Pembuatan uang palsu dalam perspektif hukum negara indonesia dan islam.
oleh: Ali Ahmadi (Teknik Elektro UNISSULA) dan Ibu Dr.ira Alia Maerani, S.H.,M.H.
Pada akhir tahun 2024 dihebohkan berita tentang pembuatan uang palsu yang sudah beroprasi sejak lama dan sudah beradar dikalangan masyarakat. 17 tersangka pelaku pembuatan dan pengedaran uang palsu di lingkungan UIN Makassar, Sulawesi Selatan, dan ditemukan barang bukti senilai ratusan triliun rupiah.
Pembuatan uang palsu memiliki dampak yang signifikan dan merugikan bagi perekonomian. Seperti inflasi yang dikarenakan uang palsu menambah jumlah uang yang beredar tanpa peningkatan produksi barang dan jasa. Dan banyak masyarakat yang mengalami kerugian akibat beredarnya uang palsu tersebut bahkan menurunkan kepercayaan terhadap keberadaan uang aslinya sendiri yang dapat menghambat aktivitas ekonomi
Hukuman untuk kasus pembuatan uang palsu seperti kitab undang-undang hukum pidana(KUHP):
Pasal 244: "Barangsiapa yang memalsukan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun."
DanÂ
Pasal 245: "Barangsiapa yang dengan sengaja mengedarkan atau berusaha mengedarkan mata uang atau uang kertas yang telah dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun."
Dan ada juga Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang:
Pasal 33: "Setiap orang yang dengan sengaja meniru atau memalsukan Rupiah dengan maksud untuk merugikan pihak lain atau memperoleh keuntungan secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah)."
Selain dalil hukum, dalam perspektif etika dan moral, tindakan pembuatan uang palsu juga dianggap sebagai perbuatan yang tidak jujur dan merugikan banyak pihak, termasuk individu, bisnis, dan perekonomian secara umum. Prinsip kejujuran dan integritas adalah landasan yang seharusnya dijunjung tinggi dalam setiap tindakan ekonomi.