Mohon tunggu...
Algo Sinorey Sitepu
Algo Sinorey Sitepu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Sriwijaya Angkatan 2019

Keep Moving Forward - Walt disney salah satu tokoh ikonik yang cukup menginspirasi saya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Diplomasi Kapal Perang (Gunboat Diplomacy) dalam Mempertahankan Kedaulatan Negara

2 Desember 2021   23:03 Diperbarui: 3 Desember 2021   00:34 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Apa itu Gunboat Diplomacy ?

Diplomasi Kapal Perang (Gunboat Diplomacy) merupakan salah satu bentuk penggunaan diplomasi yang dilakukan oleh suatu negara dengan menggunakan kekuatan angkatan laut atau maritim untuk mengejar atau memperoleh kepentingan nasional tanpa menimbulkan atau mendeklarasikan perang. 

Penggunaan diplomasi Gunboat biasanya digunakan oleh negara yang superpower sebagai upaya untuk menguasai negara yang kecil dengan menggunakan teknik imperialisme.

Gunboat Diplomacy Menurut James Cable

James Cable menjelaskan bahwa gunboat diplomacy terbagi menjadi 4 konsep, yaitu:

  • Definitive Force, dalam konsep ini gunboat diplomacy dijadikan alat oleh yang kuat terhadap yang lemah, disini kuat dalam artian tidak diukur dari sebesar apa potensial suatu negara secara menyeluruh tetapi dengan menerapkan kekuatan yang sesuai dan tepat dalam suatu kasus tertentu untuk menghasilkan kondisi yang telah terjadi secara sepihak tidak dapat diberhentikan begitu saja oleh pembuat keputusan atau disebut dengan Fait Accompli. Bentuk dari Definitive Force ini dapat berupa mobilisasi kekuatan angkatan laut dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, telah diperhitungkan resikonya, serta dilakukan untuk mencapai tujuan utama yang sudah ditetapkan.
  • Purposeful Force, dalam konsep ini penggunaan kekuatan militer untuk mempengaruhi serta mencari informasi terhadap pengambilan keputusan pihak lawan, yang dimana dalam hal ini hasil bergantung terhadap reaksi lawan terhadap penggunaan kekuatan maritim suatu negara. Bentuk dari Purposeful Force ini dapat berupa mobilisasi kekuatan laut tanpa adanya agresi agar dapat mengetahui reaksi lawan terhadap aksi tersebut atau dapat dijadikan sebagai pemecah perhatian musuh yang bertujuan untuk dapat memperkirakan kekuatan laut musuh.
  • Catalytic Force, dalam konsep ini penggunaan kekuatan maritim sebagai alat untuk memberikan kesempatan bagi pembuat keputusan atau dapat dikatakan kekuatan maritim berada dalam kondisi berjaga atau Standby. Bentuk dari Catalytic Force ini dapat berupa penempatan pangkalan militer di wilayah perairan strategis tanpa adanya sikap yang agresif dan juga bersifat Contingency atau sebagai rencana cadangan jika rencana utama gagal.
  • Expressive Force, dalam konsep ini kekuatan maritim memliki fungsi yang ekspresif atau dapat dikatakan terdapat penekanan terhadap sikap negara, memberikan dukungan terhadap pernyataan yang tidak meyakinkan atau menyediakan penyaluran emosi dalam pembuatan keputusan. Bentuk dari Expressive ini berupa latihan militer gabungan atau penempatan aset militer tanpa sikap agresif agar dapat memberi kesan yang diinginkan.

Awal mula timbulnya Gunboat Diplomacy

Permulaan Gunboat Diplomacy dimulai pada abad 19 ketika kapal perang milik negara Eropa melakukan aksi dengan melakukan penembakan ke daratan di sepanjang pantai dalam perairan negara yang kecil dimana mereka bertujuan untuk merebut wilayah atau perairan suatu negara serta untuk menghasilkan pengaruh terhadap negara sasaran untuk menyerahkan diri.

Perkembangan Diplomasi Kapal Perang (Gunboat Diplomacy) Saat Ini

Diplomasi kapal perang dipandang sebagai strategi modern karena pada masa sekarang dan diplomasi ini tidak berubah secara prinsip namun terdapat perubahan terhadap karakter atau strateginya. 

Negara maju dan negara berkembang pada saat ini masih menggunakan diplomasi kapal perang sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan atau kepentingan nasional suatu negara dan sebagai pertahanan wilayah dengan menunjukkan kekuatan militer angkatan laut yang biasanya berguna untuk menindas, mengintimidasi serta menakut-nakuti atau mengancam negara sasaran tanpa menimbulkan peperangan dan tanpa menggunakan dana yang cukup besar. 

Perkembangan Gunboat Diplomasi ini menimbulkan beberapa bentuk diplomasi maritim pada saat ini, yaitu dengan terbentuknya Co-operative Maritime Diplomacy, Persuasive Maritime Diplomacy, dan Coercive Maritime Diplomacy.

Pelaksanaan Co-operative maritime diplomacy ini dilakukan antar negara yang memiliki tujuan politik yang sama dan pelaksanaannya dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti Joint Exercises and Trainings (pelatihan gabungan), dan Port Calls (kunjungan) dengan tujuan agar dapat membangun atau bahkan memperkuat kerjasama maritim atau beraliansi, mencari pengaruh dan meningkatkan kepercayaan antar negara.

  • Persuasive Maritime Diplomacy 

Persuasive maritime diplomacy lebih sedikit terlibat dalam politis atau dapat dikatakan diplomasi ini memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap negara yang menjadi sasaran. Persuasive maritime diplomacy ini lebih kearah untuk mendapatkan atau meningkatkan pengakuan kekuatan maritim atau kekuatan nasional suatu negara.

  • Coercive Maritime Diplomacy (Contemporary Gunboat Diplomacy)

Coercive Maritime Diplomacy ini merupakan bentuk kontemporer dari Gunboat Diplomacy atau bisa dikatakan bentuk diplomasi ini memiliki istilah yang sama dengan Gunboat diplomacy yaitu mengejar tujuan dengan menggunakan diplomasi kekuatan angkatan laut.

Implementasi Gunboat Diplomacy oleh Indonesia Dalam Mempertahankan Wilayah Natuna 

Permasalahan Laut China Selatan saat ini sangat berkembang dimana terdapatnya kegiatan nelayan dan kapal patroli China di wilayah perairan Natuna.

Kita mengetahui bahwa Natuna merupakan salah satu dari banyaknya kawasan maritim Indonesia dan tidak termasuk ke dalam wilayah yang diklaim oleh negara China. 

Kegiatan yang dilakukan oleh nelayan China melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia karena disini China menganggap bahwa wilayah perairan di sekitarnya merupakan bagian dari China dengan berlandaskan peta nine-dash line yang diajukan China kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2009 dimana klaim nine-dash line tersebut berdasarkan historis atau sejarah dari peta lama China atau China menyebutnya sebagai traditional fishing ground. 

Berdasarkan UNCLOS tidak terdapat istilah traditional fishing ground melainkan traditional fishing rights dimana berdasarkan pasal 51 UNCLOS istilah traditional fishing rights dilakukan dengan melakukan perjanjian bilateral dimana dalam hal ini Indonesia dan China belum melaksanakan perjanjian terhadap hal tersebut.

Kekayaan alam yang cukup besar dalam perairan Natuna (Kekayaan alam yang dimaksud yaitu berupa cadangan gas alam, ikan dan mineral) serta wilayah yang strategis untuk Indonesia sebagai jalur perdagangan internasional karena berbatasan langsung dengan beberapa negara seperti Vietnam, Kamboja, dan Malaysia dimana hal ini menjadi permasalahan yang penting dalam konteks kekuatan maritim Indonesia bukan hanya karena berdekatan dengan Laut China Selatan namun juga mendapat perhatian dari negara luar kawasan seperti Amerika Serikat yang menginginkan perairan ini sebagai perairan terbuka agar Amerika Serikat dapat memiliki akses terhadap Laut China Selatan dan menjaga kemitraan strategis seperti Jepang.

Permasalahan Natuna pada awalnya banyaknya pelanggaran kedaulatan terhadap Indonesia karena Indonesia sendiri belum memiliki kebijakan untuk melakukan penahanan terhadap masuknya nelayan asing yang melakukan kegiatan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sehingga nelayan asing dapat bebas melakukan kegiatannya di wilayah perairan Natuna, kegiatan yang dimaksud yaitu illegal fishing atau kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah ZEE Indonesia. 

Kegiatan illegal fishing ini terjadi sejak tahun 2009 sampai pada tahun 2016 yang tercatat terdapat kurang lebih sembilan kasus illegal fishing yang dilakukan nelayan China di wilayah perairan Natuna yang menimbulkan dampak seperti provokasi dan intimidasi dari aparat keamanan laut.

Hingga pada pemerintahan Presiden Joko Widodo terdapat kebijakan yang cukup keras untuk menenggelamkan kapal asing di perairan Indonesia dan termasuk juga Natuna. 

Kebijakan terhadap penenggelaman kapal nelayan China justru dikecam oleh China sebagai pelanggaran UNCLOS dan Declaration of Conduct (DOC) di Laut China Selatan. 

Namun tindakan yang dilakukan Indonesia sesuai hukum perairan di Indonesia dan berlandaskan hukum internasional (UNCLOS) dimana hukum tersebut dibuat dan diterima secara universal oleh komunitas internasional, walaupun berdasarkan tindakan tersebut dapat mengancam hubungan diplomatik antar negara.

Gunboat diplomacy digunakan Indonesia dalam menanggapi permasalahan perbatasan maritim di Natuna, dalam hal ini Indonesia melakukan diplomasi maritim ini sebagai penegasan kedaulatan di Zona Ekonomi Eksklusif yaitu dengan adanya penenggelaman kapal nelayan China yang mengganggu kedaulatan di Natuna dan dengan penyelenggaraan rapat terbatas oleh Presiden Indonesia saat ini Joko Widodo yang dilakukan di atas KRI (Kapal Perang Republik Indonesia). 

Tujuan dari adanya rapat terbatas ini bukan untuk unjuk kekuatan maritim terhadap China namun sebagai penegasan kepada China bahwa Natuna merupakan bagian dari NKRI dan merepresentasikan kehadiran negara dalam suatu situasi konflik internasional. 

Bukan hanya itu saja tindakan Indonesia dalam melindungi kedaulatan wilayah di Natuna namun pemerintahan dalam konteks ini presiden Jokowi memperkuat keamanan dengan adanya peningkatan terhadap kegiatan patroli di wilayah Natuna serta peningkatan kemampuan TNI dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) baik di Natuna dan wilayah perairan Indonesia lainnya. 

Peningkatan tersebut ditandai dengan terbangunnya pangkalan militer, penempatan pesawat tempur, dan ground support equipment pesawat tempur di wilayah Natuna. 

Dan juga terdapat percepatan pembangunan ekonomi seperti industri perikanan dan migas dengan adanya himbauan langsung dari pemerintahan Indonesia terhadap perusahaan migas untuk membuat kantor dan pusat logistik di Natuna atau disebut sebagai Blok East Natuna yang digarap atau di sponsori oleh perusahaan Pertamina, Exxon Mobil, dan PTT EP. Dan juga terdapatnya peringatan HUT TNI ke-71 sebagai suatu simbolisme kekuasaan politik di Natuna. 

Simbolisme yang dilakukan tersebut bukan secara tersurat untuk menunjukan kekuatan negara, Kementerian Luar Negeri berpendapat bahwa latihan tersebut merupakan bagian dari implementasi dari kebijakan pemerintahan Indonesia guna memperkuat pulau-pulau terluar Indonesia. 

Pelatihan dalam HUT TNI tersebut secara tersirat dan jelas memiliki makna bahwa pemerintahan negara Indonesia melakukan hal tersebut sebagai bentuk upaya menunjukkan kekuatan atau kekuasaannya terhadap negara lain dan juga menunjukkan bahwa Indonesia sepenuhnya menguasai wilayah dan mempertahan wilyah Natuna.

Kesimpulan

Dapat dikatakan bahwa stabilitas keamanan wilayah kawasan Laut China Selatan beberapa tahun yang lalu menjadi terganggu karena terdapatnya permasalahan teritorial dan maritim, permasalahan yang bermula karena adanya penangkapan ikan secara ilegal atau illegal fishing di wilayah ZEE Indonesia tepatnya perairan wilayah Natuna. 

Perlawanan dari Indonesia dalam menindak permasalahan ini berdasarkan kebijakan hukum nasional dan internasional yang berlaku dalam UNCLOS. 

Dan UNCLOS mendukung Indonesia dalam hal ini karena dalam UNCLOS tidak dapat pernyataan kegiatan traditional fishing ground yang dimana pernyataan tersebut disampaikan oleh China melainkan dalam UNCLOS terdapat traditional fishing rights yang terdapat dalam pasal 51 UNCLOS yang berisikan bahwa harus terdapatnya perjanjian bilateral antar negara dalam permasalahan ini Indonesia dan China belum melakukan perjanjian kerjasama berdasarkan pasal tersebut.

Indonesia disini menggunakan Gunboat Diplomacy atau penyebutan Indonesia disini sebagai Diplomasi Maritim, tindakan Indonesia seperti penenggelaman kapal, penyelenggaraan rapat terbatas yang dilakukan di Natuna, pelatihan kekuatan militer di Natuna, peningkatan patroli, TNI, dan Badan Keamanan Laut serta terdapatnya pengembangan di sektor ekonomi seperti pengembangan di industri migas dan perikanan merupakan penggunaan diplomasi maritim dengan upaya mempertahankan kedaulatan wilayah Natuna. 

Bukan hanya untuk menampakan kekuatan negara di kawasan Natuna, Indonesia melakukan kerjasama bilateral dengan China dalam bentuk navy to navy talk, HACGAM, pelatihan dan kunjungan wilayah serta terdapatnya pembentukan kerjasama dalam perikanan melalui pembuatan konvensi secara regional terhadap IUU Fishing, dan juga kerjasama regional ASEAN+China untuk membentuk Code of Conduct di Laut China Selatan.

Penggunaan Gunboat Diplomacy pada masa sekarang bukan hanya untuk mencapai tujuan seperti memperebutkan suatu negara atau wilayah namun juga untuk mempertahankan kedaulatan wilayah suatu negara. Tindakan yang dilakukan Indonesia yang telah disebutkan diatas merupakan pertahanan Indonesia dalam mempertahankan wilayah Natuna dan dalam tindakan Indonesia tidak menimbulkan perang sehingga dapat dikatakan tindakan ini merupakan Gunboat Diplomacy.

DAFTAR PUSTAKA

Alunaza, H. (2020, November 1). Peran Gunboat Diplomacy dalam Diplomasi Kontemporer. Retrieved from reviewnesia.com: https://reviewnesia.com/peran-gunboat-diplomacy/

Analisis CSIS. (2016). Indonesia dalam Dinamika Keamanan Maritim. Jurnal Analisis CSIS, 374-378.

Antonio, R. (2019). Implementasi Gunboat Diplomacy oleh Indonesia terhadap Tiongkok Terkait Kasus Illegal Fishing di Natuna. Skripsi Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, 14-17.

Asep Setiawan, A. N. (2020). Diplomasi Maritim Indonesia Dalam Menjaga Kedaulatan Kepulauan Natuna 2014-2019. Repository Universitas Muhammadiyah jakarta, 10-14.

Letkol Laut (P) Dickry Rizanny N., M. (2017, Juni 1). BAGAIMANA PERAN GUNBOAT DIPLOMACY SAAT INI? Retrieved from maritimnews.com: http://maritimnews.com/2017/06/mengulas-peran-gunboat-diplomacy-saat-ini-bagian-i/

Riska, E. (2017). DIPLOMASI MARITIM INDONESIA TERHADAP AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN ILEGAL (ILLEGAL FISHING) OLEH NELAYAN CHINA DI ZEEI PERAIRAN KEPULAUAN NATUNA. Jurnal Diplomasi Pertahanan , 44-45.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun