Pandangan harfiah tentang Tuhan masih beredar di dunia Barat, dari semua aliran atau kepercayaan meyakini bahwa kosmologi atau pengetahuan modern itu telah melayangkan pukulan maut bagi ide tentang Tuhan.
Sepanjang sejarah abad pertengahan, orang-orang mulai membuang konsepsi ketuhanan jika konsepsi tersebut sudah tidak di butuhkan lagi oleh mereka. Fredrich Nietzsche membawa tokoh manusia super di dalam bukunya Thus Spoke Zarathustra (1883) yang memproklamirkan bahwa manusia yang unggul akan menggantikan kedudukan Tuhan.
Manusia seperti itulah yang kemudian hari menumbangkan moral dasar dan kepercayaan orang-orang yang beragama, terlebih pemeluk Kristen di Barat. Nietzsche juga berpaling dari mitos kuno tentang kebangkitan dan kelahiran kembali seperti yang di yakini oleh pemeluk Budhisme. Karena Tuhan telah mati, maka dunia sendiri akan menggantikannya sebagai nilai tertinggi.
Barangkali pandangan orang-orang yang tidak mengakui adanya Tuhan dan memandang rendah sebuah agama, menganggapnya sebagai ilusi dan tabir pengetahuan. Seperti yang diungkapkan oleh Sigmund Freud (1856-1939) dengan yakin bahwa kepercayaan kepada Tuhan hanyalah ilusi yang harus ditinggalkan oleh manusia yang berpikir.
Menurutnya, gagasan tentang Tuhan bukanlah suatu kebohongan, melainkan sarana alam bawah sadar yang dapat diuraikan lewat keilmuan psikologi. Freud sangat empati terhadap sains, karena sains mampu memberikan landasan baru bagi moralitas dan membantu kita menghadapi berbagai kecemasan.
Akan tetapi, pandangan itu dibantah oleh Alfred Adler (1870-1937) yang menegaskan bahwa agama berguna bagi umat manusia, agama merupakan simbol kebaikan yang brilian dan efektif.
Sependapat dengan hal itu, agama menjadi peranan penting bagi seluruh manusia di bumi. Al Hallaj (858 M) misalnya membuat sebuah syair terkait nasut (kemanusiaan) dan lahud (ketuhanan), "Maha suci Tuhanku yang sifat kemanusiaan-Nya membuka rahasia ketuhanan-Nya yang gemilang." Melalui konsep itu Al Hallaj mengatakan bahwa manusia terdiri dari dualisme jasad dan ruh begitu juga dengan sifat.
Sementara itu, Al Afghani (1849-1905) mengatakan bahwa "Islam adalah agama rasional dengan bersandar pada Al Qur'an dan akal sehingga agama dapat saling bergandengan tangan dengan sains."
Perintah agama bagi manusia untuk memahami kosmologi semesta, fenomena alam dan hal lain sudah ada di dalam Al Qur'an. Islam tidak membatasi umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan dari mana saja arahnya.
Seperti yang dikatakan Ali bin Abi Thalib, "Kearifan adalah harta orang beriman yang hilang, maka carilah ia sekalipun dari orang musyrik, karena engkau lebih berhak memilikinya dari yang lain, ambillah hikmah apa saja yang hadir kepadamu, perhatikan kata-katanya jangan orangnya."
Agama adalah seperangkat norma, yang di dalamnya mengajarkan nilai-nilai rasional, emosional, dan spiritual untuk manusia. Agama itu berfungsi sebagai jalan untuk menggapai kemaslahatan, ketenangan, dan kedamaian serta keselamatan. Agama mengajarkan bagaimana berperilaku dan bersikap secara baik terhadap orang-orang yang berbeda-beda.