Mohon tunggu...
Sary Hadimuda
Sary Hadimuda Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang hamba Allah yang sedang memantaskan diri menjadi pengajar

Sedang belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setop Konsumsi Teteruga alias Penyu

1 Januari 2019   19:28 Diperbarui: 1 Januari 2019   20:36 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selesai sarapan, saya membuka akun facebook untuk melihat timeline perihal malam tahun baru yang telah  lewat. Sebab pukul 11.00 saya sudah tidur karena kurang sehat . Biasanya  ada informasi yang dibagikan oleh teman-teman. Entah kecelakaan atau sekedar menayangkan tentang pesta kembang api saat pergantian tahun.

Saya tertuju pada akun teman lama yang sudah berganti nama. Untuk memastikan apa itu benar-benar dia. Setelah membuka profil dan melihat berandanya, ada beberapa gambar yang membuat saya tertarik yakni gambar penakaran "teteruga" atau "penyu "di Raja Ampat. 

Saya jadi teringat lagu ketika masih anak-anak "bulan pakai payong teteruga batalor, nona dari Ambon pi kaweng di Sorong". Liriknya diplesetkan. Bisa dilihat di youtube lagunya.

Gambar : Screenshot dari halaman facebook
Gambar : Screenshot dari halaman facebook
Jadi waktu kecil kalau lihat bulan terang suka lama-lama lihatnya. Karena tak jauh dari bulan,  ada cahaya yang membentuk lingkaran. Itulah yang disebut bulan pakai payung. Saat itu pula teteruga sedang bertelur kata kakak saya. Teteruga adalah bahasa sehari-hari masyarakat asli Papua yang artinya penyu.

Balik lagi ke facebook. Setelah cukup puas melihat gambar yang lain (kue lontar,  lapis tidore, bolu caramel. Hmmm. ajiip). Saya kembali ke halaman depan  lalu terperanjat dengan gambar yang diunggah teman yang lain. Sepersekian detik saya mengira itu hanya daging biasa. Eh setelah melihat cangkang penyu yang terbalik, baru saya sadar itu teteruga. Waduh. Berarti kemarin ia menyambut tahun baru dengan mengkonsumsi teteruga alias penyu. 

Gambar: Scrennshot dari halaman facebook
Gambar: Scrennshot dari halaman facebook
Gambarnya sangat berbanding terbalik dengan gambar sebelumnya

Masih jelas di ingatan saya di twitter beredar video penyu-penyu yang terdampar ke darat  pasca tsunami di selat sunda. Relawan membutuhkan bantuan untuk mengembalikan mereka ke alamnya. Banyak yang merespon video tersebut. Minimal dengan meretweet. Membuktikkan kalau hewan ini harus dilindungi.

Tak bisa dipungkiri. Di sini (Sorong), waktu saya kecil memang banyak di jual telur teteruga di pasar. Pun ada teman sekolah  yang mengatakan kalau daging dan telur teteruga itu enak.

Kementrian Kelautan dan Perikanan juga sudah memberikan sosialisasi yang bertahap kepada penduduk di pulau-pulau yang ada di Papua Barat untuk tidak menangkap apalagi mengkonsumsi teteruga. Hasilnya sudah banyak masyarakat desa yang paham kenapa harus dilindungi dan tidak mengkonsumsinya lagi. Sebagai gantinya, KKP memberikan bantuan dan sosialisasi tentang penakaran ikan laut. (Ini saya tahu karena suami teman  bekerja di kantor KKP Sorong)

Nasi sudah jadi bubur. Daerah di mana warga di atas mengkonsumsi teteruga mungkin belum tersosialisasi sama tim KKP. Jadi ini "PR" tambahan buat KKP di awal 2019 untuk mengekspansi pemahaman tentang penyu.

Tidak menutup kemungkinan bila 6 dari 7 spesies penyu di dunia yang ada di Indonesia akhirnya punah. Mungkin esok tinggal 3 spesies. Karena untuk mengawali hidup di laut saja penyu kecil butuh pertolongan manusia seperti di film "Moana" yang menyalamatkan penyu dari serangan burung. Artinya memang sangat perlu dijaga dan dilindungi. Iyo kah trada? 

So.. Mace, pace, kaka, ade, stop tangkap teteruga neeh

Salam hangat dari Kota Sorong Papua Barat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun