Mohon tunggu...
Ali Muakhir
Ali Muakhir Mohon Tunggu... Penulis - (Penulis Cerita Anak, Content Writer, dan Influencer)

Selama ini ngeblog di https://www.alimuakhir.com I Berkreasi di IG @alimuakhir I Berkarya di berbagai media dan penerbit I (cp: ali.muakhir@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dongeng yang Menjelma Jadi Harapan

22 Februari 2016   08:47 Diperbarui: 22 Februari 2016   08:56 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BEBERAPA tahun lalu, saat belajar menulis cerita anak bersama seorang profesor dari Universitas Indonesia, salah satu kalimat yang sampai sekarang masih terpatri kuat di kepala adalah, bahwa kekuatan sebuah dongeng itu lebih dahsyat dari bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hirosima.

Bukti yang sangat nyata adalah kondisi bangsa kita yang hingga berpuluh-puluh tahun setelah merdeka, tetap saja tidak merdeka dari kungkungan dongeng Si Kancil. Dongeng Si Kancil Mencuri Ketimun, Si Kancil dan Buaya, dan Si Kancil- Si Kancil lainnya yang dipenuhi kelicikan bukan kecerdikan.

Bukti kekuatan dongeng ini pula yang kemudian menjadi salah satu dasar bergulirnya cerita dalam film I Am Hope The Movie garapan sutradara Dimitri yang mulai tayang di bioskop 18 Februari 2016 lalu.

Sejak kecil Mia (Tatjana Saphira) terbuai dengan dongeng-dongeng yang dibacakan ibunya –Madina (Feby Febiola), seorang penulis dan sutradara teather. Begitu kuatnya dongeng-dongeng yang dibacakannya membuat Mia berkeinginan kuat mengikuti jejak bundanya menjadi seorang penulis dan sutradara teather.

Seluruh aktivitas bundanya, seolah di-copy paste oleh Mia, sampai-sampai dia memiliki teman imajiner bernama Maia. Teman yang selalu mengiringi langkahnya dari kecil hingga tumbuh dewasa.

Sayang beribu sayang, pada saat proyek teathernya baru berjalan, Mia didiagnosa kanker paru-paru. Dokter memprediksi, usia Mia tinggal delapan bulan. Artinya, jika dia mengikuti pengobatan, setengah dari sisa waktu hidupnya hanya akan dihabiskan tanpa melakukan apa pun kecuali pengobatan. Mia tidak mau menyia-nyiakan sisa waktu yang diberikan kepadanya.

Raja (Tio Pasukadewo) –ayah Mia, seorang musisi handal yang masih trauma dengan kanker yang membuat istri sekaligus ibu Mia meninggal dunia begitu terpukul mendengar diagnosa dokter, langsung melarang Mia melanjutkan proyek teathernya.

Setelah beberapa waktu bersitegang akhirnya mereka berdua membuat kesepakatan, Mia boleh melanjutkan proyek teathernya dengan syarat mau menjalankan pengobatan serta tidak boleh lelah.

Kesepakatan tersebut membuat semangat Mia makin meletup-letup dengan proyeknya, terlebih lagi ada David (Fachri Albar) –seorang aktor teather yang hatinya cenat-cenut sejak pertama kali melihat Mia usai melakukan sebuah pementasan di café.

Terlebih lagi, Maia terus menerus mempompa semangat Mia setiap semangat Mia menurun ataupun kesakitan saat menjalani pengobatan. Terus menerus menumbuhkan harapan untuk kesembuhan dan proyek yang sedang dijalani.

Sebagaimana film-film dengan tema harapan lainnya, film I Am Hope pun berakhir dengan kebahagiaan. Kebahagiaannya seperti apa? Bisa kita apresiasi di bioskop-bioskop terdekat di seluruh Indonesia.

Selain cerita yang mengalir indah dengan bumbu imajinasi, pengambilan gambar yang dilakukan Yudi Datau cukup memikat dan melambungkan imajinasi. Apalagi pada saat film dibuka dengan langit luas, pohon besar, dan pengambilan mata burung Mia sedang duduk bersama ibunya membaca dongeng. Menjadi pembuka yang luar biasa.

Akting Tio Pasukadewo, sebagai aktor peraih Piala Citra sangat kuat dan konsisten dari awal hingga akhir membuat karakter film terjaga. Patut diajungi jempol mengingat usia beliau juga sudah tidak muda lagi.

 Satu hal yang luput barangkali tokoh Maia yang sudah sangat apik diperankan oleh Alesandra Usman. Dia seolah bukan tokoh imajiner yang sesungguhnya karena ada dua adegan yang tak lazim dilakukan tokoh imajiner. Saat membalas sort massage David mewakili Mia dan saat menghidupkan musik saat proyek Mia diterima untuk dipentaskan. Ah, apa pun itu, semoga film ini menginspirasi banyak penonton film di Indonesia.

 

Dongeng Vs Gelang Harapan

Imajinasi yang disalurkan melalui dongeng bagi anak-anak itu sangat penting untuk memunculkan cita-cita. Dan, cita-cita akan terwujud karena adanya harapan dan usaha yang menggunung. Harapan harus diwujudkan dalam bentuk simbol seperti gelang atau dalam bentuk aktivitas.

Kira-kira begitu, salah satu pesan yang saya tangkap saat menonton film I Am Hope yang diproduseri artis Wulan Guritno, Janna Soekasah, dan Amanda Soekasah.

Film yang diproduksi karena terinspirasi gerakan Bracelet of Hope, gerakan kemanusiaan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk Gelang Harapan, gelang yang dibuat khusus dari kain Pelangi Jumputan karya desainer Indonesia Gea Panggabean.

Gerakan tersebut ternyata bergulir begitu cepat dan terus menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Pada tahap awal, gerakan focus pada penderita kanker. Pada tahun-tahun mendatang Gelang Harapan akan bergulir pada segala aspek kehidupan masyarakat.

Film bergenre drama yang diproduksi Alkiema ini dibintangi Tatjana Saphira, Alessandra Usman, Tio Pasukadewo, Ray Sahetapy, Ariyo Wahab, dan bintang-bintang lainnya.

@KreatorBuku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun