamil anak pertama dan kedua, lalu karakter anaknya  yang ternyata sama dengan keadaanya saat itu.
Saya jadi ingat ketika hamil anak pertama. Saat itu entah kenapa, saya yang aslinya judes semakin judes dan galak. Teman-teman kerja saya sampai berbisik-bisik untuk menghindari saya (hahaha, mereka cerita setelah saya melahirkan). Ternyata, anak saya yang sulung memang keras dan galak, tapi setelah dewasa sudah bias menempatkan diri. Berbeda dengan anak kedua yang lebih santai dan nrimo.
Berbeda lagi dengan hamil saya anak ketiga yang harus bedrest sepanjang kehamilan, saya cuti kerja, di rumah sendiri hanya tiduran. Kalau dulu belum ada Go Food, jadi saya makan seadanya di rumah, hiks. Dan anak saya sekarang (masih 5 tahun sih belum kelihatan banget), dia jadi lebih perhatian dan posesive ke ibunya, karena waktu hamil kita berdua doang dan saya sering curhat ke dia waktu masih di dalam perut, (Lols, cerita bagian ini kalau inget suka sedih akutuuu).
So moms, kalau lagi hamil bikin aja keadaan happy sendiri, apa yang kita suka, kerjain. Sekarang udah lebih banyak kemudahan, semua bisa dilakukan via handphone.
Fenomena Kehamilan di Usia Tua
Ada yang  menyadari tidak jika beberapa tahun belakangan banyak sekali wanita yang hamil di usia tua, rata-rata di atas 40 tahun. Dan ini dibenarkan oleh dr Dewi Ratih dengan banyak pasien  yang datang untuk berkonsultasi.
"Jadi jika ada wanita yang di usia 48 masih menstruasi normal, bisa kejadian hamil. Tapi disarankan lebih baik hindari. Jangan mencoba untuk program hamil karena kangen pingin punya anak kecil, karena risiko yang tinggi," kata dr Dewi ratih. Selain itu indung telur serta plasenta tidak sama dengan kehamilan lampau.
Jadi kesimpulan yang didapat adalah kehamilan untuk seorang wanita itu merupakan perubahan secara total, baik dari hormon, bentuk tubuh, suasana hati sehingga untuk para suami dan keluarga terdekat harus sabar dan memahami kondisi tersebut.
Semoga Bermanfaat
Alia Fathiyah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H