Artificial Intelligence, biasa disingkat AI, mengalami perkembangan yang terlampau pesat dalam 5 tahun terakhir ini. Perkembangan ini pun memengaruhi hampir seluruh lini kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan.
Dulu, para pelajar seringkali bertanya mengenai tugas mereka yang tidak dapat diselesaikan ke "mbah" Google atau pun Brainly dengan kalimat "maaf jika salah" yang sering kali ada di akhir jawaban yang diberikan. Sekarang, kedua perangkat tersebut pun mulai ditinggalkan semenjak AI merajai jagat internet.
AI menawarkan fitur-fitur yang lebih pintar jika dibandingkan dengan dua pendahulunya dalam hal menjadi 'problem-solver' para pelajar. Fitur-fitur tersebut di antaranya penyelesaian soal dari berbagai bidang studi dengan step-by-step detail yang ditawarkan Wolfram Alpha, keserbagunaan dan respons yang menyerupai manusia milik ChatGPT, Â kemampuan menjawab dan menjelaskan soal matematis secara cepat hanya dengan memotret soalnya saja oleh Photomath, dan masih banyak lagi.
Kemudahan yang disediakan oleh AI memungkinkan pelajar untuk mengeluarkan usaha yang lebih sedikit. Jika hal tersebut tidak disikapi dengan bijaksana, akan menimbulkan ketergantungan di kalangan pelajar. Ketergantungan tersebut berakar dari luaran yang dihasilkan oleh AI sering kali dapat dicerna akal dan sangat mudah untuk diakses, sehingga pelajar tidak perlu bersusah payah mencari informasi yang diinginkan.
Jalan Tengah
AI memiliki segudang pro dan kontra dalam penggunaannya, khususnya di bidang akademik. Cara yang bisa kita lakukan saat ini adalah menggunakan AI sebagai perangkat penunjang semata, tanpa menghilangkan peran manusia dalam penggunaannya.
AI mampu memberikan hal-hal yang bersifat generatif, dikenal sebagai luaran, kepada kita secara cepat dan tepat, seperti informasi dan juga referensi. Namun, bukan berarti kita sebagai pengguna dapat menggunakan luaran dari AI secara sembarangan. Kita tidak bisa menggunakan luaran AI sebagai pedoman mutlak dalam kehidupan akademik dikarenakan database yang dimiliki AI masih sangat terbatas sehingga informasi yang diberikan tidak sepenuhnya faktual.
Untuk itu, penggunaan AI juga membutuhkan penggunaan kapasitas nalar manusia untuk menganalisis dan menyaring informasi yang diberikan oleh AI. Kita harus bersikap skeptis dan kritis dalam menerima informasi dari AI. Kita dapat melakukan crosscheck terhadap informasi yang didapatkan dengan membaca literatur-literatur terkait dan menelaah kembali informasi tersebut.
AI memang tidak memiliki database yang lengkap mengingat usianya yang masih muda. Namun, dengan seiringnya berjalannya waktu dan berkembangnya peradaban manusia, database AI akan turut berkembang pula sehingga luaran yang diberikan oleh AI di masa depan nanti akan lebih tepat dibanding masa sekarang.
Konklusi
AI diciptakan sebagai penunjang kehidupan manusia di berbagai bidang. Salah satu sorotan besar saat ini adalah penggunaan AI di lingkungan akademik. AI memang berkembang sangat cepat dalam kurun waktu 5 tahun ini, namun perkembangan tersebut masih meninggalkan beberapa celah.
AI sangat memudahkan kegiatan akademik para pelajar dengan segala kemampuan dan tools yang beragam. Namun, AI tidak dapat menjadi sumber informasi yang dapat sepenuhnya dikarenakan database yang dimiliki tergolong belum lengkap.
Menggabungkan penggunaan AI dan kapasitas berpikir manusia adalah keputusan yang tepat. Di saat kita mendapatkan informasi yang dihasilkan oleh AI, kita harus mengecek kembali informasi tersebut dengan referensi-referensi yang berkaitan.
Oleh karena itu, bijaklah dalam menggunakan AI!
Ali Syadzily, mahasiswa prodi Teknik Informatika Universitas Airlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H