Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 ini adalah kali keempat yang bakal saya ikuti. Saya mulai berpastisipasi dan mengenal "pesta demokrasi" sejak tahun 2009 lalu. Waktu itu saya baru saja menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan menjelang memasuki masa-masa kuliah. Tentu saja, secara pengalaman, saya lebih baik dari teman-teman generasi Z terlebih bagi mereka yang tahun 2024 ini baru pertama kalinya mengikuti Pemilu. Meski begitu dalam menentukan pilihan bisa saja kawan-kawan Gen Z ini lebih kritis.Â
Apalagi zaman sudah berbeda, saat ini teknologi informasi terutama media sosial sudah lebih canggih dibanding waktu zaman saya dulu. Jadi (seharusnya) akan lebih mudah bagi mereka untuk mendapatkan referensi objektif mengenai profil dari para kontestan yang nantinya mereka pilih.
Sekadar menyegarkan ingatan kawan-kawan semua, bahwa Pemilu adalah salah satu bentuk dari pengejawantahan sistem demokrasi. Salah satu, bukan berarti satu-satunya. Ada banyak cara lain untuk mengaplikasikan demokrasi, diantaranya melalui literasi. Sebagai contoh, apa yang saya tulis saat ini adalah bentuk pengamalan demokrasi melalui literasi dalam bentuk tulisan. Meskipun sederhana, tidak menutup kemungkinan tulisan saya ini bisa memberi dampak positif bagi kawan-kawan agar lebih memahami bagaimana seharusnya memilih pemimpin dalam sistem demokrasi.
Pemilihan umum sebagai salah satu contoh aplikasi nyata dalam menjalankan demokrasi memerlukan syarat dan ketentuan yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan konsisten. Dalam pemilu, ada azas atau ketentuan wajib yang menjadi acuan. Azas itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, atau lebih dikenal dengan akronim LUBER JURDIL.
Secara umum, Pemilu diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia yang telah memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih, tidak memandang latar belakang suku, agama, ras atau golongan. Setiap warga negara yang memiliki identitas kependudukan Indonesia berhak untuk ikut serta dalam kontestasi dan pesta demokrasi Pemilihan Umum.
Selain itu, kegiatan ini dilakukan secara langsung. Bermakna, bahwa setiap individu berhak menentukan sendiri pilihannya dan tidak bisa diwakilkan oleh individu atau kelompok lainnya. Setiap individu juga harus bebas dalam menentukan siapa calon yang ingin dipilih baik di tingkat pusat maupun daerah. Tidak boleh diarahkan, dipaksa atau bahkan diintimidasi oleh pihak manapun, dilakukan secara rahasia pada saat pencoblosan di bilik suara dan tak boleh satupun melihat, merekam atau mengawasinya.
Dari sisi penyelenggara, negara sudah menetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pelaksana teknis dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan di lapangan. Kedua lembaga ini harus melaksanakan tugas-tugasnya dengan jujur, bermakna tidak boleh melakukan manipulasi atau kecurangan dalam proses pelaksanaan kerjanya dan adil bermakna kedua lembaga ini tidak boleh memihak pada salah satu pihak yang ikut berkompetisi dalam pemilu.
Sebagai informasi, pada Pemilu 2024 akan diselenggarakan dua jenis kontestasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Pertama untuk tingkat pusat adalah pemilihan anggota legislatif yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan eksekutif yaitu Presiden/Wakil Presiden.Â
Kedua untuk tingkat daerah adalah pemilihan anggota legislatif yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota. Dua jenis pemilihan ini berlangsung serentak, sehingga saat kawan-kawan menyalurkan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) nanti akan ada 5 jenis surat suara yang diterima.
Dari kelima jenis pemilihan di atas, pemilihan presiden (Pilpres) merupakan yang paling meriah dan mendapatkan sorotan yang mencolok. Tahun 2024 ini, ada 3 calon Presiden/Wapres yang akan berkompetisi yaitu calon nomor urut 1 adalah pasangan Anies Baswedan/Muhaimin Iskandar yang membawa misi perubahan, calon nomor urut 2 adalah pasangan Prabowo Subianto/Gibran Rakabuming Raka yang membawa misi melanjutkan program kerja Presiden Jokowi dan calon nomor urut 3 adalah pasangan Ganjar Pranowo/Mahfud MD yang mengusung misi perbaikan dan percepatan. Tentu saja ketiganya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Semua rekam jejak dan pengalaman ketiganya dapat dengan mudah diketahui, apalagi di zaman kemajuan teknologi dan informasi dewasa ini .
