Sejak dulu saya paling tidak suka kalau ada sampah berserakan, makanya kalau nemu sampah di jalan biasanya saya ambil lalu masukan ke dalam tong sampah terdekat. Terutama sampah plastik.
Begitu pun sampah di rumah, sengaja saya pilah antara sampah dapur dengan sampah plastik atau sampah non-organik. Jadi saat tukang sampah datang, tidak perlu lagi memilahnya. Padahal, kalau saja mau bersabar, sampah-sampah tersebut bisa diolah sendiri menjadi barang-barang yang berguna jika dikelola. Misalnya saja jadi briket atau kompos.
Seperti cerita Ibu Meilany Setyawati dari Puslitbang Perumahan dan Permukiman pada Hari Minggu (19/11/2017) lalu di Eduplex, Dago Bandung. "Asal kita mau memilah, kita bisa memanfaatnya," katanya.
Dalam rangka memperingati Hari Bakti PU ke-72, Ibu Meilany bersama rekan-rekan dari Balitbangpupr atau PALITBANG Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan tajut "Ciptakan Lingkungan Sehat dengan Inovasi Balitbang".
Berdasarkan undang-undang, seharusnya memilah sampah itu ada lima (5) jenis. Akan tetapi pada praktiknya dianjurkan cukup tiga (3) jenis saja; Sampah Organik, Non Organik, dan Sampah Rumah Tangga atau dikenal dengan sampah dapur.
Jika sampah organik dan non organik sudah dipilah akan sangat memudahkan petugas sampah yang biasa mengambil sampah di kompleks. Sementara, sampah dapur bisa langsung ditangani dengan teknologi yang praktis.
"Pada prinsipnya, kami melakukan penilitian dengan tujuan supaya masyarakat bisa mengelola sebanyak mungkin sampah dapur sehingga residunya tingal sedikit," tegas Ibu Meilany.
Sampah dapur adalah sampah yang cepat membusuk, apabila tidak ditangani dengan cepat akan menimbulkan bau tak sedap. Bagaimana cara mengelolanya? Selain dengan menjadikan kompos seperti yang selama ini dilakukan, juga bisa melalui Kascing atau bekas cacing.
Kascing atau Bekas Cacing adalah mengelola sampah yang telah menjadi kompos. Media yang digunakan untuk mengelola sampah dengan Metode Kascing antara lain; kompos, tanah, dan kotoran hewan. Komposisinya 3:1:1 (3 kompos, 1 tanah, dan 1 kotoran hewan).
Setelah wadah telah jadi, campur tanah, kompos, dan kotoran hewan, setelah itu diberi air. Usahakan kadar airnya hanya 55%. Cara mengecek kadar air cukup, ambil campuran tersebut lalu kepal, jika ada air sedikit keluar dari jari jemari berarti kadar airnya cukup. Akan tetapi, jika airnya keluar berarti airnya berlebihan.
Campuran tanah, kompos, dan kotoran yang telah siap tersebut kemudian masukan ke dalam wadah. Usahakan ketebalannya  tidak lebih dari 5 Cm. Setelah itu taburkan cacing tanah yang biasa. Cacing kalung. Kita bisa beli cacing di peternak cacing.
Cacing kan takut sama matahari, jadi dia akan turun ke bawah untuk menghindari matahari. Saat turun ke bawah itulah, dia makan campuran tanah, kompos, dan kotoran hewan.
Nah, setelah kenyang makan, setiap hari akan naik ke atas dan akan mengeluarkan kotorannya yang kita sebut Kascing. Bentuknya seperti meses atau remah-remah roti yang telah kita makan. Biasanya akan menggunung di atas tanah. Â Itulah yang dipakai untuk pupuk. Kita bisa menjualnya dengan harga yang lumayan.
Kascing yang bisa kita panen setiap hari, beratnya setengah dari berat cacing yang kita tanam. Jadi kalau kita tanam 1 kilo, maka akan memanen setengah kilo. Kebayangkan, kalau nanam cacingnya 10 kilo bisa memanen 5 Kg. Kascing bisa dijual di dalam negeri kurang lebih dengan harga Rp.5000,- dan jika dijual di luar negeri seperti Malaysia bisa laku 5 Ringgit atau sekitar Rp.15.000,-. Kascing biasanya digunakan ketika akan menanam sayur-sayuran.
Selain informasi tentang Kascing, banyak informasi lain hasil inovasi yang dilakukan Balitbangpupr yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebut saja misalnya Akuifer Buatan Daur Ulang Air Hujan atau ABDULLAH, bangunan khusus yang dibuat untuk penadah air hujan untuk wudhu.
@KreatorBuku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H