Mohon tunggu...
Sary Hadimuda
Sary Hadimuda Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang hamba Allah yang sedang memantaskan diri menjadi pengajar

Sedang belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Melihat Staklatit dan Stalagmit di Bantimurung

21 November 2023   10:00 Diperbarui: 29 November 2023   16:51 1304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto air terjun dari atas. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Bantimurung adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. 

Bila mendengar kata "Bantimurung' yang terlintas di masyarakat sekitar adalah taman wisatanya, yaitu air terjun yang deras juga kupu-kupunya yang cantik. Istilah lain dari Bantimurung adalah "Kingdom of Butterfly". 

Menurut Indonesia tourism, Alfred Russel adalah peneliti yang memberi istilah tersebut. Karena berdasarkan penelitiannya di tahun 1856-1857 di Bantimurung terdapat 250 spesies kupu-kupu dan 20 diantaranya telah di lindungi.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Ini kali keempat saya ke Bantimurung. Dua kali di tahun 2013 yakni di bulan April dan September, ketiga dibulan Juli 2019, dan kemarin tepat tanggal 19 November 2023 adalah yang keempat kalinya saya diberi ijin oleh Allah untuk dapat berkunjung kembali ke Kerajaan kupu-kupu ini.

Meski ini adalah kali keempat, tapi kali inilah yang paling berkesan. Bagaimana tidak, kalau sebelumnya saya hanya sampai di air terjun, kali ini saya dan teman-teman berhasil menelusuri aliran sungai, telaga dan goa yang ada di Taman Wista yang berjarak 30 KM dari Makassar ini.

Tepat pukul 07.00 saya memulai perjalanan dari Makassar tepatnya di jalan Syekh Yusuf menggendarai motor Honda Beat berwarna hitam merah. 

Saya dan teman-teman ada 6 orang yang saling bonceng. Sehingga ada 3 motor yang membelah jalan Pettarani, Perintis Kemerdekaan, hingga tembus jalan poros Makassar-Maros.

Kami sengaja pergi lebih pagi, selain matahari belum terik dan jalan raya masih renggang juga agar dapat menikmati pemandangan saat belum banyak pengunjung. 

Pun kami bisa kembali ke Makassar lebih awal pula. Butuh waktu kurang lebih satu jam untuk dapat sampai di tempat yang pintu masuknya terdapat Patung Kera di Taman Wisata ini.

Tiga kali kunjungan sebelumnya tidak pernah terlintas kenapa bukan patung kupu-kupu besar saja yang ada di depan pintu masuk. Kenapa harus ada patung kera. 

Ternyata setelah membaca beberapa artikel salah satunya... Dibuat Patung Kera karena terdapat legenda yang mahsyur tentang kutukan kera di daerah ini.

Tiket masuk untuk di daerah ini adalah sebesar Rp 30.000,- untuk turis lokal, sementara untuk turis asing sebesar Rp 150.000,-. Kami langkahkan kaki dengan antusias. Terlebih teman-teman saya belum ada yang ke sini. Sehingga saya dapat menyombongkan diri sedikit menjelaskan ini-itu. Hehe.

Tiket kami 4 orang. 2 teman yang lain menyusul. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Tiket kami 4 orang. 2 teman yang lain menyusul. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Kemarau yang melanda Indonesia beberapa bulan terakhir mempengaruhi debit air juga di Bantimurung. Air yang jatuh menghatam batu tidak "semeriah" biasanya. 

Saya agak sedikit kecewa ketika membandingkan dengan foto saya sebelumnya di tahun 2013. Namun rasa kecewa itu menghilang sedikit demi sedikit ketika saya melangkahkan kaki menaiki anak tangga tepat di sebelah kiri air terjun bersama teman-teman yang lain. Karena kami dapat melihat dari mana air berasal terjun di Bantimurung berasal Yakni sungai kecil di atas sini.

Foto bersama di Air terjun Bantimurung. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Foto bersama di Air terjun Bantimurung. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Foto April 2013. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Foto April 2013. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Foto November 2023. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Foto November 2023. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Aliran air berwarna biru di sungai kecil ini bak sepotong warna pelangi yang turun ke daratan. Apakah mitos sang bidadari dari kahyangan sedang turun untuk mandi dan mengakibatkan adanya pelangi itu benar. Hehehe. Bercyandaaaa. 

Airnya sungguh tenang. Seperti tidak ada aliran sama sekali. Saya seperti diingatkan dengan peribahasa "air yang tenang menghanyutkan". Artinya orang yang pendiam, biasanya memiliki banyak pengetahuan.

Foto air terjun dari atas. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Foto air terjun dari atas. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Sesekali kami berjalan menyusuri jalan setapak yang lembab di pinggir sungai sambil bercengkerama. Suara-suara hewan di atas pohon juga seolah menyambut kedatangan kami. 

Kicauan burung saling bersahut-sahutan. Suaranya gaduh, tapi candu. Kami tidak berhenti mengagumi ciptaan Tuhan yang jarang diketahui ini.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Tibalah kami di ujung sungai. Lagi-lagi saya baru tahu kalau di ujung sungai ini ada telaga. Namanya Telaga Kassi Kebo. Airnya hijau kebiru-biruan. 

Di ujung telaga ada air terjun yang tidak terlalu tinggi tapi tetap saja menderu. Definisi di atas air terjun, ada air terjun lagi. Oia, dengan membyar Rp 50.000,- pengunjung bisa menelusuri sungai dengan kano. 

Harga tersebut untuk 2 orang termasuk tour guide juga dokumentasi menggunakan kamera DSLR. Kedua temanku Puput dan Putri Menaiki kano. 

Sementara ketiga teman saya yang lain lebih memilih untuk menikmati pemandangan di pinggir sungai dan telaga. Saya pun tidak punya pilihan lain selain mengikuti mereka.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Nah, di telaga ini lah kami melihat banyak kupu-kupu yang sedang menari. Tidak berhenti kami bersyukur telah sampai di tempat ini. 

Naik motor sejam menjadi sangat kecil jika dibanding dengan lukisan yang dibuat Sang Maha Pencipta ini. Ditambah tangan manusia yang kreatif membuat shape love dengan beberapa hiasan warna-warni.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Kabar baiknya lagi, ketika kami sudah cukup lelah berjalan dan merasa haus, kami menemukan ada penjual minuman dingin di atas sini. 

Kami menduga sebotol air mineral berukuran 600ml dibandrol dengan harga Rp 10,000,- karena tempatnya jauh harus naik tangga dan berjalan kaki sejauh 300 meter. Ternyata air yang melegakan tenggorakan ini cuma Rp 5.000,-.

Saat mengambil gambar di tepi telaga, kami di datangi seorang kakek dan berkata "setelah foto, kasih ki seikhlasnya". Sepertinya beliau yang membersihkan telaga di sini. Teman saya, Jannah langsung sigap memberikan beliau uang setelah kami selesai foto.

Tepat di samping kiri telaga ada anak tangga kurang lebih 2 meter menuju gua Mimpi. Ada juga yang menyebutnya gua Jodoh. Begitu sampai di depan pintu gua yang gelap, kami ditawarkan untuk masuk ke dalam gua dengan menyewa lampu bohlam emergency. Harga per lampunya Rp 30.000,- Kami masih ragu karena sekilas di dalam gua sangat gelap. 

Lalu kami di tawarkan lagi jika ingin dipandu dengan pemandu biayanya sebesar Rp 100.000,- . Raehanun teman saya yang paling cerdas di kelas langsung menjawab dengan antusis "ayoo!"

Foto di depan gua Mimpi. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Foto di depan gua Mimpi. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Baru melangkahkan kaki beberapa meter pemandu yang tomboy itu langsung mengarahkan lampu yang dipegangnya ke atas. Sontak kami juga mengikuti gerakannya Ia menunjuk sekumpulan kelewar kecil jenis pemakan serangga yang sedang beristirahat. Ada juga yang langsung terbang ketakutan karena tiba-tiba di sorot lampu.

foto kelelawar kecil. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
foto kelelawar kecil. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Dalam gua batu ini kami masih bisa meresakan tetesan air yang jatuh. Jalan yang basah juga agak licin. Pemandu menjelaskan dengan bersemangat. Di umur 32 ini saya baru tahu kalo di dalam gua batu yang menjulang ke bawah berbentuk lancip itu di sebut staklatit. Sementara jika menjulang ke atas namanya Stalagmit. Ah, selama ini ternyata mainku kurang jauh.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Menurut halaman kompas, Staglamit terbentuk dari kumpulan kalsit atau kalsium karbonat yang berasal dari air yang menetes. Pembentukannya dari bawah keatas. 

Bentuk staglamit bermacam-macam, ada yang lebar, kurus, tinggi, dan pendek. Bentuknya tergantung dari tetesan air. Sedangkan staklatit itu sendiri dari bahasa Yunani yang artinya air yang menetes. Sehingga Staklatit adalah kebalikan dari staglamit.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Kami yang awalnya ragu untuk masuk karena gelap pun ini adalah pertama kali kami berempat masuk ke dalam gua menjadi berani karena ternyata sangat menyenangkan melihat pemandangan yang indah di dalam gua. 

Ada Staglamit yang berbentuk domba, kaki sapi atau belalai gajah yang ditunjukkan oleh pemandu. Selain itu Ada juga bebatuan yang berkilauan seperti kristal ketika terkena pantulan lampu.

foto mirip domba. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
foto mirip domba. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Dari pemandu saya tahu kalau ada yang menyebutnya gua jodoh karena konon sepasang kekasih pernah datang ke gua ini lalu kemudian berjodoh. 

Hal itu yang mengakibatkan banyak yang menuliskan nama mereka di dalam gua ini. Cerita lainnya, konon ada seorang tokoh yang bersemedi di dalam gua ini selama 40 hari 40 malam. Melakukan dzikir dan sholat.

Tempat bersemedi tokoh yang dimaksud. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Tempat bersemedi tokoh yang dimaksud. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

"Nah ini tempat pengambilan air wudhu jaman dahulu. Ini airnya tidak pernah kering makanya disebut air awet muda" jelas pemandu. "Wih sapa tau awet muda ki (kalo dipake sekarang untuk wudhu)" canda saya ke teman-teman. 

"Yang namanya muda kan banyak. Bisa dimudahkan segala sesuatunya. Intinya sehat selalu" Terang pemandu. Saya membalas "Iye" sambil memasukkan tangan saya di genangan air yang katanya bikin kulit jadi sehat ini. Airnya dingin meresap ke dalam pori-pori.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Pemandu yang memakai topi hijau army itu beberapa kali menawarkan mengambil gambar kami di beberapa tempat. Jarak masuk sampai di ujung gua batu ini kata pemandu sekitar 100 m. 

Ia sangat detail menjelaskan semua sudut yang menjadi mitos di gua ini. Kami keluar dengan ekspresi masih terkesima. "Semoga sehat selalu bisa berkunjung kembali" kata pemandu di akhir pertemuan kami.

***

Spontan saya mengucapkan terima kasih ke Jannah, Miftah dan Raehan sambil "tos" dan mereka pun sebaliknya. Kami saling berterima kasih karena sudah meluangkan waktu bersama ke tempat ini. Karena tidak mungkin kami bisa sampai di sini sendirian.

Allah memang sangat penyanyang kepada hamba-Nya. Meski tempat ini masih banyak mitos, namun masih diberi kesempatan untuk kembali melihat Bantimurung di tambah pengetahuan tentang Stalaktit dan dan Staglamit adalah keberkahan tersendiri yang diberikan Tuhan yang Maha Kuasa

Makassar, 21 November 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun