Mohon tunggu...
Analgin Ginting
Analgin Ginting Mohon Tunggu... Human Resources - Penulis dan Motivator Level 5

Peduli, Memberi dan Berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendapat Gus Dur Anggota DPR RI Sama Dengan Anak TK, Terbukti!

18 Agustus 2012   01:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:35 1917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika  masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke 4, Gus Dur pernah melakukan kunjungan kerja ke DPR RI.  Entah apa kala itu yang menjadi alasan dan konteks nya  tiba tiba Gus Dur mengatakan bahwa para anggota DPR masih seperti  anak TK (Taman Kanak Kanak).  Pernyataan ini sangat ramai dikutip dan  bahkan digelembungkan oleh Media, sehingga ketersinggungan anggota DPR semakin menjadi jadi kepada Presiden yang sangat cerdas namun ceplas ceplos  itu.  Belakangan ketika beliau dilengserkan dari Jabatan Presiden dan diganti oleh wakilnya  Megawati Soekarnoputri,  masyarakat mengatakan alasannya adalah karena DPR merasa sakit hati disamakan dengan anak TK.

Benarkah demikian? Belakangan saya sendiri melihat bahwa kinerja para anggota DPR kita memang ada hubungannya dengan pendidikan TK.   Khususnya kebiasaan anggota DPR yang sangat getol melakukan kunjungan ke luar negeri untuk study banding.  Bahkan DPR pernah melakukan study banding ke Afrika Selatan tentang kepramukaan, padahal Afrika Selatan  pun belajar kepramukaan di Indonesia.  Hahahahahha, Lucu banget yach... Study Banding ke negara yang jauh  yang belajar Pramuka dari Cibubur.

Kunujungan anggota DPR dalam rangka study banding ke Australia dan Ke Jerman pada tahun 2011 dan 2012  bahkan mendapat tentangan yang sangat keras dari para mahasiwa Indonesia yang lagi belajar di kedua negara tersebut.  Sebab study banding, hanya istilah.  Padahal yang mereka lakukan adalah plesir dan  berbelanja yang diongkosi oleh negara.  Study banding hanya alasan, padahal yang mereka lakukan adalah bermain, atau main main.
Nah kebiasaan main main para anggota DPR inilah yang belakangan saya lihat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pendidikan TK.  Kebiasaan bermain bagi para orang dewasa, sehingga tidak pernah fokus dalam bekerja dan tidak konsisten dalam  melakukan pekerjaan besar ternyata mempunyai  hubungannya dengan pedidikan di TK.
Dalam kunjungan  ke Jerman baru baru ini mata saya sangat terbelalak mendengar konsep atau filosofi  pendidikan TK di negara yang paling stabil ekonomi nya di Eropah saat ini.  Diterangkan oleh  seorang kepala sekolah TK yang dibiayai gereja bahwa, sekolah di TK metodenya harus bermain.
Jelas sekali bermain.  Tapi sambil bermain  anak anak tidak boleh sendirian.  Mereka bermain harus dengan teman, supaya sejak awal mereka dididik bahwa hidup tidak bisa dilakukan sendirian.  Mereka dibebaskan bermain apa saja oleh para gurunya, namun disanalah sambil bermain mereka diajarkan untuk berdisplin, tidak menggangu teman temannya yang bermain lain, bahkan berusaha menolong teman temannya untuk  menikmati permainannya.  Permainan apapun yang dipilih seorang anak harus dituntaskannya.  Lalu ada yang bermain sepedaan sambil membonceng temannya yang memegang dan menyeret sapu.  Katanya sedang menyapu jalan. Hehehhe.
Nilai nilai hidup, semangat kerja sama,  fokus  mengatasi masalah jika ditemukan  dalam permainan , memakai toilet sendiri dan membersihkannya sehingga anak anak yang lain  juga memakainya dalam keadaan bersih menjadi bagian dari kurikulum sehari hari  di sekolah sekolah TK.  Anak anak tidak diajarkan membaca dan berhitung, karena itu tanggung jawab sekolah dasar kata guru dan kepala sekolahnya.  Pendeknya, kurikulum di sekolah TK harus 80 persen bermain.  Untuk  memastikan jumlah permainan di setiap TK, Dinas Pendidikan TK Jerman akan mengawasi jumlah sarana dan wahana permainan di setiap sekolah.  Bahkan pengawasan untuk pendidikan TK lebih ketat daripada pengawasan untuk pendidikan dasar.  Alasannya itu tadi, bahwa nilai kehidupan dan etos kerja  berawal dalam pendidikan TK.

Saya sempat bertanya kepada kepala sekolah, apa dampaknya jika pendidikan untuk anak TK ini kurang, karena lebih banyak diajarkan menulis dan membaca ataupun berhitung/matematika?   Dengan spontan dan meyakinkan kepala sekolah dan pengajar yang lain, termasuk pendeta yang mendampingi kami  menjawab, mereka tidak akan pernah fokus dalam bekerja.  Dan tidak bisa membandingkan mana kerja, mana bermain.  Jika dalam pendidikan usia TK  anak anak kurang banyak melakukan permainan, maka kemungkinan besar  mereka tidak bisa membedakan  pekerjaan dan permainan.  Dan juga kemungkinan besar anak anak akan mempunyai semangat kerja sama yang sangat rendah,  dan juga sulit berempati.

Jangan jangan itulah yang terjadi dengan anggota DPR kita.  Mereka tidak bisa membedakan mana kerja, mana plesir.  Mereka tidak bisa memisahkan  mana uang pribadi, mana uang negara.  Sehingga saat bekerja pun mereka selalu bermain main, dan tidak punya fokus untuk menyelesaikan tugas tugas kenegaraan atau  konsisten serta ber komitmen mengerjakan pekerjaan penting.  Juga,  jangan jangan rendahnya perasaan empati bagi para anggota DPR dan petinggi negara adalah akibat pendidikan TK di negara kita yang tidak menyediakan waktu bermain.  Sebab sekolah sekolah TK di Indonesia semakin bangga jika anak didiknya diterima di sekolah sekolah dasar favorit karena sudah bisa menulis, membaca dan berhitung.  Meskipun  mereka sangat miskin dalam nilai nilai hidup dan kerjasama?.

Oh, ternyata padangan Gus Dur yang  menyamakan anggota DPR dengan TK  harus menjadi  bahan evaluasi bagi Bangsa kita untuk membenahi pendidikan TK di negara kita.  Sebab kalau tidak, maka DPR tidak akan lebih dari  lembaga bermain yang mempermainkan uang rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun