Mohon tunggu...
Nico Reza
Nico Reza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bijaksanalah di Media Sosial, Karena Kita Dapat Menjadi "Saracen"

1 September 2017   14:55 Diperbarui: 1 September 2017   15:08 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu terakhir ini, kita mendengar ada berita tertangkapnya beberapa orang yang tergabung dalam kelompok professional penyebar hate speech dan hoax yang menyinggung SARA yang menamakan dirinya  "Saracen".

Kelompok ini menerima pesanan atau order dari klien untuk memenuhi media sosial dengan menyebarkan berita bohong yang dapat digunakan untuk menjatuhkan orang atau kelompok lain. Profesi ini bukan suatu profesi sembarangan, terbukti dengan tarifnya yang ditawarkan sebesar puluhan juta rupiah.

Seperti hal yang telah diketahui; beberapa komentar negatif mengalir dari warga net terhadap pelaku hate speech ini. Suatu hal yang normal (menurut hemat saya), jika banyak orang yang berkomentar negatif terhadap orang lain yang melakukan perbuatan buruk; asalkan harus tetap ingat; tidak berlebihan dan tetap menghormati norma yang ada.

 Menurut pendapat penulis, dalam dunia maya saat ini; para warga net dapat dengan mudah terpancing dalam menyebarkan berita bohong (baik secara sengaja atau tidak sengaja) dan berkomentar dengan berlebihan atau negatif terhadap pendapat yang berseberangan dengan kita.

Menyebarkan berita bohong

Pasti Anda sudah pernah mendengar atau bahkan mungkin masih ingat himbauan yang selalu diingatkan : "Jarimu adalah harimaumu". Himbauan ini tepat, karena kita dapat dengan mudah menyebarkan berita yang merugikan hanya dengan menggunakan jemari kita; menekan  "send" di layar smartphone kita.

Berita yang merugikan tidak selalu berupa berita bohong yang menyinggung SARA, tetapi dapat pula berita bohong mengenai promosi tiket murah atau promo tertentu, penyebaran foto bohong mengenai modus kejahatan baru dan juga berita berantai mengenai testimonial, berita kesehatan atau metode pengobatan tertentu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan tidak mempunyai dasar.

Untuk contoh yang pertama; tentu untuk menyingkapinya kita tidak perlu menggubris berita promo atau diskon yang biasanya disertai dengan mengunjungi alamat situs internet yang tidak resmi, sebagai cara untuk mendapatkannya. Selain membuang-buang waktu, alamat situs internet yang mencurigakan juga dapat sebagai media penyeberan virus komputer yang dapat mengganggu komputer atau smartphone kita.

Untuk contoh yang kedua, mungkin kita pernah mendapat pesan singkat di media sosial berupa: "Hati-hati! Modus baru kejahatan: menyimpan pisau yang berbentuk kartu dan disimpan di dalam dompet!" dimana foto yang diberikan berupa foto pisau yang dapat dilipat menjadi sebuah kartu (produk ini memang benar-benar ada dan diperjualbelikan) ditambahi dengan foto luka pada bagian tubuh seseorang, dimana foto tersebut bukan peristiwa yang berhubungan, tidak benar dan dapat menyebarkan rasa takut.

Berkaitan dengan rasa takut; harus dihindari juga untuk mengirimkan foto-foto korban atau foto lainnya yang mungkin dapat mengganggu orang lain saat melihatnya; sebagai contoh: peristiwa pengeboman di halte Transjakarta di Kampung Melayu pada bulan Mei 2017. Pada saat itu, ramai tersebarnya foto-foto berupa bagian tubuh korban peledakan. Selain tidak pantas, hal ini juga dapat membantu pelaku terorisme untuk menyebarkan rasa takut.

Untuk contoh yang ketiga; dapat kita temui berupa pesan berantai di grup media sosial berupa cara pengobatan, tips kesehatan cara baru atau isu tentang obat berbahaya  disertai dengan gambar efek obat tersebut (padahal foto tersebut tidak ada hubungannya!). Kita harus bersikap bijaksana untuk tidak langsung mempercayainya, apalagi jika tidak disertai dengan sumber yang terpercaya.

Apa yang dapat kita lakukan jika menemui berita hoax atau berita berisi konten negatif yang menyinggung SARA ?

africanglobe.net
africanglobe.net
Ada baiknya kita tidak terlalu terburu-buru dalam mengkomentari topik seperti ini. Dengan kita mengkomentari, sang pembuat berita malah bertambah senang karena mendapat respon. Kalaupun kita ingin mengomentari, kita tetap harus dapat menjaga emosi dan mematuhi norma yang ada.

Jika dinilai berita tersebut dapat merugikan dan berdampak besar, kita dapat melaporkannnya ke situs Kemkominfo.

Selalu memeriksa kebenaran sumber berita di sumber lain yang terpercaya (cross check). Tentu kita sudah mengetahui, situs-situs berita profesional yang dapat dipercaya; di situlah kita memeriksanya. Jangan terburu-buru mengakuinya sebagai kebenaran dan menyebarkannya ke orang lain, sebelum memeriksa kebenarannya tersebut. Ironisnya, kadang warga net lebih mempercayai postingan di wallmedia sosial dan menyebarkannya, daripada mau menyediakan waktu sedikit untuk mengecek kebenarannya di media berita lain.

Berpikir dua kali sebelum meneruskan berita atau foto ke orang lain atau grup media sosial. Pertimbangkan apakah ada manfaatnya atau tidak.Jika tidak ada manfaatnya, buat apa kita sebar ? Harus diingat juga bahwa ada konten-konten yang jangan disebar sembarangan, contoh: foto anak yang diambil tanpa ijin (berpotensi untuk menyebarkan informasi berlebihan terhadap anak tersebut), foto dengan muatan yang menganggu orang lain (gambar jenazah, dll) dan bahkan foto terduga pelaku kejahatan, karena kita tidak mengetahui apakah benar atau tidak (kecuali dari sumber resmi kepolisian dan memang disebar untuk membantu mempermudah tertangkapnya pelaku kejahatan).

Jika kita tidak berhati-hati dalam media sosial, maka tanpa kita sadar; kita dapat menjadi "Saracen" juga (yang dimaksud penulis adalah dapat membantu menyebarkan berita atau konten yang tidak benar dan atau provokatif, merugikan orang lain;  tanpa disengaja).

Apakah pembaca setuju dengan pendapat penulis ?

 Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun