Mohon tunggu...
Ali Muakhir
Ali Muakhir Mohon Tunggu... Penulis - (Penulis Cerita Anak, Content Writer, dan Influencer)

Selama ini ngeblog di https://www.alimuakhir.com I Berkreasi di IG @alimuakhir I Berkarya di berbagai media dan penerbit I (cp: ali.muakhir@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ada Anak Bertanya pada Bapaknya, Buat Apa Membayar BPJS?

17 Juni 2016   09:17 Diperbarui: 17 Juni 2016   09:30 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Kedua Sedang Asyik Memeriksa Giginya (Foto Kang Alee)

SEMENJAK memiliki kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan alias BPJS Kesehatan satu setengah tahun lalu, sepertinya tak pernah telat untuk menggunakannya rutin sebulan sekali, bukan karena ada yang sakit, melainkan karena kebutuhan anak-anak yang masih dalam pertumbuhan. Saya menggunakan kartu tersebut untuk perawatan gigi anak-anak.

Si Sulung jelang usia 12 tahun, ada beberapa gigi susu yang belum tanggal, setiap bulan observasi dan akhirnya sekarang sudah dicabut dan gigi utamanya tumbuh dengan sempurna. Anak nomer dua gigi depannya tumbuh di bawah gigi susu depan sehingga tumpang tindih. Akhirnya dilakukan operasi kecil untuk mencabut giginya, sekarang gigi depannya tumbuh dengan sempurna.

Anak Kedua Sedang Asyik Memeriksa Giginya (Foto Kang Alee)
Anak Kedua Sedang Asyik Memeriksa Giginya (Foto Kang Alee)
Sementara si Bungsu yang baru mau menginjak usia 8 tahun lebih parah lagi, banyak gigi gusi yang berlubang, sementara untuk menambal perlu berkali-kali datang untuk observasi, jadilah hampir setiap minggu mengunjungi dokter gigi.

Saya nggak tahu, apa jadinya jika saya tidak memiliki BPJS Kesehatan, barangkali tiap minggu harus menyisihkan bugdet khusus untuk datang ke dokter gigi demi pertumbuhan gigi anak-anak. Mungkin ini bagi sebagian orang sangat kecil, tetapi bagi saya tetap berat. Beruntung, punya BPJS sehingga nggak perlu lagi menyisihkan bugdet khusus kecuali untuk membayar iuran bulanan yang sangat terjangkau.

Klinik Tempat Saya dan Keluarga Berobat Menggunakan BPJS di Bandung (Foto Kang Alee)
Klinik Tempat Saya dan Keluarga Berobat Menggunakan BPJS di Bandung (Foto Kang Alee)
Biaya Caesar hingga Operasi Langit-langit Mulut

Terus terang awalnya saya pesimis dengan adanya BPJS Kesehatan, bukan apa-apa, sebelum saya merasakan manfaatnya, banyak cerita miring tentang penggunaan BPJS Kesehatan. Sudah menjadi rahasia umum, banyak yang merasa dipersulit ketika menggunakan BPJS Kesehatan, misalnya pelayanan yang lama, harus berkali-kali datang, harus mendapat rekomendasi dari Klinik Pratama jika akan berobat pada rumah sakit lanjutan, rumah sakit tidak mau menanggung, dan sebagainya.

Hingga, setelah BPJS bergulir beberapa lama, ada adik dari seorang sahabat yang akan melahirkan. Adik dan suaminya pasangan muda yang sama-sama buruh pabrik. Pada saat akan melahirkan kebingungan karena tidak punya biaya untuk operasi Caesar. Bayi yang dikandungnya ukurannya besar dan sungsang sehingga harus dicaesar.

Beruntung pasangan muda tersebut telah memiliki kartu BPJS Kesehatan yang difasilitasi oleh pabrik tempat mereka bekerja, walau baru beberapa bulan. Mereka kemudian menyodorkan kartu BPJS Kesehatannya untuk melakukan Caesar. Tak disangka, keluarga kecil yang baru punya momongan itu dibebaskan dari semua biaya Caesar yang menelan biaya lebih dari 8 juta rupiah.

Kejadian kedua dialami oleh seorang teman senior editor. Dia harus mengoperasi anaknya yang sekarang kelas 1 SD. Operasi yang dilakukan tidak main-main. Operasi pada langit-langit mulut karena sejak kecil anaknya mengalami bibir sumbing yang cukup parah. Langit-langit mulutnya terbelah hingga hidung dan harus dioperasi setelah anak usia 7 tahun. Operasi tersebut paling tidak menelan biaya hampir 18 juta rupiah.

Alhamdulillah berkat kesabaran mengikuti semua aturan yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan, penantiannya berakhir. Anak keduanya tersebut berhasil melakukan operasi dan dia hanya mengeluarkan biaya kurang dari 1 juta untuk beberapa peralatan yang memang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Saya baru tahu belakangan, kalau teman tersebut baru memiliki kartu BPJS Kesehatan tidak lebih dari setahun sebelum operasi tersebut dilakukan.

Jika dihitung dari iuran yang dikeluarkan setiap bulan, mustinya kedua kasus di atas tak mungkin terjadi. Bayangkan saja, iuran yang dikeluarkan setiap bulan sangat kecil, sementara yang harus mereka bayar jumlahnya jauh lebih besar dari jumlah iuran yang dikeluarkan setiap bulan, bahkan jika diakumulasi selama satu tahun pun tetap masih kecil.

Gotong Royong Salah Satu Falsafah Bangsa Indonesia (Ilustrasi Anjar)
Gotong Royong Salah Satu Falsafah Bangsa Indonesia (Ilustrasi Anjar)
Pertanyaan Anak-anak

Saya salah satu orangtua yang selalu ingin berbagi dengan anak-anak, termasuk berbagi tentang kewajiban ayahnya membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulan, meski tidak sangat besar, tetap saja menggurangi pemasukan bulanan. Apa tanggapan anak-anak saat saya menceritakan hal tersebut?

Mereka malah bertanya, sebuah pertanyaan dari seorang anak yang masih polos dan apa adanya. Katanya, “Kalau mengurangi pemasukan, kenapa harus membayar BPJS?”

Saya sempat terdiam sejenak ketika mendapat pertanyaan tersebut. Setelah memilih kata-kata yang tepat saya jelaskan sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Tentang pentingnya mengantisipasi biaya kesehatan karena biaya pengobatan itu mahal. Tentang pentingnya merawat kesehatan karena sehat itu tidak murah.

Saya ceritakan pula kedua kejadian yang dialami oleh kedua teman saya di atas. Mereka bisa melakukan operasi tanpa mengeluarkan biaya karena telah memiliki kartu BPJS Kesehatan. Termasuk saat anak-anak ke dokter gigi.

Meski pun antara iuran yang dikeluarkan setiap bulan dan ketika diakumulasi jumlahnya lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan saat berobat, mereka tetap bisa berobat dengan gratis.

“Kok bisa? Harusnya kan nggak bisa karena iuran yang dikeluarkan tidak cukup,” tanya si Sulung yang mulai kritis dan sekarang akan masuk Sekolah Menengah Pertama.

“Tentu saja bisa karena ketika iuran dari seluruh peserta BPJS Kesehatan dikumpulkan jumlahnya sangat banyak. Dari iuran tersebut, tidak semua peserta BPJS menggunakannya untuk berobat karena mereka sehat, jadi tidak perlu biaya ke dokter,” jelas saya sekenanya. “Artinya, secara tidak langsung ketika kita menjadi peserta BPJS Kesehatan dan membayar iuran setiap bulan, kita membantu peserta BPJS lainya yang membutuhkan layanan kesehatan,” pungkas saya.

Apa kesimpulan yang kemudian keluar dari mulut anak saya? Sungguh, saya cukup tercengang. Katanya, “Kalau gitu, Ayah harus tetap bayar BPJS meski pun menggurangi pemasukan. Selain bermanfaat untuk keluarga juga bermanfaat untuk orang lain. Hitung-hitung gotong royong untuk kesehatan.”

Anak yang usianya belum genap 12 tahun itu saja tahu pentingnya gotong royong untuk kesehatan, masa kita tidak tahu? Mungkin tidak semua anak tahu, tetapi paling tidak kejadian yang saya alami ini bisa jadi gambaran kecil, saking pentingnya BPJS Kesehatan, ketika anak-anak dijelaskan, mereka mampu menyimpulan. Selain bermanfaat untuk diri sendiri, dengan konsep gotong royong BPJS Kesehatan bermanfaat juga untuk orang lain.

Bukankah gotong royong adalah salah satu falsafah hidup dari bangsa kita yang diajarkan secara turun menurun? Ingat pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang sekarang bertranspormasi menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)? Pada salah satu bab-nya ada gambar sebuah rumah yang sedang dibangun beramai-ramai. Gambar yang mencerminkan falsafah hidup gotong royong bangsa kita, Bangsa Indonesia.

Terima kasih

@KreatorBuku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun