Belum lama ini Media massa elektronik Internasional The Washington Post[1] menulis kalimat besar bercetak tebal – menjadi head line berita – Hard-line Indonesian province shaves mohawks off punk rockers detained at concert. Diceritakan disitu bahwa polisi Provinsi Nangroe Aceh Darussalam menghentikan kegiatan pertunjukan konser musik PUNK-ROCK selanjutnya menahan 65 “anak punk”, lalu menggunduli rambut mereka yang model “mohawk” (model rambut botak bagian kiri kanan kepala, sedang bagian tengah dibiarkan panjang diberi foam pengeras rambut agar bisa tegak lurus runcing keatas) dan melepaskan semua tindikan (piercing) dari sekujur tubuh mereka. Begitu juga dengan “anak Punk” wanita nya, bajunya dipaksa ganti dengan yang lebih baik. Sebagai pelengkap wacana fenomena sosial antara Pemerintah dengan anak Punk di Indonesia, Penangkapan “anak Punk” oleh Pemerintah, bukan pertama kali terjadi, pada bulan maret, di kota Kendal Jawa Tengah[2] sekelompok anak Punk pernah juga ditangkap..
Berita yang di blow up secara Internasional tadi - melalui jaringan internet - menuai solidaritas dan dukungan ”anak Punk” dibelahan Negara lain salah satunya kelompok musik Punk yang terkenal di dunia (menurut “anak Punk”), RANCID, mereka memberikan dukungan melalui situs jejaring sosialtwitter dengan menyatakan We hate what's going on with our punk brothers and sisters in Indonesia. Rancid's got your back.[3]Sedang didalam negeri, “anak Punk” ibu kota menggelar demo, menuntut pembebasan bro and sist yang ditahan. Dengan demikian ”anak Punk” ini bisa ditebak memiliki jaringan dan hubungan bertaut, baik skala Nasional hingga Global, Menimbulkan pertanyaan bagi penulis untuk memahami ”anak Punk” baik dari sejarah kemunculan dan basis ideologi serta bagaimana ”anak Punk” ini memahami realitas sosial dalam kehidupannya serta bentuk-bentuk implementasi pemahaman mereka.
Awal Kemunculan PUNK dan Basis Ideologi
Dari data penelitian Ryan Moore[4] Istilah Punk lahir didunia musik yaitu pada tahun 1970 an di Manhatan, Inggris, dimana pada masa itu krisis ekonomi Nasional yang didasari oleh Kapitalisme global sedang melanda, jutaan manusia menganggur tanpa pekerjaan. Dari situasi seperti inilah muncul generasi anak muda yang mengorganisasikan dirinya kedalam tatanan nilai budaya yang disebut Punk, generasi muda yang tidak puas atas sistem Kapitalisme dan dampaknya terhadap umat manusia, ekspresi yang mereka tampilkan atas kondisi ini mulai lewat pakaian yang tidak ladzim tetapi penuh percaya diri, dan melakukan penentangan terhadap Kapitalisme dengan musik. Gaya dan musik Punk menarik perhatian dunia ketika pertama kalinya diperkenalkan oleh kelompok musik Sex Pistol. Sex pistol sebagai grroup musik dikendalikan oleh sang manager sekaligus konseptor atas ideologi yang mendasari lirik-lirik lagu yang dinyanyikan oleh oleh group Punk avant grade ini yakni Malcolm McLaren. McLaren merupakan salah satu dari pengusaha revolusioner yang ada dan muncul untuk menentang budaya mapan pada tahun 1960 an dan merupakan seorang anggota Situationist International(sebuah kelompok gerakan yang banyak memberikan inspirasi terhadap pemberontakan mahasiswa dan buruh di Perancis pada tahun 1968 atas kapitalisme melalui perspektif seni dan budaya). McLaren melihat bahwa media massa memiliki panggung khusus untuk melakukan perang dalam bentuk simbolik, melalui Musik, gaya berpakaian, tatoo dan piercing tentunya.
