Mohon tunggu...
Ali Mahmudi
Ali Mahmudi Mohon Tunggu... -

MYOB Certified Consultant di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketrampilan Guru Akuntansi SMK di Daerah Minim Tentang Komputer

11 Mei 2010   04:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:17 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini saya tulis berdasarkan kunjungan saya ke beberapa sekolah SMK di daerah yang mengajarkan materi pelajaran akuntansi khususnya tentang komputerisasi akuntansi. Dijaman sekarang ini perlu sekali memberikan bekal bagi anak-anak pelajar kita tentang komputerisasi akuntansi. Tidak hanya memberikan bekal terhadap materi pelajaran komputer secara umum tetapi juga secara khusus.

Lulusan akuntansi tidak hanya dituntut memahami siklus akuntansi secara manual mulai dari proses pencatatan hingga pelaporan. Pengarsipan data (dokumen) juga diperlukan oleh generasi kita mendatang. Komputerisasi akuntansi yang diajarkan bisa berupa aplikasi umum spreadsheet seperti Ms Excel atau Spreadsheet di Open Office. Para siswa perlu dibekali bagaimana menghubungkan data antar sheet dan antar file.

Sebagian besar para guru akuntansi di daerah hanya memahami akuntansi secara manual. Malahan sebagian besar para guru tersebut gaptek dengan komputer. Banyak yang tidak tahu apa itu file, bagaimana cara memegang mouse, copy paste file-pun banyak yang tidak mengerti dan lainnya.

Walaupun sudah sering diadakan Lomba Kompetensi Siswa (LKS) baik tingkat lokal (propinsi) maupun nasional, khususnya materi akuntansi tetapi prakteknya hanya siswa/i yang akan mengikuti lomba tersebut saja yang di prioritaskan diberikan materi tambahan tentang komputerisasi akuntansi dengan suatu aplikasi yang sudah jadi dan populer digunakan di masa kini. Hal tersebut yang menyebabkan pemenang dari lomba-lomba tingkat nasional selalu didominasi oleh SMK-SMK yang berada di kota-kota besar. Bahkan di beberapa provinsi, peserta yang diikutkan di lomba ketrampilan siswa tingkat nasional bukan di evaluasi secara benar, melainkan melalui model giliran. Supaya terkesan terdapat pemerataan peserta. Nah.. model giliran seperti inilah yang membuat SMK yang mendapat giliran merasa dipaksa/memaksa untuk mengikuti lomba tersebut padahal mereka sebenarnya belum siap. Bisa ditebak peserta dari provinsi yang modelnya giliran tersebut pulang dengan tangan hampa. Hanya menghabiskan biaya saja.

Beberapa guru yang berhasil saya tanya, mereka sangat berminat sekali untuk menambah wawasan dan ketrampilan mereka, tetapi kembali terhambat masalah dana. Sekolah Negeri/swasta terhambat masalah birokrasi pengajuan dana. Sekolah swasta terhambat masalah dana swadaya dari keuangan yayasan mereka sendiri. Beberapa sekolah yang mengajukan dana untuk pengembangan ketrampilan untuk mengikuti LKS (Lomba Ketrampilan Siswa) ke dinas pendidikan setempat kebanyakan menolak memberikan alokasi dana. Karena dinas setempat menganggap LKS (Lomba Ketrampilan Siswa) adalah LKS (Lembar Kerja Siswa) menurut kebiasaan mereka di Sekolah Menengah Umum.

Beberapa sekolah cukup cerdik mengakali hal ini, yaitu dengan menggalang dana dari beberapa sekolah di daerahnya untuk mendatangkan pengajar komputerisasi akuntansi yang sudah benar-benar di sertifikasi tidak hanya sertifikasi tingkat nasional saja tetapi juga sertifikasi tingkat internasional. Harapan kedepannya supaya para anak didik mereka tidak hanya memahami akuntansi secara manual tetapi juga memahami akuntansi secara komputerisasi. Oleh sebab itu sebelum mereka mengajarkan ke pada anak didik mereka, terlebih dahulu mereka juga harus memahami dan trampil dalam mengoperasikan aplikasi akuntansi komputer yang populer saat ini. Banyak guru-guru akuntansi mengkritik pelatihan-pelatihan yang tidak berhubungan dengan materi keahlian yang mereka ajar. Mereka lebih membutuhkan alokasi dana dari dinas pendidikan untuk materi keahlian masing-masing guru sesuai dengan bidang ajar yang mereka ajarkan kepada anak didik mereka.

Yang memprihatinkan lagi, ternyata banyak pula sekolah-sekolah tersebut yang belum memiliki laboratorium komputer. Pantas saja rencana melakukan ujian nasional untuk komputerisasi akuntansi yang seyogyanya di jalankan di tahun 2008 lalu sampai kini belum terwujud. Hal ini yang membuat para guru-guru kita di daerah iri dengan fasilitas yang didapatkan oleh sekolah-sekolah di kota.

Selain sarana komputer yang tidak memadai (belum ada), beberapa sekolah yang sudah ada komputernya juga terhambat masalah buku-buku referensi yang susah didapatkan di daerah. Untuk memperoleh buku yang bagus dan berkualitas mereka harus mencarinya di kota-kota besar atau bahkan memesan khusus dari penerbit seperti di Yogya, Jakarta dan Bandung.

Ayo... guru-guru kita yang di daerah, jangan pantang menyerah... cari ketrampilan dimana saja dan kapan saja. Semoga daerah tidak kalah dengan kota... :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun