Komunitas yang diketuai Ahmad Nada tersebut berkumpul untuk mengasah kemampuan para anggotanya setiap minggu pada pekan pertama dan pekan ketiga.
“Kumpulnya di Balai Kota karena suasananya kondusif,” ujar Nada saat saya tanya alasannya berkumpul di Balai Kota. “Ide-ide mudah sekali ditumpahkan kalau sudah ngumpul di Balai Kota. Beda sekali dengan ngumpul di tempat lain atau di ruang kelas,” tandasnya.
Selain WPAP masih ada komunitas lain seperti Indonesian Fingerstyle Guitar Community (IFGC). Kebetulan saat minggu (27/9/15) saya ke sana sedang kumpul menyaksikan salah satu anggota yang baru saja ngulik aransemen sebuah lagu baru.
“Kami biasa kumpul di sini dua minggu sekali karena suasananya menyenangkan. Selalu ada penyegaran,” kata Dwiki, salah satu pendiri dan koordinator komunitas belajar gitar secara gratis tersebut. “Biasanya kumpul sampai Zuhur,” lanjutnya sebelum saya meninggalkannya.
Kemudian ada Komunitas Pencinta Reptil yang hampir setiap minggu nongkrong untuk mengajak main reptil peliharaan mereka atau berbagi cara merawat reptile. Komunitas Inline Skate, Sepeda BMX, Komunitas Fotografi, dan komunitas-komunitas lain yang menyebar di setiap sudut Balai Kota Bandung.
Belum lagi anak-anak sekolah yang mengambil pojok-pojok taman untuk latihan dancer, teather, atau olah raga seperti pencak silat, wushu, atau sekadar latihan baris berbaris. Mahasiswa yang sedang melakukan praktik menggambar. Semua dilakukan warga di Balai Kota Bandung tanpa merasa takut dilihatin, takut dijadikan tontonan, atau takut diusir. Alih-alih diusir, yang ada pengunjung senang karena mendapat hiburan gratis.
Tempat Ngumpul
Sebelum menjadi pusat pemerintahan, Balai Kota Bandung hanyalah gudang kopi milik Andreas De Wilde. Seorang tuan tanah yang pernah menjadi Asisten Residen Priangan tahun 1812.
De Wilde dahulu menguasai tanah parahyangan. Lebih dari setengah luas wilayah Kota Bandung dikuasainya. Sayang, kiprahnya sebagai tuan tanah berakhir tragis. Pada era pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Capellen, kepemilikan tanahnya dibatalkan. De Wilde jatuh miskin dan kembali ke Belanda. Tanah jatuh ke Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1906, di atas bekas lahan gudang kopi tersebut, dibangun kantor bergaya VOC. Pada tahun 1927 bangunan kemudian dirobohkan untuk pembangunan Gemeente Huis (Balai Kota) di sisi selatan Atjehstraat (sekarang Jl. Aceh Bandung). Bangunan tersebut kini menjadi bangunan berlantai dua, terakhir menjadi Kantor DPRD Kota Bandung sebelum akhirnya pindah ke Jl. Sukabumi Bandung.