Beberapa bulan selam, kita sempat mendengar sebuah pertanyaan yang seakaan menampar mahasiswa. Pertanyaan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah “kemana mahasiswa?”. Disaat polemik pemerintah berkecamuk seakan mahasiswa dianggap diam dan tak berbuat apa-apa yang katanya sebagai penyambung lidah masyarakat. Sebagai mahasiswa yang aktif dalam mengamati dan terlibat langsung dalam pergerakan mahasiswa, disisi lain saya beranggapan bahwa ini adalah hal positif dan sebuah tantangan bagi mahasiswa untuk senantiasa bergerak atas nama rakyat Indonesia.
Sejarah memang telah menjadi saksi dan teman abadi atas nama Pergerakan mahasiswa. Secara sekilas bisa kita lihat dari perjuangan angkatan 66, MALARI, hingga perjuangan 1998 menjadi bukti betapa dahsyatnya dan luarbiasanya Pergerakan Mahasiswa. Sehingga memang tidak bisa kita pungkiri bahwa tentang perubahan Indonesia hinngga saat ini didalamnya ada peran dari Pergerakan Mahasiswa Indonesia.
Semakin kesini semakin berkembang pula macam pergerakan mahasiswa, semakin berkembang pula seharusnya rasa Pergerakan dalam diri mahasiswa. Saat ini kita kenal dengan dua atau bahkan tiga jenis pergerakan mahasiswa. Diantaranya adalah pergerakan vertical, pergerakan Horizontal, dan yang ketiga Pergerakan Diagonal. Secara singkat Pergerakan Vertical adalah pergerakan mahasiwa yang turun secara langsung kearah vertikal atau pemerintahan, atau yang sering kita sebut dengan aksi mahasiswa. Pergerakan Horizontal adalah pergerakan yang senantiasa bersama masyarakat, mengembangkan masyarakat untuk dapat berdaya. Pergerakan Diagonal yaitu secara tulisan atau media yang kemudian menyidir atau memberikan saran terhadap pemerintah.
Ketiga jenis pergerakan diataslah yang kini berkebang dikampus dan menjadi praktek bagi sebagian mahasiswa yang tergerak. Namun ada satu celah yang saya sayangkan dari paradigm yang beredar di mahasiswa sekarang ini tentang ketiga jenis pergerakan tersebut. Secara pragmatis, ada yang menyebutkan atau menafsirkan bahwa ketiga jenis pergerakan tersebut merupakan antithesis dari masing-masingnya. Sehingga keluar pernyataan bahwa Aksi (Pergerakan vertical) itu sudah tidak zaman, tidak akan di gubris oleh pemerintah. Ini saatnya melakukan aksi nyata untuk memberdayakan masyarakat.
Bagi saya, ini adalah sebuah pandangan pragmatis dan salah, Karena sesungguhnya ketiga pergerakan tersebut ada adalah untuk saing melengkapi. Ketiga arah diatas diawali dari kata yang sama, yaitu pergerakan. Seharusnya semua mempunyai semangat yang sama untuk bergerak. Ketiga jenis pergerakan diatas bukan berarti mengotak-kotakan atau bahkan mengkubu-kubukan pergerakan mahasiswa. Namun ketiga pergerakan tersebut ada untuk saling melengkapi dan didasari dari rasa yang sama, yaitu didasari dari sumber permasalahan dan tujuan yang sama.
Mahasiswa yang memilih dalam Pergerakan vetikal hadir dan datang langsung ke pemerintah ketika terdapat permasalah dalam pemerintahan, dan langsung mengingatkan, mempressure, dan menagih pemerintah atas janji-janjinya untuk rakyat. Kemudian disisi lain, mahasiswa yang bergerak secara horizontal sudah seharusnya mengabarkan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi diluar sana, kemudian bagaimana mereka harus bersikap terhadap pemerintah, dan kemudian bersama masyarakat untuk berdaya. Dengan seperti ini benang merah dari pergerakan tersebut akan terlihat dan senantiasa membentuk suatu alur yang harmonis.
“Baik buruknya Indonesia kedepan, pasti ada campur tangan kita”
Jadi, tetap berdiam atau Bergeraklah!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H