Mengacu kepada paragraf pertama yang saya tulis sebelumnya, pada kesempatan ini, melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan kepada kawan-kawan, khususnya mereka yang baru pertama kali memilih bahwa Pemilu adalah ajang untuk menentukan nasib dan masa depan bangsa kita, bangsa Indonesia. Apa yang kalian putuskan sebagai pilihan di TPS nanti akan mempengaruhi banyak hal, terutama kehidupan kalian paling tidak untuk 5 tahun ke depan. Saran saya, gunakan hak pilih itu dengan sebaik-baiknya dan secermat mungkin.Â
Gunakan pendekatan rasional dan ilmiah dalam menentukan siapa calon pemimpin yang bakal kalian pilih. Pendekatan itu berupa rekam jejak, latar belakang pendidikan, pengalaman di pemerintahan, prestasi kerja, moral (termasuk etika), karakter dan visi/misi apa yang mereka bawa untuk Indonesia di masa depan. Dalam hal visi/misi ini, kawan-kawan harus teliti dan realistis betul, mana yang sesuai dengan kebutuhan kalian dan relevansinya dengan kondisi saat ini dan 5 tahun ke depan.
Saat ini, negara kita memiliki cukup banyak masalah yang harus segera diselesaikan. Mulai dari kemiskinan, minimnya lapangan pekerjaan, akses pendidikan yang masih sulit, akses layanan kesehatan yang belum memadai, maraknya kasus korupsi, gejolak sosial dan kriminalitas, masalah HAM dan hukum yang berantakan, masalah ekonomi dan dunia usaha, masalah pemuda dan olahraga, serta tidak kalah pentingnya adalah masalah lingkungan dan perubahan iklim. Kompleksitas dari segi kuantitas dan kualitas masalah ini tentu saja tidak mudah untuk diselesaikan. Hanya pemimpin yang punya komitmen, integritas dan kapasitas yang kuatlah yang akan mampu untuk mengatasinya.
Setiap orang memiliki hak yang sama dalam menentukan pilihan politiknya. Termasuk juga hak untuk menentukan pendekatan apa yang mereka gunakan dalam memilih calon pemimpinnya. Tetapi, perlu diingat bahwa menentukan pilihan politik terutama memilih Presiden/Wakil Presiden sebaiknya didasari oleh pendekatan yang mengutamakan rasionalitas dan akal sehat, bukan sebaliknya emosional dan sentimentil.
Memilih pemimpin sama halnya seperti memilih pasangan hidup, harus memiliki passion, komitmen, kesepahaman, tanggung jawab dan keinginan untuk bekerjasama dan melayani satu dengan yang lain. Meski demikian, salah dalam memilih pasangan hanya akan memiliki dampak secara individu, tetapi salah memilih pemimpin bisa berdampak lebih luas secara sosial dan kemanusiaan.
Terakhir, saya ingin memberikan opsi bagi kawan-kawan semua di manapun kalian berada di seluruh pelosok tanah air, pilihlah Capres/Cawapres yang memberikan titik terang dan kejelasan pada nasib kalian 5 tahun kedepan. Pilihlah calon pemimpin yang mengerti masalah bangsa dan bagaimana menyelesaikannya, pilihlah calon pemimpin yang sesuai antara kata dan tindakannya, pilihlah calon pemimpin yang memiliki program kerja yang relevan dengan kebutuhan kalian saat ini dan pilihlah calon pemimpin yang memiliki basis moral dan etika yang baik dalam kepribadiannya. Selamat memilih, semoga bangsa Indonesia mendapatkan Presiden dan Wakil Presiden yang amanah, beretika, berintegritas, cerdas dan bertanggung jawab.
Indonesia, 14 Februari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H