Setelah vakum dari kompasiana hampir 3 tahun, kini saya kembali aktif belajar menulis. Sebab ditempat saya bekerja sedang melakukan budaya literasi. Setiap guru diwajibkan membuat tulisan. Termasuk saya yang baru bergabung 2 bulan lalu. Begitu tahu kalau ada budaya literasi di sekolah, hobi yang sudah tenggelam di lautan sana muncul ke permukaan seketika. Hiperbola deh. Hehehe. Tapi iyap. Hati kembali excited mau menulis apa saja seperti dulu. Bahkan yang tidak penting sekalipun. Nda gitu juga ding.
Salah satu alasan kenapa saya tidak menulis lagi di kompasiana sejak april 2015 adalah karena dulu saya rasa tampilan kompasiana sudah tidak menarik. Kenyataannya, saya yang salah. Tidak mengupdate ketertarikan atau minat saya pada kompasiana itu sendiri.
Tapi bukan berarti saya tidak menulis. Saya suka ketik notes di ponsel. Misalnya seperti di bawah ini. Idenya muncul ketika sahabat saya tidak membalas whatsapp dengan alasan sibuk. (Walaupun ga nyambung)
Adalah rumah tuan, tempat kuletakkan separuh keluh kesah
Tempat paling nyaman untuk menyampah
 Tempat dimana mata tak ingin terlelap demi menatap tuan berceloteh....
Lagi, tersadar....
bahwa lambat laun, tuan akan sampai di titik jenuh..
ketika aku selalu datang berkunjung....
Hal itu sudah jauh-jauh hari kuutarakan, tuan.
 Namun tuan tetap keukeuh kalau semua baik-baik saja....
Tidak.. Suatu hari kita akan sampai pada titik jenuh.. Seperti Bom Waktu, tuan....
Tuan, jangan berdalih bahwa tuan tidak punya minuman untuk disuguhkan...
jangan berdalih bahwa tuan sedang sibuk hingga hanya kecut yang menyambut datangku ini...
Tuan, bukankah ini sama saja bom waktu yang telah meledak?
Baiklah, tuan..
Biarkan aku pamit bersama remah remah rindu yang sebelumnya utuh.
aku akan berusaha mendamaikan sakit dengan hati,..
mendamaikan rindu dengan pilu,..
mendamaikan lupa dengan luka....
Sebab aku telah diusir sehalus mungkin.
Sekarang begitu buka kompasiana langsung bluuuup.. Helooo?? Ke mana saja?? Saya beras dapat tamparan keras begitu lihat pasangan bapak Tjiptadinata Effendi dan Ibu Rosalina masih eksis di kompasiana. Namanya masih bertengger pada featured article seperti dulu. Ada juga tulisan kompasianer berumur 68 tahun dari medan yang masih aktif menulis (Masya Allah. Salut). Belum lagi yang lain. Mba Gaganawati yang selalu menceritakan tentang Jerman misalnya.
Nah, sekarang mau tulis apa? Tulisan yang bermanfaat pastinya. Tulisan yang mengandung kebaikan. Idenya dari mana biar tetap konsisten untuk menulis? Kalau dulu ada komunitas KAMPRET yaitu Kompasianer hobi jepret (sepertinya sekarang sudah tidak ada, atau saya yang kudet. Entahlah), sekarang kan ada istilah CELUP (Cekrek, Upload, Laporkan). Tapi istilah ini lebih mengarah ke orang kurang kerjaan (menurut saya). Kesalahan-kesalahan orang yang ingin diciduk.
Salut sekali dengan salah satu akun di twitter, @jennijusuf. Ia membuat akun di IG dengan nama Jeprut (jepret, upload, teruskan). Tujuannya ingin berbagi gambar pada sisi nilai kebaikan. Bukan yang lain. Saya sendiri ingin memakai istilah JEBAK (Jepret dan Bagikan di Kompasiana). Halah ngikut-ngikut bikin istilah. Hehehe. Lupakan saja. Intinya tetap konsisten untuk menulis. Biarkan ide tertuang dalam aksara. Karena setajam ingatan otak manusia, lebih tajam mata pena. Sekarang mah lebih tajam papan qwerty. Maka, mari biarkan jari-jari tetap menari dengan melodi dari diksi yang ada di kepala.
*Tulisan ini semata-mata untuk mengingatkan diri saya sendiri
Sorong, Papua Barat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI