Sebagai utusan pamungkas, penutup masa kenabian, Rasulullah Saw, ditugaskan oleh Allah dengan misi yang begitu besar. Misi menyebarkan Islam, sebagai agama yang benar, yang terus  berkurang populasinya sepeninggalan nabi-nabi sebelumnya. Selain misi tersebut, Rasulullah juga mendapat perintah sebagai penyempurna akhlak yang memang pada saat sebelum diutusnya Rasulullah, akhlak tidak lagi dipakai oleh umat manusia hingga prilaku semena-mena layaknya binatang merajalela dimana-mana. Oleh karenanya Rasulullah bersabda, "Innama bu'itstu li utammima makarimal akhlak".
  Tentunya dalam menjalankan tugas yang mulia ini Rasulullah telah terbekali  dengan perilaku yang terpuji di dalam semua lini kehidupan sehari-hari. Terlebih kesantuntan dan kelembutan tutur kata yang telah dirasakan kawan hingga lawan yang berinteraksi dengan beliau. Semua itu tersirat pada diri Rasulullah saat masa hidup beliau dan tersurat dengan lengkap dalam masa sekarang yang wajib kita jadikan sebagai suri tauladan keseharian.
  Nah, Jika pada tulisan sebelumnya berisi anjuran (etika)  bersenyum ria di setiap keadaan. Kali ini penulis akan berbicara tentang anjuran bertutur kata yang bijaksana ala Rasulullah yang mulia. Dianggap perlu karena memang bertutur kata -berkomunikasi lisan- merupakan hal yang primer, tak pernah ditinggalkan oleh manusia. Maka selayaknya bagi kita --umat Islam- agar senantiasa menjaga etika ketika bersua lewat kata sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah dalam kesehariannya.
  Bahwa, Rasulullah dalam berbahasa selalu menggunakan konteks yang indah dengan cara yang santun. Hingga yang berintraksi dengan Rasulullah terasa yang paling dimuliakan.
  Sangat bertolak belakang dengan umat beliau pada saat ini; mereka ceplas-ceplos dalam berbicara, tak beretika, tak dipikirkan apa yang mau dikata bahkan caci-maki, sumpah serapah, saling hina dan berdusta menjadi hal yang biasa. Parahnya lagi semua itu sering kita temukan dikalangan kita umat manusia. Ditambah lagi sering kita dengar ucapan-ucapan kotor (pisuan, Jawa) lahir dari mulut mereka. Ironi, bukan? Ayolah mawas diri sedikit; pantas ndak kita berucap sedemikian.
  Selayaknya kita sebagai muslim mampu menjaga lisan kita dengan sebaik-baiknya. Bahkan, wajib bagi kita untuk menghindari perkataan keji yang tidak pernah Rasulullah ajarkan. Dalam hal ini Rasulullah bersabda, "Bukanlah seorang mukmin apabila ia suka menghujat, suka melaknat, berkata keji dan buruk." (HR. Tirmidzi)
  Mungkin diam akan lebih baik ketika dengan berbicara dapat menghantarkan pada hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. Ibarat suatu ungkapan, jika berkata dalam kebaikan adalah perak, maka diam dari berkata yang mengandung dosa adalah emas.
  Pada akhirnya, dianggap sangat perlu bagi kita muslimin di Indonesia untuk senantiasa menjaga akhlak yang baik. Menjadikan akhlak sebagai pakaian keseharian dan gaya hidup dalam bersosial. Karena dengan berakhlak yang baik akan mengeluarkan tutur kata yang baik pula dan juga sebaliknya. Seperti halnya teko akan mengeluarkan apa yang diisi oleh si pemilik teko tersebut. Jika teko itu diisi teh manis maka yang keluar teh manis yang segar diminum. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H