Punk dan Kapitalisme Industri (rekaman Musik)
Mary Moore mengatakan bahwa Punk dapat dipandang dalam perspektiv subkultur, dalam sudut pandang ini Punk merupakan responded to postmodern society has involved a quest for authenticity and independence from the culture industry, thus altogether renouncing the prevailing culture of media, image, and hypercommercialism. Punk adalah budaya yang muncul sebagai penolakan atas budaya hiperkomersialisasi dari Industri (rekaman musik) saat ini yang dirasa memperbudak jiwa kaum muda dibidang musik dan seni, dengan tujuan untuk mematuhi keinginan dan memuaskan kepentingan dan penumpukan kekayaan pemilik Perusahaan rekaman yang kapitalistik.
Musisi Punk awal ini memperkenalkan paradigma DIY – do it your self – sebagai etika bermusik komunitas dan mercu suar perlawanannya atas Kapitalisme didalam Industri rekaman. Komunitas Punk membangun idealisme Internal dalam bermusik yang tidak mau dipengaruhi oleh faktor eksternal. Komunitas Punk menganjurkaan kepada seluruh anggotanya didunia untuk tidak hanya menjadi konsumen atas produksi kapitalisme dalam Industri rekaman, tetapi harus aktif-partisipasif dalam membangun ”budaya” mereka sendiri mulai dari gaya bermusik, pakaian hingga bisnis Industri rekaman. Sebagai perantara komunikasi antar mereka mereka mendirikan FANZINE (Fan Magazine). Punk anti Kapitalisme, anti keserakahan dan anti mainstream, dan Punk sukses membangun jaringan bisnisnya sendiri
Keindahan standar baik pakaian dan harmonisasi musik yang diciptakan oleh industri musik sebagai ”musik layak jual” atau “musik komersil” mereka tentang, bagi Punk, setiap anak remaja - yang tidak berbakat atau tidak ahli, tidak potensial, tidak cerdas dalam memainkan alat musik – memiliki hak dan kesempatan memainkan alat musik dengan kebebasan hatinya. Walau kamu mengerti hanya 3 chord gitar, mainkanlah, tidak perlu takut dengan penolakan Industri rekaman kapitalis, kita –komunitas Punk – telah mendirikan Perusahaan rekaman sendiri dengan jaringan konsumen sendiri. Semangat inilah yang menyebar hingga ke New York, berlomba-lomba kaum muda mendirikan group musik dengan Punk Rock Ideologinya.
Rancid Sebagai Representasi Ideologi Punk Abad 21
Group musik Punk Rancid[5] yang memprotes aksi penangkapan ”anak Punk” kemarin adalah representasi keberhasilan Ideologi Punk [6] dalam melawan Kapitalisme Industri (rekaman musik). Karakter kapitalisme Industri yang Individualisti, Rational , Planned Competitive, Market-driven, Professionalism, Unidirectional yang mereka anggap mengkondisikan generasi muda sebagai konsumen pengisi pundi-pundi kapitalis Industri dan pembentuk budaya apatis dikalangan remaja yang menggandrungi musik mereka patahkan dengan anteseden karakter musik (bisnis) yang dibangun oleh Ideologi mereka; Collaborative, Intuitive, Emergent, Collaborative, Supporter-focused, D I Y, Cyclical. Melawan tradisi Kapitalisme Industri (musik) yang kompetitif, menekankan pada keahlian group musik dan melihat keinginan pasar tentang apa yang harus diharmonikan didalam bermusik sangat mereka haramkan, mereka memilih untuk berkerja dengan intuisi, kebebasan atas kemampuan bermusik, dan mencipta karya tanpa tunduk dan patuh atas kehendak pasar dengan tujuan meraup untung, mereka hidup dalam dunianya.
Sejauh mana Punk ini bertumbuh kembang di Indonesia,dan penulis mempersilahkan bagi penelitian lebih lanjut, thesis awal adalah "anak Punk" di Indonesia memiliki keterkaitan Ideologi dengan " bro and sist" nya di belahan Negara lain.