Mohon tunggu...
ali achmadi
ali achmadi Mohon Tunggu... Guru - praktisi pendidikan, humas yayasan Ar Raudlaoh Pakis - Pati

hobi membaca dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Seni

Dari Jalanan ke Media Sosial : Perjalanan Pengamen di Era Digital

28 Desember 2024   09:45 Diperbarui: 28 Desember 2024   09:45 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Septi dan Pak Selamet ; Pengamen Viral (Sumber : YouTube) 

Di era media sosial, siapa saja memiliki kesempatan untuk menampilkan bakat dan keunikannya kepada dunia. Fenomena pengamen yang viral karena kecantikan atau suara khas, seperti Septi si pengamen cantik atau Pak Selamet dengan cengkok suara khasnya, mencerminkan bagaimana platform digital mampu mengangkat individu dari kehidupan sederhana ke dalam sorotan publik. Fenomena ini menarik untuk dikaji karena melibatkan perpaduan antara bakat, estetika, dan kekuatan media sosial dalam membentuk persepsi masyarakat. 

Daya Tarik Visual dan Suara Unik

Dalam kasus Septi, kecantikan menjadi daya tarik utama yang pertama kali menarik perhatian warganet. Namun, perhatian tersebut semakin kuat karena diiringi dengan bakatnya dalam menyanyi. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi estetika visual dan kemampuan vokal dapat menciptakan daya tarik yang sulit diabaikan oleh audiens. Di sisi lain, Pak Selamet menunjukkan bahwa suara khas dengan cengkok unik dapat menjadi modal utama untuk menonjol, tanpa perlu dukungan dari faktor visual. Keduanya menegaskan bahwa keunikan---baik dalam bentuk visual maupun bakat---adalah elemen penting untuk menonjol di tengah persaingan konten media sosial.


Peran Media Sosial dalam Membentuk Popularitas

Media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube memainkan peran sentral dalam mempopulerkan para pengamen ini. Video yang diunggah dengan format sederhana, sering kali diambil secara spontan, bisa menjadi viral hanya dalam hitungan jam jika memenuhi kriteria tertentu: emosional, menghibur, atau inspiratif. Algoritma platform tersebut cenderung mendorong konten yang menarik perhatian audiens dalam beberapa detik pertama. Dalam konteks ini, pengamen seperti Septi dan Pak Selamet menjadi contoh bagaimana media sosial mampu mengubah orang biasa menjadi selebriti dadakan.

Publik merespons fenomena ini dengan campuran antusiasme dan kritik. Banyak yang memuji kemampuan dan keunikan para pengamen tersebut, mengapresiasi bagaimana media sosial memberikan mereka panggung yang tidak mungkin mereka raih melalui jalur konvensional. Namun, ada pula kritik yang muncul, terutama terkait perhatian berlebih pada aspek fisik (seperti dalam kasus Septi) dibandingkan bakat murni. Fenomena ini memunculkan diskusi tentang standar keadilan dalam menilai seseorang berdasarkan keunikan atau daya tarik visual. 

Tak jarang, lagu-lagu yang dinyanyikan para pengamen ini menjadi back sound dalam konten-konten yang dibuat oleh netizen. Dengan suara khas atau interpretasi unik, karya mereka memberikan nuansa berbeda yang memikat para kreator untuk menggunakannya dalam video mereka. Fenomena ini tidak hanya memperluas jangkauan popularitas pengamen tersebut, tetapi juga memperkuat posisi mereka sebagai bagian dari budaya populer di dunia maya. 


Popularitas yang diraih melalui media sosial membawa perubahan besar dalam kehidupan para pengamen ini. Banyak dari mereka yang mendapatkan kesempatan untuk tampil di acara televisi, kolaborasi dengan musisi profesional, hingga menerima dukungan finansial dari para penggemar. Meski demikian, transisi dari pengamen jalanan ke figur publik tidak selalu mudah. Mereka harus menghadapi tekanan untuk terus memenuhi ekspektasi audiens dan menjaga popularitas di tengah perubahan tren media sosial.

Selain itu, lagu-lagu mereka yang viral sebagai back sound juga memberi mereka kesempatan baru, seperti kontrak rekaman atau undangan tampil di berbagai acara. Fenomena ini menunjukkan bagaimana media sosial tidak hanya memperkenalkan bakat seseorang, tetapi juga memberikan ruang untuk mendistribusikan karya mereka ke audiens yang lebih luas.

Fenomena pengamen viral seperti Septi dan Pak Selamet menunjukkan bagaimana media sosial memberikan ruang bagi individu dari berbagai latar belakang untuk menunjukkan bakat mereka. Tak hanya itu, lagu-lagu yang mereka bawakan berhasil menjangkau audiens lebih luas melalui penggunaan sebagai back sound oleh para netizen. Hal ini menjadi bukti bahwa media sosial mampu mengubah seseorang dari figur sederhana menjadi ikon budaya populer.

Namun, popularitas yang diraih sering kali datang dengan tanggung jawab baru dan tantangan yang tidak terduga. Dalam konteks yang lebih luas, fenomena ini mencerminkan dinamika masyarakat modern yang semakin menghargai keunikan, baik dalam bentuk estetika maupun bakat, namun tetap perlu menyeimbangkan antara apresiasi dan kritik yang konstruktif. Media sosial telah membuktikan diri bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai platform yang mampu menginspirasi dan mengubah hidup banyak orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun